Share

Bab 7

Penulis: SanSan954
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-18 08:00:17

Yono dan Seno terkejut setengah mati, bukan saja dikarenakan kepala gadis itu dapat berputar seperti kepala boneka, tapi juga karena wajah gadis itu sangat-sangat mereka kenal.

“Dew ... Dewi!” seru mereka berbarengan, tanpa pikir panjang lagi keduanya segera berbalik hendak berlari meninggalkan tempat ini. Namun, Dewi lebih cepat menghadang. Membuat kedua pemuda surut ke belakang.

Tubuh Seno dan Yono bergetar menahan rasa takut yang bukan alang kepalang, bukan cuma badan yang basah bersimbah keringat tapi juga selangkangan yang tak dapat menahan kemih akibat rasa takut nan menyerang.

“Am ... ampun Dewi,” ucap keduanya dengan nada suara bergetar.

Gadis bernama Dewi itu menyeringai, memamerkan mulut yang penuh darah. Wajahnya yang semula cantik jelita kini berubah menyeramkan. Pada bagian kening terlihat lubang bulat sebesar tutup botol, perut terbelah sampai ke selangkangan.

Seno dan Yono jatuh terduduk di lantai, kedua kaki masing-masing sudah tak sanggup lagi menyanggah badan. Mereka beringsut mundur, berusaha menjauhi sosok Dewi yang melangkah mendekati.

“Sakit ... tahukah kalian seperti apa rasa sakit yang aku tanggung?” tanya Dewi kepada kedua pemuda, suaranya serak dan bergema.

Seno dan Yono semakin ketakutan, sialnya mereka tidak pingsan. Perasaan takut kian menjadi-jadi kala mereka melihat sebuah besi panjang melayang cepat bak anak panah yang lepas dari busurnya.

Seno yang memiliki jurus ilmu beladiri, reflek melenting ke samping untuk menghindari besi tersebut.

“Aaaah!” Seno selamat, tapi Yono berteriak. Besi panjang itu menancap di pangkal leher Yono, darah segar mengucur dari kulit dan daging yang tertancap besi.

Melihat sahabatnya tumbang, Seno merangkak cepat hendak meninggalkan tempat itu. Dewi tertawa melengking melihat pemuda itu merangkak dengan posisi bokong nungging, besi yang menancap di leher Yono tercabut. Tanpa Seno sadari benda itu kini melesat ke arahnya.

Clap!

“Aaaah!” Seno melolong panjang, saat besi itu menancap pada tengah selangkangannya tembus sampai ke perut bawah.

Sama seperti Yono, pemuda itu mengerang kesakitan, tubuhnya kelojotan untuk beberapa saat sampai kemudian diam tak bergerak.

Sosok Dewi berbalik menatap Juriah yang mematung menyaksikan tindak pembantaian tersebut, dalam kondisi masih sadar Juriah beringsut mundur selangkah demi selangkah, sebelum berbalik dan berlari kencang meninggalkan Dewi yang tertawa puas.

Bruk!

“Aaaah!” Juriah berteriak ketakutan, saat dirinya bertabrakan dengan seseorang, dia tak berani membuka mata karena mengira itu adalah Dewi.

“Juriah ... juriah, kamu kenapa Nak?” tanya Zubaidah sambil membelai wajah sang anak yang basah oleh keringat dan air mata, jilbab pashmina yang dikenakan Juriah juga basah dan kotor terkena debu dan jaring laba-laba.

Zubaidah, Maya, dibantu Sofa dan Akmal membawa Juriah pulang ke rumah.

“Dari mana Ma? Apa yang terjadi pada Juriah?” tanya Gani yang ikut panik melihat anak gadisnya digotong oleh Akmal.

Juriah tidak pingsan, tapi dia tak dapat merespon apapun yang ditanya atau dikatakan kepadanya. Matanya bagai kran bocor yang terus-menerus meneteskan air.

Wajah gadis itu pucat pasi,bibirnya kering, dan tatapannya kosong.

