Share

Menikah Dengan Anak Musuh

Bab 2 Menikah Dengan Anak Musuh

Dan benar saja, tak membutuhkan waktu yang lama, Mas Bima pun kembali menemui ku dan menyampaikan sesuatu padaku. Dimana, anak sulung Pakde Rudi itu mengatakan jika dari penyelidikannya beberapa hari ini, ia menduga kuat kalau Bu Mirna memang ada kaitannya dengan peristiwa tragis yang dialami bapakku. Mas Bima menyimpulkan hal tersebut lantaran ia mendapatkan informasi mengenai catatan kriminal dari Bu mirna yang ternyata sudah beberapa kali berurusan dengan pihak kepolisian namun tidak ada kelanjutan proses dikarenakan adanya jaminan uang yang diberikan. Selain itu, karena cintanya yang tertolak, besar kemungkinan memang menjadi salah satu motif untuk mencelakai bapakku karena Bu Mirna merasa sakit hati.

So, pantas bukan jika aku mencurigai Bu Mirna?

Dan karena informasi yang diberikan Mas Bima ini lah yang kemudian membuatku semakin berapi-api untuk melakukan balas dendam terhadap Bu Mirna. Serta orang-orang yang sebelumnya aku dan Mas Bima percaya ikut terlibat dalam kecelakaan bapakku.

"Fix! Bu Mirna pasti pelakunya. Pasti dia juga yang udah menyuap para polisi untuk menutup kasus bapak," ungkap ku yang sudah seratus persen yakin jika Bu Mirna adalah dalang dari kecelakaan yang dialami bapakku.

"Ini hanya kesimpulan ku, Dek. Tapi, kalau dilihat dari catatan kriminal dan tentang masa lalu Paman dan Bu Mirna ... Make sense, sih," balas Mas Bima.

Tak lagi membalas, aku hanya terdiam dan membenarkan apa yang dikatakan kakak sepupuku itu dalam hati.

"Tapi tolong kamu jangan bertindak lebih jauh sebelum menemukan kebenarannya," pinta Mas Bima. Aku lantas mengernyitkan dahi tak mengerti. Sampai kemudian kakak sepupuku itu kembali berkata yang kini malah membuatku tercengang.

"Menikah lah dengan Alvin."

"Ha? Maksudnya?" tanyaku kebingungan.

Mas Bima pun menjelaskan jika aku bisa menikah dengan temannya itu, aku bisa memanfaatkannya untuk membuktikan dugaan kami terhadap Bu Mirna. Apalagi jika aku berhasil masuk ke dalam keluarga tersebut, aku akan lebih mudah membalas dendam ku apabila dugaan ku itu benar adanya. Selain itu aku juga bisa memiliki sumber dana gratis dari pemberian Mas Alvin guna membiayai segala hal yang nantinya aku butuhkan untuk memuluskan rencana ku.

"Tapi ... Kalau ternyata Bu Mirna gak kaitannya sama masalah ini, gimana, Mas?" Dan sekarang malah aku sendiri yang merasa ragu. Apalagi harus mempertaruhkan hidupku untuk menikah dengan orang yang sama sekali tidak aku kenali.

"Tadi katanya yakin? Kalau yakin, aku bantu kamu pedekate sama Alvin. Kalau gak, aku gak yakin ada jalan lain."

Ku hela napasku mendengar ucapan Mas Alvin. Aku terdiam sejenak untuk memikirkan keputusan apa yang akan aku ambil.

"Oke! Aku setuju!"

Finally, dengan sedikit terpaksa aku pun menyetujui ide gil* dari kakak sepupuku itu.

***

Membuatku lebih dekat dengan Mas Alvin adalah hal yang mudah bagi Mas Bima. Hal itu lantaran kakak sepupuku itu merupakan salah satu teman dekatnya Mas Alvin di kantor. Lebih tepatnya Mas Bima lah yang sengaja mendekati Mas Alvin hingga membuat anak laki-laki Bu Mirna itu merasa akrab dengannya.

Dua bulan pun berlalu. Waktu yang terbilang singkat untukku yang akhirnya berhasil membuat Mas Alvin lebih akrab dan merasa nyaman ketika bersamaku. Namun, sesuai dengan nasihat dari Mas Bima, aku harus terus berhati-hati dan tidak boleh gegabah dalam bertindak. Membiarkan Mas Alvin dengan sendirinya menyatakan cintanya padaku adalah cara supaya dia tidak mencurigaiku.

Dan beberapa bulan sebelum satu tahun setelah kepergian bapak, usaha ku akhirnya membuahkan hasil.  Mas Alvin jatuh dalam perangkapku. Dengan penuh kesadaran laki-laki seumuran Mas Bima itu berniat ingin menikahiku meskipun keputusannya itu ditentang keras oleh ibunya sendiri.

