Reynaldi yang menunggu di ruang tamu menikmati kopi yang dibuat oleh istri Nino. Sekitar lima menit kemudian, Nino dan istrinya yang bernama Aisyah keluar dari ruang lain menuju ruang tamu menemui Reynaldi dengan sabar menunggu mereka demi sebuah alamat yang sangat berarti bagi hidupnya.“Maaf terlalu lama nunggu,” ujar Nino duduk pada sofa panjang bersama istrinya Aisyah.“Nggak apa-pa.., justru saya yang tiba-tiba datang bikin terkejut keluarga di sini,” tutur Reynaldi tersenyum dengan harap-harap cemas.Sebelum Nino memulai pembicaraan, istrinya Aisyah terlebih dahulu berbicara pada Reynaldi.“Sebelumnya saya, istri dari Mas Nino mau menanyakan maksud dari Mas, mencari alamat mbak Mey. Soalnya.., kami juga takut disalahkan kalau tiba-tiba Mas ke kampung almarhum pakde dan di sana malah ribut dengan mbak Mey, kasian kalau sampai si kembar tau, apalagi mereka belom mengerti masalah mamanya,” ungkap Aisyah mewakili Nino.“Bu.., saya mau bertemu Meytha untuk minta maaf. Dan saya j
Sekitar jam 8 pagi, Reynaldi bersama sopir pribadinya, Mustapa sampai di rumah Nino. Reynaldi ke Kediri Surabaya dengan membawa dua kucing anggora untuk Bulan dan Bintang berikut kandang, makanan dan minuman serta pasir untuk kucingnya. “Mas Tomo.., hati-hati di jalan. Jangan ngebut yaa Mas. Dan tolong tetep hargai keputusan mbak Meytha. Kalau bagaimana bicarakan baik-baik saja, Mas,” tutur Nino seraya mengeluarkan kucing untuk kedua keponakannya yang dibeli oleh Reynaldi. Setelah itu mobil Alphard warna putih yang di bawa oleh Reynaldi pun berlalu dari rumah Nino menuju Surabaya lewat jalur darat memasuki tol Cikampek, Reynaldi dan sopir pribadinya Mustapa beristirahat sejenak di Rest Area. Mereka menuju restoran untuk makan dan meluruskan badan. Diperkirakan jarak tempuh menuju Kediri sekitar 17 jam 35 menit. Ditambah dengan waktu istirahat sepanjang perjalanan, diperkirakan mereka sampai sekitar jam 5 pagi, esok hari. “Rey.., udah sampai dimana?” tanya Widyawati saat putranya sa
Perasaan bahagia dan haru menyelimuti hati Reynaldi saat si kembar merindukan dirinya. Kedua anaknya punya satu bentuk ikatan batin yang kuat walaupun mereka sama sekali tidak tahu menahu kalau Reynaldi adalah Papa mereka. “Om.., kok tau kita tinggal di sini? Apa Om mau jemput Bintang sama Bulan? Soalnya dua hari lalu Bintang mimpi Om Rey jemput Bintang, tapi di rumah Papanya Keke,” ujar Bintang dengan senyum bahagia. “Kakak.., kata mama kan kita tinggal di sini. Kalau liburan kita jalan-jalan ke Jakarta. Om Rey itu cuman bawain kucing buat kita.., yaa.. kan Maa?” tanya Bulan seraya menggendong kucingnya. “Iyaa.., udah ngomong terima kasih sama Om Rey..?” tanya Meytha berusaha setenang air dan tetap mengajari putra dan putrinya tata krama. “Oh, iya.. lupa..,” Bulan tersenyum seraya menutup bibirnya dan mengatakan terima kasih pada Reynaldi begitu juga dengan Bintang. Setelah itu, Bulan dan Bintang duduk di teras rumah, seraya bermain dengan kucing yang dibawa oleh Reynaldi. Dan Mu
Meytha yang secara langsung meminta pada Reynaldi untuk pergi dari rumah itu dibantah olehnya. Lalu, Reynaldi memegang tangan Meytha dan berkata perlahan padanya, “Ada apa sih sama kamu? Apa aku salah kalau aku bertemu dengan anakku?” Meytha yang pergelangan tangannya dipegang oleh Reynaldi, berupaya melepaskan diri. Ia mencoba membuka tangan kanan Reynaldi yang memegang pergelangan tangannya dan berseru, “Lepas..! Pak Rey..., lepas tangannya!” “Aku nggak akan melepas tanganmu.., sebelum kamu bicara padaku.., apa salahku, Mey..?!” tegas Reynald, tepat di telinga Meytha. “Pak Rey.., nggak salah apa pun.., justru saya bingung., ada apa dengan Pak Rey?” tanya Meytha tetap berusaha melepaskan diri. “Mey.., tolong bicara dan kasih tau aku.., apa salahku! Atau aku akan cerita sama anak-anak kalau aku, Papanya..!” ancam Reynaldi melonggarkan cengkeraman tangannya pada pergelangan tangan Meytha. “Pak Rey..., Apa hak Bapak berbicara seperti itu disini? Tolong jangan buat keributan. Tolong