Zubaidah dengan telaten membersihkan tubuh anaknya, mengganti pakaian Juriah dengan yang bersih. Di ruang tamu Akmal bicara dengan Gani, menjelaskan kepada Gani perihal kedatangan Zubaidah yang mencari Juriah.

“Saya pastikan Pak, bukan Maya yang mengajak Juriah pergi, karena Maya seharian mengikuti perkuliahan, saya dan Sofa juga teman-teman lain menjadi saksinya.” Jelas Akmal.

Gani berkali-kali menghela napas panjang, “Lantas di mana Juriah kalian temukan?” tanyanya.

Juriah berlari, entah dari arah mana kami tidak bisa memastikan karena tiba-tiba saja Juriah menabrak mamanya,” jelas Akmal lagi.

Dikarenakan sebentar lagi magrib, Maya, Sofa, dan akmal berpamitan. “Baiklah, terima kasih atas bantuan kalian semua.”ucap Gani seraya menyalami ketiga anak muda itu.

*****

Pagi yang cerah, suasana di sekitar rumah mulai riuh oleh suara para mahasiswa yang hendak menuju gedung kampus. Gani beserta anak dan istri tengah menikmati sarapan, di sela-sela itu Gani bertanya kepada Juriah ke mana dan apa yang dilakukan anaknya itu kemarin sore?

Juriah berusaha mengingat apa yang dilakukannya sore kemarin?

Kemudian gadis itu menggeleng, “Gak ke mana-mana dan gak ngapa-ngapain juga,” jawab Juriah.

“Ria, kemarin kamu pamit ke Mama. Mau pergi makan bakso sama Maya, tapi lama gak pulang-pulang, Mama cariin kamu malah datang dengan wajah penuh ketakutan,” jelas Zubaidah tentang kejadian sore kemarin.

Juriah tampak merenung, dia berusaha mengingat-ingat lagi, tapi sama saja dirinya tak ingat apa-apa. Pembicaraan itu terpaksa berakhir, karena di luar terdengar keriuhan.

Baik Gani, Zubaidah, maupun Juriah pergi keluar untuk melihat apa yang terjadi?

Para mahasiswa terlihat berlarian, “Dek dek, ada apa?” tanya Gani kepada mahasiswa yang lewat di halaman rumah.

“Gak tau juga, Om. Ini baru mau lihat,” jawab mahasiswa itu.

Gani sekeluarga yang penasaran ikut mahasiswa itu menuju ke suatu tempat, mereka berlari menuju arah Selatan gedung kampus yang telah ramai dipadati banyak orang.

Disana terparkir mobil polisi, Tim INAFIS, dan Ambulance.

“Ada apa ini?” tanya Gani lagi kepada para mahasiswa yang berkumpul.

“Kurang tau juga kami, Pak. Dengarnya sih ada mayat,” jawab salah satu dari para mahasiswa itu.

Para petugas polisi tampak sibuk memasang pita kuning bertulis “DILARANG MELINTAS” di pintu masuk bangunan. Tidak lama kemudian, empat orang berbadan tegap dan berpakaian hitam serta memakai rompi anti peluru, keluar dari dalam bangunan. Keempat orang itu membawa dua kantong berwarna orange bertulis “KANTONG MAYAT”.

Orang yang berkumpul terdengar riuh saling berkomentar, rata-rata mereka bertanya-tanya mayat siapakah yang didalam kantong jenazah itu?

Sebentar saja berita penemuan mayat tersebar, beberapa orang polisi mendatangi ruang sekretariat kampus, mengabarkan bahwa kedua jenazah yang ditemukan teridentifikasi sebagai Seno dan Yono-mahasiswa aktif di kampus tersebut.

Polisi mengumpulkan keterangan dari berbagai pihak, dari semua keterangan yang terkumpul mengerucut ke sebuah petunjuk. Sore kemarin, beberapa orang melihat kedua korban yakni Sno dan Yono memasuki gedung kosong itu. Beberapa saksi lain juga melihat seorang gadis berlari keluar dari gedung tersebut, setelah ditanyakan ciri-ciri gadis yang dimaksud, polisi akhirnya mendatangi rumah di sebelah asrama putri.