***

Singkat cerita acara sakral itu pun selesai digelar. Aku dan Mas Alvin kini resmi menjadi pasangan halal. Pernikahan yang dilangsungan tanpa kehadiran kedua orang tuaku itu teramat membuatku bersedih. Benar, meski berbulan-bulan telah berlalu, kondisi ibuku masih tetap sama. Walaupun begitu, sebagai anak aku tetap menyayanginya dan rutin mengunjunginya meskipun kerap ibu tidak mengenaliku.

Mas Alvin sendiri sudah tahu bagaimana kondisi ibukku. Meski demikian, ia tetap ingin melanjutkan membangun rumah tangga bersamaku. Tentu aku merasa beruntung karena jarang aku menemui laki-laki yang mau menikah dengan wanita yang orang tuanya adalah pasien rumah sakit jiwa. Sayangnya, keberuntungan yang aku rasakan tidaklah sama dengan apa yang dirasakan oleh Mas Alvin.

"Pernikahan ini adalah awal dari pembalasan dendamku untuk orang-orang yang sengaja menghancurkan keluargaku," batinku mengingat kembali peristiwa memilukan satu tahun yang lalu.

***

"Tolong bersabar, ya, sayang, aku yakin seiring berjalannya waktu Mama pasti akan menerimamu," kata Mas Alvin padaku.

Aku tersenyum manis pada laki-laki yang baru beberapa hari ini menjadi suamiku.

"Pasti, Mas. Aku akan bersabar dan bertahan untuk bisa mengambil hati Mama," balasku seraya tersenyum.

Mas Alvin lantas membalas senyumanku lalu mengecup keningku. Tak lupa juga ia memelukku sebelum pamit untuk pergi ke kantor. Sembari menatap kepergian mobil Mas Alvin, dalam hati aku berkata akan terus bersabar dan bertahan bukan untuk pernikahan ini, tetapi untuk membuat dirinya dan ibunya membayar atas apa yang terjadi pada keluargaku.

"Maafkan aku, Mas. Tapi bagiku menerima pinanganmu adalah cara satu-satunya untukku bisa membalaskan dendam atas kematian bapakku."

Ku hapus secara pelan satu tetasan air mata yang mengalir di pipiku. Aku mencoba untuk tidak lengah karena cinta yang diberikan oleh Mas Alvin padaku. Walaupun aku sendiri tak tahu cinta yang seperti apa yang diberikan suamiku itu. Ketulusan atau hanya belas kasihan.

"Kenapa kamu ingin menikahiku?" tanyaku pada Mas Alvin kala dirinya menyatakan ingin menikahiku.

Mas Alvin tersenyum dan mengarahkan pandangannya ke arah lain. "Tidak banyak wanita yang aku temui dalam hidupku. Sejak masuk SMP bahkan sampai Mama selalu menempatkan pendidikan yang mengharuskanku tinggal di asrama. Duniaku terlalu monoton. Tapi, semua itu berubah ketika aku mulai mengenalmu."

Ku hela napas kasarku mendengar perkataan Mas Alvin. Membuatnya jatuh cinta padaku memang salah satu tujuanku mendekatinya. Namun, siapa sangka kedekatan kami yang baru beberapa bulan, bahkan aku belum sempat mengeluarkan jurus-jurusku, ia malah terang-terangan menyatakan keinginannya tersebut. Meski merasa agak janggal, namun aku tetap menerima pinangannya tersebut. Walaupun banyak perbedaan di antara kami, yang mana hal tersebut lah yang menjadi alasan Bu Mirna tidak merestui hubungan kami.

Mas Alvin punya harta yang cukup sementara aku tidak. Aku hanya seorang gadis desa yang ingin menjalankan hidup dengan normal namun sayang keadaan tak berpihak padaku. Malah yang ada hidupku memaksaku untuk menjadi wanita j*hat yang mengharuskanku menyakiti orang-orang di sekitarku termasuk suamiku sendiri.

Akan tetapi, terlepas dari apapun alasan Mas Alvin melamarku, aku tak begitu memedulikannya. Malah aku berpikir kali ini keadaan sedang berpihak padaku. Toh pula dengan begini aku juga tidak perlu membuang-buang tenaga ataupun waktu lebih banyak hanya untuk membuat Mas Alvin jatuh dalam pelukanku. Yah, meskipun sejak awal hubungan kami mendapatkan pertentangan dari Bu Mirna, namun, seakan tak memedulikan ibunya, Mas Alvin tetap melangkah maju untuk menikahiku.

Sungguh beruntung bukan diriku?

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status