Share

Kesaksian Seorang Teman

Author: OptimisNa_12
last update Last Updated: 2023-10-30 01:37:50

Bab 3 Kesaksian Seorang Teman

Akan tetapi, terlepas dari apapun alasan Mas Alvin melamarku, aku tak begitu memedulikannya. Malah aku berpikir kali ini keadaan sedang berpihak padaku. Toh pula dengan begini aku juga tidak perlu membuang-buang tenaga ataupun waktu lebih banyak hanya untuk membuat Mas Alvin jatuh dalam pelukanku. Yah, meskipun sejak awal hubungan kami mendapatkan pertentangan dari Bu Mirna, namun, seakan tak memedulikan ibunya, Mas Alvin tetap melangkah maju untuk menikahiku.

Sungguh beruntung bukan diriku?

***

Tak lama setelah kepergian Mas Alvin, aku bergegas kembali masuk ke dalam rumah. Mengambil ponsel dan kunci mobilku lalu bersegera menemui Mas Bima ke tempat yang memang sudah kami tentukan sebelumnya. Ya, meskipun aku baru hitungan hari menikah tak lantas membuat penyelidikan yang dilakukan Mas Bima berhenti. Kakak sepupuku itu terus melanjutkan investigasinya demi menuntaskan masalah yang sedang kami hadapi saat ini.

Sesampainya di sebuah cafe yang terletak tak jauh dari kantor suamiku, aku melihat Mas Bima tengah mengobrol bersama seorang pria paruh baya. Entah siapa pria tersebut, namun aku merasa seperti pernah melihatnya di hari dimana bapak akan dikebumikan. 

Aku berjalan mendekati Mas Bima sembari terus memikirkan siapa pria di hadapannya itu.

"Mas Bima!" panggilku sesaat setelah berada di dekat meja tempat Mas Bima berada.

Mas Bima menoleh ke arahku dan mempersilakanku duduk. Ketika hendak duduk aku sempatkan melempar senyuman pada pria yang duduk di seberang mejaku itu. Dengan ramah pria tersebut membalas senyuman yang aku berikan.

Kemudian tanpa diminta Mas Bima lantas memperkenalkan siapa pria di hadapanku sekarang ini. Dimana pria tersebut bernama Surya atau yang biasa dipanggil dengan Pak Surya. Beliau adalah teman bapakku sejak kuliah dan bekerja di kantor yang sama. Beliau juga termasuk orang yang mendapat pesangon seperti bapakku dan beliau juga mengambil hak nya tersebut di hari yang sama.

"Masih ingat gak kamu sama saya?" tanya Pak Surya yang membuatku agak terkejut. Rupanya dugaanku benar.

Aku tersenyum tipis lalu menjawab ,"masih. Bapak yang pernah datang ke rumah waktu pemakaman bapak saya, kan?"

"Benar," balas Pak Surya seraya mengangguk kecil.

Setelah sedikit berbasa-basi, Mas Bima lantas melanjutkan pembicaraannya. Dimana tujuannya membawa Pak Surya di hadapanku tentu berkaitan dengan masalah yang sekarang ini aku hadapi. Benar, Pak Surya adalah salah satu saksi dengan apa yang terjadi di hari pengambilan pesangon tersebut.

"Silakan, Pak." Mas Bima mempersilakan Pak Surya untuk mengambil alih pembicaraan kami.

Namun, sebelum memulai semuanya, terlebih dahulu aku meminta izin pada Pak Surya untuk merekam video pertemuan antara aku dan beliau hari ini tanpa memperlihatkan Mas Bima. Hal ini ku lakukan untuk sebagai bukti karena aku yakin suatu saat aku pasti membutuhkannya. Syukurlah, Pak Surya dengan senang hati memberikan izin tersebut.

Barulah setelah aku meletakkan ponselku di ujung meja, dengan wajah tenang Pak Surya mulai membuka suaranya. Beliau berkata bahwa saat itu beliau dan beberapa temannya termasuk bapakku memang dijadwalkan mengambil pesangon di hari yang sama. Semuanya berjalan lancar namun ada yang terasa aneh ketika bapak dipanggil ke ruangan Bu Mirna setelah menerima hak nya. Dan panggilan tersebut diminta langsung oleh Dewi -seketaris Bu Mirna- yang mana orang-orang kantor tahu, jika Dewi yang ditugaskan oleh Bu Mirna itu artinya hal tersebut sangatlah penting.