“Selamat siang, benar bersama Pak Gani?” tanya polisi yang datang kepada Gani nan membukakan pintu.

“Iya betul,” jawab Gani.

Polisi menjelaskan niat kedatangan mereka yaitu untuk mendapatkan keterangan dari anak gadis Gani, yang dilihat oleh para saksi keluar dari gedung kosong tidak lama setelah kedua korban masuk ke gedung itu.

Karena merasa tidak tahu apa-apa, Gani pun mempersilahkan polisi bertanya langsung kepada anaknya.

Berbeda dengan saat ditanya Gani tadi, kepada polisi Juriah dengan lancar menceritakan semuanya. Dia menyebutkan ciri-ciri gadis nan membunuh kedua pemuda itu, Juriah juga menyebutkan kalau gadis itu bernama Dewi. Polisi mencatat semua keterangan Juriah, mereka juga mengambil sampel sidik jari gadis itu, bahkan polisi menyita pakaian yang dikenakan Juriah sore kemarin.

“Anak Bapak menjadi terduga, kami harap Bapak dan keluarga kooperatif dan tidak melakukan tindakan apapun, baik itu melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.” Ujar polisi sebelum meninggalkan kediaman Gani.

Sampai para polisi itu pergi, Juriah masih duduk mematung di kursinya, dengan tatap mata kosong dan bibir menyunggingkan seulas senyum kepuasan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 43

    Puas memohon ampun dan bertafakur, Ardi pergi meninggalkan desa tersebut. Tujuannya pulang ke rumah ibunya, setelah menempuh perjalanan panjang dia sampai di kampung sang ibu tepat tengah malam."Ardi, kau pulang Nak?" Sambut ibunya dengan bahasa cinta.Kembali air mata Ardi tumpah, dia menjatuhkan diri berlutut di kaki ibunya. Hal itu membuat sang ibu bertanya-tanya, apakah yang telah menimpa anaknya?"Ibu, mohon jangan kutuk aku menjadi batu, berikan kesempatan bertobat sebagai manusia, biarkan aku mati berkalang tanah, jangan biarkan terpanggang panas, tertimpa hujan sepanjang masa, sebagaimana yang terjadi dengan Malin Kundang anak durhaka.""Ada apa ini Ardi? Apa sebenarnya yang telah kau lakukan?" tanya sang ibu penuh kebingungan.Kembali Ardi mencium kaki sang ibu, tidak sanggup lidahnya mengakui dosa. Namun, apapun akibatnya dia tetap harus bertanggung jawab. Sang ibu dengan sabar membujuk anaknya, setelah bersusah payah mengontrol emosi, dengan terb

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 42

    Saat Maya dan Juriah mendapatkan teror. Keempat orang tersebut yakni, Gani, ayahnya Maya, ibunya Sofa, dan Sofa, masih berjuang menempuh jalanan sempit dan banyak akar pohon serta banyak lubang kubangan binatang. Ditambah lagi medan yang mendaki dan menurun, sungguh menguras tenaga mereka. Semakin jauh berjalan, kaki terasa semakin lelah, dan itu membuat langkah kian terseok. Hingga pukul dua dini hari barulah keempat orang itu sampai di tanah datar, tampak sebuah pondok berdiri di antara pohon pisang dan tanaman ketela.Suara binatang hutan bak kidung bidadari malam, kerlap-kerlip cahaya sayap kunang-kunang tidak jua mampu melepas penat yang mendera badan, hanya satu yang menjadi penyemangat, yaitu setitik pijar petromak di cela-cela dinding pondok sebagai pertanda didalamnya ada orang."Assalamualaikum!" seru Ayahnya Maya.Sunyi tidak ada jawaban."Pak Gaek! Keluarlah!" Kali ini Gani yang berteriak.Tidak lama kemudian pintu pondok terbuka, tampak Gaek Lun