Meytha tampak diam terpaku saat Bulan akhirnya menangis karena, ia tidak juga menghubungi Reynaldi. Suara tangisan Bulan pun membuat Bintang terbangun dan langsung memandang ke arah jam yang ada di dinding kamarnya. Lalu, Bintang berjalan menuju ruang keluarga dan bertanya pada Meytha, “Kenapa Adek Bulan nangis, Maa?” Meytha terdiam, tak menjawab pertanyaan putranya dengan raut wajah kesal memandang Bulan yang suka memaksa keinginannya. Akhirnya, Bintang menghampiri Bulan dan bertanya padanya, "Napa kamu nangis, Dek?"“Kakak.., hikss.., hikss.., Mamaaa.., nggak mau telepon Om Rey... Padahal tadi Om Rey ngomongnya mau nunggu di rumah..,” tutur Bulan diantara isak tangisnya. Bintang yang mendengar penuturan dari Bulan, langsung berkata, “Adek mandi aja dulu.., juga kan belom jam lima. Sekarang aja baru jam setengah lima. Udah sana mandi, kakak juga mau mandi. Pasti, Om Rey pasti jemput kita. Ayo mandi aja dulu, biar nanti waktu Om Rey dateng kita udah siap. Ayo dek..!” “Iya Kak..,” j
Reynaldi yang tinggal di sebuah penginapan dekat rumah Meytha di daerah Pare, menghabiskan waktu dengan putra dan putrinya bermain di pusat perbelanjaan di daerah Pare Kediri. Dan biasanya, selama berada di Kediri, Reynaldi ke rumah Meytha sekitar jam 9 pagi untuk menjemput si kembar. Selain ke pusat perbelanjaan, Reynaldi juga mengajak si kembar ke beberapa daerah pariwisata yang dekat di wilayah Pare Kediri. Seperti pada hari ini, di hari kelima Reynaldi berada disana, ia meminta izin pada Meytha untuk membawa kedua anak kembarnya ke toko buku dan perpustakaan nasional. “Mey.., apa bisa kamu ikut ke toko buku? Aku mau membelikan buku pelajaran, buku tulis dan alat tulis untuk mereka,” pinta Reynaldi saat menunggu si kembar sedang bersiap-siap jalan bersamanya. “Maaf saya ngantuk.., sehabis Pak Rey bawa anak-anak jalan aja, saya mau istirahat," ungkap Meytha, usai ia pulang berjualan di pasar. “Jam berapa biasanya kamu jualan di pasar?” tanya Reynaldi, karena sudah dua hari ini, i
Di hari keenam, Reynaldi tidak dapat mengajak si kembar untuk jalan-jalan, karena pada hari ini si kembar yang akan masuk sekolah di hari Senen melakukan pengenalan sekolah. Sama seperti siswa dan siswi yang lainnya yang ke sekolah untuk melakukan piket dan kerja bakti bersama usai libur sekolah selama sepuluh hari. Karena itu, lewat pesan dari kepala sekolah, maka Bulan dan Bintang diminta masuk pula dengan pakaian bebas/tidak memakai seragam.“Mey..., Jam berapa mereka datang dari sekolah?” tanya Reynaldi saat akan menjemput kedua anaknya.“Jam dua belas. Tapi, setelah itu saya nggak bisa kasih izin dia untuk jalan-jalan. Saya mau mereka istirahat setelah kerja bakti di sekolah,” tolak Meytha atas keinginan Reynaldi.Tak lama kemudian, Wulandari keluar dari dalam dengan membawakan satu cangkir kopi untuk Reynaldi dan satu cangkir teh untuk Meytha.“Silakan diminum Nak ’Rey. Meytha, Ibu mau melayat orang meninggal. Anak-anak nanti Ibu yang jemput, soalnya rumah Mbah Tumijem yang
Usai Reynaldi pergi dari rumahnya, Meytha pun mengajak kedua anaknya ke meja makan. Mereka menikmati makan siang tanpa berbicara. Lalu, Meytha yang ingin putranya bersikap seperti biasa dengan mengobrol seperti sedia kala saat di meja makan, membuka percakapan.“Kak Bintang.., tadi gimana di sekolah yang baru? Apa teman-temannya baik-baik semua?” tanya Meytha memandang dan tersenyum pada Bintang.“Semua teman pada baik, Maa. Cuma, Bintang belom bisa ngomong pake bahasa Jawa,” keluh Bintang pada Meytha.“Bulan juga Maa.., nggak bisa ngomong pake bahasa Jawa. Tapi, teman yang tadi satu meja sama Bulan itu bisa pake bahasa Indonesia,” ucap Bulan dengan polosnya.Bintang adalah seorang anak lelaki yang selama ini sering terlambat bangun pagi, karena selalu memastikan Meytha telah tidur nyenyak usai menangis. Dan sudah beberapa kali, Bintang sering menghapus sisa air mata Meytha saat terlelap.Bintang, anak lelaki yang begitu menyayangi sang mama yang ia tahu tanpa seorang suami. Kare