Dari sini baik Pak Surya maupun teman-teman yang lain pun merasa ada sesuatu yang tidak beres. Namun, karena status mereka tidak lagi sebagai karyawan di kantor tersebut, mereka pun tidak berhak tahu apa masalah yang terjadi. Pak Surya dan lainnya pun mencoba berpikir positif kalau mungkin saja apa yang disampaikan Bu Mirna kepada bapak adalah hal yang bersifat pribadi.

"Tapi selama bekerja hubungan bapak sama Bu Mirna baik-baik aja, kan, Pak?" tanyaku memastikan.

Saat mendengar pertanyaanku barusan membuat Pak Surya tak langsung menjawabnya. Beliau terdiam sejenak seolah ada sesuatu yang berat untuk disampaikan.

"Pak Surya?" panggil Mas Bima yang juga merasa penasaran dengan jawaban orang yang mengaku sebagai teman bapakku itu.

Pak Surya tersentak lalu beberapa detik kemudian beliau menghela napas beratnya. "Saya akan ceritakan, tapi tolong kalian jangan marah dan jangan menelannya mentah-mentah," kata Pak Surya.

Meski kebingungan dan tak begitu paham dengan apa yang dimaksudkan Pak Surya, aku dan Mas Bima pun mengiyakan perkataanya tersebut.

Pak Surya pun kembali memulai ceritanya. Aku dan Mas Bima pun juga menyimaknya baik-baik supaya tidak gagal paham.

"Entah apa yang disampaikan Bu Mirna kepada bapakmu, namun sepenglihatan saya, setelah keluar dari ruangan Bu Mirna, bapakmu terlihat gelisah. Dan setiap ditanya sama teman-teman apa yang sebenarnya terjadi dia hanya menjawab tidak apa-apa. Tidak ada masalah."

Setelah berkata demikian, Pak Surya terdiam sebentar lalu melanjutkan ceritanya. Dimana beliau mengaku tidak begitu percaya dengan jawaban yang diberikan bapak kepadanya. Dan hal tersebut sama dengan apa yang aku rasakan sekarang ini. Sesuatu hal yang tidak mungkin tidak apa-apa jika hanya bapaklah yang dipanggil Bu Mirna sedangkan yang lainnya tidak. Padahal sama-sama karyawan dan sama-sama pula mengambil pesangon.

Dan karena tak ingin terlalu ambil pusing, Pak Surya pun memilih untuk tidak bertanya lebih lanjut kepada bapakku. Sampai akhirnya beberapa jam setelah pertemuannya dengan bapak di kantor, beliau mendapatkan kabar dari salah satu temannya kalau bapak mengalami kecelakan dalam perjalanan pulang. Dan sejujurnya, ketika mendapatkan kabar tersebut Pak Surya seketika itu teringat dengan apa yang terjadi di kantor. Pak Surya menduga kalau kecelakan yang terjadi kemungkingan adalah hal yang di sengaja.

"Terus kenapa Pak Surya bisa menyimpulkan seperti itu? Padahal Anda tidak tahu pasti apa yang terjadi di kantor," selidikku.

Pak Surya tersenyum dan terlihat begitu santai seakan beliau tahu jika aku akan mengajukan pertanyaan yang demikian.

"Saya yakin kamu pasti sudah tau tentang masa lalu bapakmu dan Bu Mirna," kata Pak Surya yang membuatku semakin penasaran dengan hal apa yang sebenarnya akan disampaikannya.

"Soal asmara mereka, kan?" tebakku. Aku yakin itu yang dimaksud Pak Surya barusan.

Pak Surya mengangguk dan membenarkan tebakanku. Hanya saja ada tambahan yang mana hal tersebut membuatku tak percaya sekaligus semakin penasaran dengan perkara ini.

"Ada rumor yang beredar kalau bapakmu dan Bu Mirna sudah pernah menikah siri dan mempunyai anak. Tapi untuk kebenarannya saya tidak tau. Mas Bima mungkin sudah tau?"

Mas Bima menggeleng pelan menandakan ia belum tahu perkara barusan.