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 41

    Sama seperti yang dialami Maya, di dalam sel tahanannya Juriah juga mendapat teror mengerikan. Gadis itu berteriak histeris kala dia merasakan sakit pada bagian perut, suara jeritannya didengari oleh polisi yang bertugas malam itu. Beberapa orang bergerak mendatangi sel tahanan Juriah, untuk memastikan apa yang telah terjadi?Betapa terkejutnya mereka kala menemukan Juriah tidak lagi berdiri atau duduk di lantai, gadis itu kini merayap di dinding bagaikan cicak. Petugas polisi mengira hal itu dilakukan Juriah sebagai upaya untuk melarikan diri, “Hei Mbak, turun!” teriak polisi.Bukannya menuruti, Juriah malah berteriak kencang sambil menatap garang ke arah para polisi itu, diam-diam mereka semua merasakan tengkuk masing-masing jadi merinding.“Sepertinya nih cewek kerasukan,” bisik seorang petugas pada kawan di sebelahnya.“Bisa jadi, coba kita panggilkan Pak Rohman. Barangkali beliau bisa membantu,” saran sang teman.Pak Rohman adalah polisi senior yang pan

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 40

    Hasibuan mendengar kata makian yang keluar dari mulut Ratna, dia mengikuti sang istri yang pergi meninggalkan kampus dan pulang ke rumah.Semenjak kejadian malam itu, Hasibuan melihat perubahan sikap Ratna dan Dandi yang tiba-tiba sering mengurung diri di kamar. Khawatir anaknya memiliki masalah sedangkan sebentar lagi pemuda itu harus berangkat ke luar negri, Hasibuan mencoba menemui putra semata wayangnya untuk mengajak si pemuda berbicara. Di luar dugaan Dandi justru mengatakan bahwa kekasihnya hamil, sungguh Hasibuan tidak tahu siapa gadis yang hamil itu? Dia sengaja tidak menanyakan langsung tentang identitas gadis itu, karena hendak mencari tahu sendiri latar belakang si gadis.Pikir Hasibuan, jika gadis tersebut berasal dari keluarga baik-baik dan terdidik, tidak ada salahnya menikahkan Dandi terlebih dulu sebelum pemuda itu berangkat untuk melanjutkan pendidikannya. Toh nanti di sana Dandi jadi memiliki teman dan ada yang mengurusnya, apabila telah menikah.

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 39

    *Selasa Malam Rabu* Beberapa orang pria berbadan tegap, dan memakai pakaian serba gelap, bergerak menyebar di seputaran komplek perumahan subsidi bertipe Rumah Sangat Sederhana Sekali. Mereka tengah mengikuti pergerakan seseorang, yang berjalan cepat dan mengendap-endap menuju rumah kecil berdinding batako, yang berdiri terpencil di sudut komplek perumahan tersebut. Rumah itu dihuni oleh seorang janda dengan lima orang anaknya. Seseorang yang berjalan mengendap-endap itu mengetuk pintu, begitu pintu dibuka ia langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengucapkan salam. "Pak rektor," ucap wanita setengah baya yang tadi membukakan pintu. "Bibi sekali lagi saya minta bibi jujur, di mana bibi simpan kalung itu?" Tanya orang yang dipanggil dengan sebutan pak rektor oleh si pemilik rumah. "Ya Allah, Pak. Harus berapa kali bibi katakan, bibi tidak menemukan apa-apa, kalung apa? Bibi tidak paham." jawab si wanita ketakutan. "Bi, saya akan pekerjakan bibi kembali di kampus dan akan sa

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 38

    Juriah digiring ke ruang khusus perlindungan perempuan dan anak, gadis itu dihadapkan kepada penyidik yang beranggotakan dua orang, seorang intel polisi laki-laki, dan seorang penyidik wanita yang juga berprofesi sebagai psikolog."Nama kamu siapa?" tanya penyidik wanita."Juriah, Bu.""Benar kamu membacok orang ini?" tanya penyidik laki-laki sambil menunjuk gambar Anton.Juriah mengangguk, "Iya," jawabnya."Kamu kenal dengannya?"Juriah menggeleng, "Tidak.""Lantas kenapa kamu melukainya sampai dia tewas?""Karena dia ... dia ....""Karena apa?""Dia ... dia ... memperkosa saya," jawab Juriah.Tentu saja penyidik wanita itu terkejut, mendengar pengakuan Juriah."Ingat kapan dia memperkosa kamu?" tanya penyidik."Tadi malam sebelum saya membunuhnya,"Penyidik wanita itu menghela napas, “Ceritakan bagaimana kejadiannya?”Juriah dengan lancar menceritakan detail kejadian yang dialaminya semalam, sampai kemudian dia menya

