“James! Ohh Tuhan! Kau terluka?” Patty kalap. Tangannya meraba-raba tubuh James yang ambruk menimpa sisi kakinya.
“Apa itu?! Seseorang mencoba membunuh kita?!” Suara James bergetar. Tangannya menyilang melindungi kepalanya.
Richie berjongkok, lalu berjalan mengendap-endap mendekati jendela. Dalam sikap awas, Richie menyadari kekonyolannya yang lain. Dia meninggalkan tiga set senjata apinya di dalam karavan.
Richie berdecak, lanjut berjalan dengan hati-hati menghindari pecahan kaca yang berserakan di lantai. Dia merapatkan tubuhnya ke tembok di bawah bingkai jendela yang kosong. Dari sana dia melihat sisi kayu jendela yang mencuat tergores peluru.
Richie menyipitkan matanya, menganalisa. Perluru tersebut ditembakkan dari jarak jauh dan penembaknya tentu saja seorang profesional yang dengan sengaja menyerempetkan pelurunya, untuk mengurangi kecepatannya. Richie menyapu tatapannya ke lantai, mencari butiran keemasan yang berkilau.
Lidah Patty menggelitik telapak tangan Richie. Kemudian menjilati jari-jari kekar pria itu dengan liar. Richie tak pernah menyangka kalau liburannya akan begitu memacu adrenalin. Sapuan lidah Patty berhenti. Gadis itu berdiri dari posisi berlututnya dan melepaskan satu persatu pakaian yang dia kenakan.“Kau sempurna …” desis Richie.Patty membungkukkan badannya, seolah menyerahkan dadanya yang ketat dan indah itu kepada Richie. Bibir mereka bertemu dengan cepat. Mulut Patty basah dan panas. Sambil terus berciuman, Richie memainkan dada Patty yang begitu pas di tangannya.“Hmm …” desahan pertama lolos dari mulut Patty, gairah Richie semakin membara. Patty memejamkan matanya dalam-dalam. Jemarinya perlahan mulai merambati leher Richie yang berkeringat.Lalu, layaknya sebuah keajaiban dari liburan yang tak terduga, mendadak Patty sudah dalam posisi sempurna di atas tubuh Richie. Mereka bukan lagi hanya berciuman, gadis i
Sosok berjubah itu berlari secepat bayangan. Agak terlalu cepat untuk kondisi Richie yang sedang menahan nyeri. Richie memutuskan untuk mengabaikan sosok misterius itu. Tapi dalam hati dia akan terus mengingat sosok itu. Bisa jadi sosok itu yang telah menembak jendela rumah Patty. Satu hal yang pasti, ada banyak terror tak terduga di desa ini. Richie akhirnya berhasil mencapai karavan dengan selamat. Bergegas dia mengeluarkan koleksinya. Tiga set senjata api yang telah mengantarkannya pada prestasi sebagai pembunuh berdarah dingin. Revolver 10,2 mm, Glock 17 dan Bobcat 21A. Richie menimbang-nimbang lalu mengambil salah satunya. “Tujuh peluru saja cukup …” bisiknya seraya menyelipkan Bobcat mini ke panggulnya, berlawanan dengan lukanya. Setelah menutup semua jendela karavan, Richie membaringkan tubuhnya di ranjang yang tipis. Efek pain killer masih merambati tubuhnya. Dia membuka kemejanya, lalu berbaring terlentang di atas ranjang yang tipis. Ia menjeja
Koktail dengan ramuan cinta buatan Patty bereaksi dengan baik di tubuh Richie. Kehangatan gairah dan hasrat menyebar di sepanjang perutnya. Patty memejamkan matanya dan memiringkan kepalanya, siap menerima lebih dalam lagi percintaan dengan mulut Richie.Dalam tatapan sayu, di bawah sorot lampu jalan yang kekuningan, wajah Patty terlihat sangat menggairahkan. Richie menekankan lidahnya ke dalam mulut Patty. Gadis itu tidak melawan. Richie menarikan ujung lidahnya menyentuh bibir dalam Patty. Gerakan erotis itu membuat nafas Patty mulai berat dan cepat.“Ohh Richie …” Patty menarik bibirnya. “Kau bilang karavanmu tidak jauh dari bar?”“Kau mau menjadi mesin pemanas ruangan untuk karavanku?”“Iya …” Patty menyahut dengan mata yang terus menuntut usapan dingin bibir Richie.Richie merangkul pundak Patty layaknya sepasang kekasih. Menuntun gadis belianya itu untuk masuk ke tempat paling priv