"Status saya dan teman-teman saat itu hanya karyawan biasa. Rumor yang terjadi itu bukanlah urusan kami. Toh, setau kami bapakmu memang sudah menikah dengan ibumu. Ditambah selama bekerja bersama Bu Mirna, kami hampir tidak pernah melihat sikap bapakmu yang mencurigakan ketika bersama atasan kami itu. Beliau selalu bersikap biasa saja walaupun rumor tersebut sudah melekat ada pada dirinya," sambung Pak Surya.

Aku terpaku mendengar apa yang disampaikan Pak Surya barusan. Aku takut jika rumor itu betul-betul terjadi dan Bu Mirna benar-benar terlibat dalam kecelakan bapak. Jika benar demilikan ku pastikan bukan hanya motif asmara yang menjadi alasan dibalik Bu Mirna bertindak demikian. Tapi ada hal lain yang membuatnya berani melakukan hal tersebut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bunga Kejahatan Dalam Pernikahan   TAMAT

    Bab 34 TAMAT"Bu, ada kabar buruk," kata pembantu itu."Kabar apa? kenapa?" tanya Bu Mirna tak sabar.Pembantu itu pun terdiam sejenak, lalu mulai membuka suaranya yang mana kabar yang barusan ia terima datang dari sekertaris Bu Mirna. Yaitu Dewi."Mbak Dewi di kantor polisi."Seketika kami yang ada terkejut mendengar kabar barusan. Apa yang terjadi hingga membuat Dewi berada di kantor polisi?"Vin, tolong antar Mama ke kantor polisi sekarang," pinta Bu Mirna yang tampak syok dengan kabar barusan."Iya, Ma," balas Mas Alvin."Aku ikut!" sahutku.Mas Alvin menatapku sejenak. Lalu mengangguk kecil. ***Sesampainya aku, Mas Alvin dan Bu Mirna di kantor polisi, kami mendapati kenyataan bahwa Dewi sudah ditahan. Tentu hal itu membuatku bertanya-tanya. Terlebih Bu Mirna selaku ibu kandungnya yang merasa syok dengan keadaan ini."Maafkan Dewi, Bu. Dewi sudah mengakui semuanya dan ini adalah konsekuensi yang harus Dewi terima," jelas Dewi."Mengakui? kamu mengakui apa?" tanyaku penasaran.De

  • Bunga Kejahatan Dalam Pernikahan   Pengakuan Bu Mirna

    Bab 33 Pengakuan Bu MirnaDi saat itu rasa jengkelku semakin naik, tapi ... ah, mungkin suamiku itu juga merasa lapar dan memutuskan untuk membeli martabak yang memang jelas-jelas masih buka.Setelah beberapa menit Mas Alvin pun kembali dengan membawa satu bungkus martabak manis. Dan tepat ketika suamiku itu menutup pintu mobil, mendadak ia tampak terkejut dan pandangannya tak teralihkan dari arah depan. Ketika aku menulusuri arah yang dimaksud Mas Alvin, ternyata ... ada Dewi yang baru saja turun dari mobilnya."Itu Dewi, kan?" tanyaku memastikan, tanpa mengalihkan pandanganku."Iya," jawab Mas Alvin."Ada urusan apa dia ke sini tengah malah kayak gini?" aku terus memperhatikan pergerakan sekertaris Bu Mirna itu yang masih berjalan."Beli martabak kali," tebak Mas Alvin yang netranya juga mengikuti langkah Dewi berjalan.Sontak aku menghela napas kesal, lalu menolehkan pandanganku ke arah Mas Alvin.Mas Alvin pun menoleh ke arah ku dengan ekspresi keheranan. "Kenapa?" tanya suamiku i

  • Bunga Kejahatan Dalam Pernikahan   Ngidam

    Bab 32 Ngidam"Mas," panggilku. Mas Alvin tersentak lalu menoleh ke arahku. "Tapi apa?" ku ulangi pertanyaan yang cukup sederhana ini. Mas Alvin menatap ku dan bersiap untuk mengatakan sesuatu. Mengatakan di mana ia ternyata mengajukan sebuah permintaan padaku. "Permintaan apa, Mas?" tanya ku. Mas Alvin menghela napas berat. "Aku minta kali ini biar aku yang mengurus semuanya, tolong kamu fokus dengan kehamilanmu. Itu saja."Mendengar hal itu aku tak langsung meresponnya. Aku tahu apa yang diinginkan Mas Alvin terhadapku itu baik. Tapi, bagiku hal tersebut amatlah bertentangan dengan batinku. Aku tak bisa berdiam diri seperti batu yang hanya menunggu dan membiarkan orang lain menyelesaikan masalahku tanpa campur tanganku. "Tapi Mas—""Gak ada tapi-tapian," potong Mas Alvin. "Kamu turutin permintaanku atau selamanya kita gak akan bercerai."Aku tercengang dan seketika diam. Lalu mencoba menjernihkan pikiranku."Aku janji akan menyelesaikan masalah ini secepatnya. Begitu juga deng