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 37

    Selasa pagi di jalan depan salah satu kampus keperawatan yang ada di Kota Padang, ramai kendaraan melambat untuk melihat sesuatu yang membuat banyak orang berkerumun. Sesosok jenazah laki-laki mengenakan seragam satpam, tergeletak di dekat pintu gerbang kampus dalam keadaan bersimbah darah.Polisi dan tim INAFIS yang tiba di lokasi langsung melakukan olah TKP dan mengevakuasi jenazah korban ke rumah sakit untuk dilakukan visum et repertum. Hasil investigasi sementara, korban diketahui bernama Anton, usia sekitar tiga puluh tahun lebih, dan berprofesi sebagai petugas keamanan kampus. Korban diketahui bertugas menjaga gedung kampus, dari pukul enam sore kemarin dan seharusnya berakhir pukul enam pagi ini. Korban pertama kali ditemukan, oleh rekan kerja yang akan bergantian sif dengan korban.Hasil pemeriksaan dokter kamar mayat, korban Anton diperkirakan meninggal sekitar dua sampai tiga jam sebelum ditemukan, sebab kematian akibat pendarahan hebat. Pada tubuh korban di

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 36

    Setelah menempuh perjalanan cukup panjang dan melelahkan, Ardi tiba kembali di pondok Gaek Lungga. "Saya sudah dapat syarat yang dibutuhkan Pak." Ujarnya, sambil menyodorkan sesuatu yang terbungkus rapi di dalam kain kafan lusuh bernoda tanah.Gaek Lungga dapat mencium aroma bangkai, yang masih kentara dari benda terbungkus kain itu. "Bukalah," titahnya.Ardi dengan lincah membuka bungkusan yang dibawanya, sebuah tengkorak kepala manusia yang masih ada serpihan sisa daging juga lima lembar tali kafan. Gaek Lungga mengangguk melihat syarat utama yang cukup lengkap itu. "Apa dia seorang gadis?" tanyanya."Iya, dia tewas dianiaya dan jasadnya dibuang ke suatu tempat, baru ditemukan dua pekan setelah kematian, mirisnya lagi dia mati dalam keadaan hamil." Papar Ardi mengenai riwayat tengkorak kepala yang dibawa."Bagus, itu artinya ia mati dengan membawa dendam,” puji Gaek Lungga. “Baiklah, mari kita persiapkan segalanya.”Pertama-tama, laki-laki tua itu menyiapk

  • Bukan Sebab Cinta Ditolak   Bab 35

    "Kalau tidak karena tekad yang bulat, tentulah tak mungkin berkayuh menerjang ombak. Kalau sekira boleh Apak bertanya, apa gerangan penuntun langkah Ananda berdua sampai di sini?" tanya Gaek Lungga, setelah dia menyajikan dua cangkir kopi serta sepiring ubi rebus ke hadapan Maya dan Ardi.Sebagai orang tua yang banyak makan asam garam pergaulan, Gaek Lungga dapat menangkap galau jiwa yang dipendam oleh tamunya. Namun, dia lebih suka mendengarkan pengakuan langsung dari orang yang bersangkutan."Luka di badan karena pukulan, bisa hilang tapi tetap meninggalkan bekas. Namun, luka batin sulit sekali dicari obat," jawab Ardi sambil menunduk menekuri nasib cintanya yang malang.Gaek Lungga menghela napas, "Jika bukan karena kehormatan pastilah ini karena perasaan, apakah tebakanku salah, Anak muda?""Tentang keduanya, Pak. Cinta dan ketulusan yang saya miliki tidak dipandang sebelah mata, lebih dari itu kehormatan saya sebagai laki-laki telah diinjak-injak di depan o

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status