Richie mengeram pelan dan dalam satu hujaman, membenamkan diri seutuhnya. Dia telah menempatkan berat badannya di atas Patty. Desah nafas mereka menggema dan hangat tubuh mereka menciptakan embun di jendela karavan.“Aku sudah ada di dalam dirimu. Apa kau menyukainya?” Respon Patty hanyalah mendengkeram lengan Richie. Membenamkan kuku-kuku lentiknya.“Ah, sialan! Jangan lakukan itu. Aku – belum ingin menaikkan libidoku. Aku – tidak ingin terburu-buru.”“Aku …” ucapan Patty tertahan. Richie menggerakkan pinggulnya perlahan. Sebelah tangan pria itu membimbing Patty untuk melengkungkan panggulnya ke atas dan berayun di tubuh Richie.Gerakan pria itu semakin leluasa dan gadis itu telah terbang sampai langit ke tujuh. Richie mengerang dan menumpangkan tangan di bahu Patty, lalu menaikkan badannya. Kemudian dia dengan blak-blakan berkata, “Aku akan mulai bercinta denganmu.”Patty hampir m
Patty kaku pada posisinya. Titik laser merah itu mengarah ke tengah dahinya. Keheningan yang mencekam seketika mengambil alih perasaan Patty dan juga Richie. Masih tegap pada posisinya, Patty melirik Richie dengan sudut matanya.Patty merapatkan giginya dan berbisik, “kali ini aku pasti mati.”Richie meragukan sikap skeptis Patty. Seandainya snipper itu berniat membunuh, pasti dia sudah melakukannya sejak tadi. Pembunuh macam apa yang menunggu bermenit-menit hanya untuk menembak musuh yang begitu mudah untuk ditumbangkan.Richie menggelengkan kepalanya. “Masuk. Dia tidak akan membunuhmu.”“No,” desis Patty.“Go! Trust me! (percaya sama aku)” seru Richie, mulai kehilangan kesabarannya.“No! Aku bisa mati!”Richie mengerang frustasi. Tangannya merogoh laci dan meraih bobcat-nya. Dia harus bergegas melakukan sesuatu agar gadis itu mau menurut. Di pungutnya tas yang semalam
Patty mengarahkan moncong pistol ke arah dua orang yang bersitegang. Posisi Richie memunggungi Patty. Karena itu, butuh perhitungan matang bagi seseorang yang baru memegang senjata api untuk menembak tepat sasaran. Kecuali dia memang mengincar Richie.“Patty! Aku tahu kau memegang pistol! Letakkan sekarang!” seru Richie. Matanya tetap mengawasi Matthias dan kapak pria itu.“Kenapa kau punya pistol? Ada berapa pistol yang kau miliki?” Patty bertanya dengan suara bergetar.“Oohh please, Patty! Bukan saatnya kita membahas tentang pistol. Letakkan itu sekarang juga!” Richie meneriakkan kata-kata terakhirnya.“Tidak mau! A – aku mengambilnya untuk berjaga-jaga. Tadi ada orang yang mau membunuhku.”“Shit! Kau harus tahu dulu caranya sebelum menggunakan itu! Letakkan sekarang!!” Richie kehilangan kesabarannya.Matthias tertawa kencang. “Patricia Carol? Anakku sudah lama menyuka
Mereka saling menatap ke dalam mata satu sama lain. Tatapan Richie seolah mengintimidasi Patty dengan mengatakan kepada gadis itu untuk jangan coba-coba berbohong darinya. Tetapi bukan berarti gadis itu berbohong, Richie hanya memberi peringatan. “A – aku sungguh tidak tahu dia pergi kemana. Aku juga sangat kehilangan dirinya,” ucap Patty takut-takut. “… dan setelah kepergiannya, bagaimana caranya kau dapat bertahan hidup?” tanya Richie masih pada kecurigaannya. “Bernadeth memberikan aku pekerjaan sebagai pelayan bar. Dia memberikan aku upah yang layak sehingga aku bisa membeli makanan untuk diriku.” Patty menundukkan kepalanya. “Bernadeth?” “Iya. Dia salah satu pelayan sekaligus pemilik bar itu. Suaminya seorang pelaut. Jadi dia mencari kesibukan dengan menghidupkan kembali bar yang sudah bobrok itu.” Richie menganggukkan kepalanya. Sejauh ini cerita Patty masih masuk akal dilogikanya. Meskipun begitu, ia memutuskan untuk tetap berhat
Richie dengan sengaja menjauhkan bibirnya dari dada Patty, menatap dengan nikmat maha karyanya di dada Patty yang mengilap. Dalam sekejap Richie merasa lebih muda belasan tahun. Setelah bertahun-tahun hanya menganggap bercinta sebagai sebuah aktifitas olah raga penyaluran libido, sekarang dirinya merasa bahwa percintanya dengan Patty membawanya pada sebuah sensasi yang berbeda.Richie pun kembali terangsang, bahkan lebih dari yang semalam. Mereka tenggelam dalam tatap selama beberapa detik sampai gelombang hasrat yang begitu besar melesat di sekujur tubuh keduanya. Permainan pun di mulai atas inisiatif seorang gadis kecil yang masih belajar mencengkeram dengan lembut kejantanan seorang pria.Richie menggeram. Dirinya tak bisa lagi menahan hasratnya untuk memasuki Patty. Dan setelah permainan berakhir dengan sempurna, Patty yang telah kehabisan tenaga berbaring tak bergeming di samping Richie. Matanya terpejam dan bibirnya melengkungkan senyuman.“Aahh &hel