  • Bunga Kejahatan Dalam Pernikahan   Sebuah Petunjuk

    Bab 31 Sebuah PetunjukAku menatap sedih ke arah di mana Mas Bima terbaring tak sadarkan diri. Air mata ku kembali terjatuh setelah tadinya sudah terkuras banyak usai melaksanakan salat subuh. Mas Bima ... siapa yang membuatmu seperti itu? Sungguh, aku merasa bersalah di situasi sekarang ini. Tak tega rasanya melihat kakak sepupu ku itu berada di atas ranjang pasien dengan kondisi yang demikian. Di tambah dengan keadaan Budhe saat ini. "Maafkan aku ... tolong maafkan aku." Satu air mata kembali membasahi pipiku. Teringat, jika apa yang menimpa Budhe dan Mas Bima pasti karena mereka berada di pihak ku. Cukup lama aku berdiri di depan ruangan tempat Mas Bima menjalani perawatan. Sampai-sampai tak terasa air mataku sudah mulai mengering. Ku usap-usap wajahku dengan sedikit kasar, mencoba menghilangkan bekas air mataku. Lalu aku juga berusaha menguatkan batinku. Aku pun berjalan menghampiri Mas Alvin yang duduk di kursi tunggu pasien yang berada tak jauh dariku. Aku akan meminta penj

  • Bunga Kejahatan Dalam Pernikahan   Mas Bima Ditemukan

    Bab 30 Mas Bima DitemukanTanpa menyapa, tanpa menoleh, dan tanpa berniat untuk langsung pergi, aku duduk di samping Mas Alvin. "Ada yang ingin aku bicarakan serius sama kamu," ucap Mas Alvin, sesaat setelah aku menempatkan posisiku. "Hal serius apa?" tanyaku. "Kita ketemu Pakde dan Budhe dulu, ya. Setelah itu baru aku kasih tau," balas Mas Alvin. Lalu beranjak dari tempatnya dan berjalan lebih dulu tanpa berniat menunggu ku. Meski agak kesal karena sikapnya itu, namun karena merasa penasaran dengan hal apa yang akan disampaikan suamiku itu, aku pun ikut bergegas menyusulnya. Aku terus mengekor di belakang Mas Alvin hingga kami akhirnya sampai di ruang tempat Budhe dirawat. Di saat itu, sebetulnya aku dibuat keheranan lantaran Mas Alvin yang sudah tahu di mana letak bilik Budhe ku itu. Padahal aku sendiri sama sekali tak memberitahukan letaknya. Sedangkan kalau bertanya pada perawat penjaga, kapan ia melakukan itu? karena yang aku tahu, selama perjalanan dari masjid ke ruang inap

  • Bunga Kejahatan Dalam Pernikahan   Menyusul

    Bab 29 Menyusul"Astaghfirullah ... tega sekali mereka. Awas saja, kalau sampai aku tahu mereka siapa, akan ku buat mereka menyesali perbuatannya," kataku yang penuh dendam, yang padahal orangnya saja aku belum mengetahui siapa pastinya.Mendengar perkataan ku tersebut, Pakde Rudi dan Arga sama-sama memintaku untuk bersabar. Dan terpenting, aku tidak boleh bertindak gegabah. Sebab, dari kejadian ini menjadikan ku harus lebih waspada lantaran itu artinya pelakunya sudah mulai merasa ketar-ketir.***Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya Budhe pun tersadar. Di momen itu tentu lah membuatku merasa lega. Senang lah akhirnya kekhawatiran ku akan kondisi orang yang menggantikan peran ibuku sejak beberapa tahun ini pun kembali membaik."Layla ...," ucap Budhe lemah, ketika baru saja membuka matanya.Aku tersenyum manis ke arah Budhe, lalu lebih mendekatkan diriku padanya. "Iya, Budhe? Layla di sini," ucapku menatap dalam wanita yang sudah ku anggap sebagai ibuku itu.Dalam pandangan yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status