Share

Kosong

Author: Enura
last update Last Updated: 2021-09-22 19:52:00

“Itu tidak mungkin,” ucapku menutup panggilan dengan tubuh gemetar seakan tidak percaya dengan kabar .

Mata yang tadinya bisa melihat dengan jelas, kini kabur seakan-akan tidak ingin melihat apapun lagi. Tubuhku terasa lemas seketika setelah mendengar kabar mengerikan itu. Telinga yang tadinya baik-baik saja, kini terus menggema keras tanda penolakan akan kebenaran yang telah ku dengar.

***

Aku melangkah perlahan ketika tiba di rumah sakit. Bahkan ketika aku sadar, seharusnya berlari dan menjerit sekuat tenaga pada momen ini, bukanlah sesuatu yang berguna lagi untukku. Seakan-akan aku sudah tidak memiliki harapan apapun lagi.

“Caramel, apakah kamu baik-baik saja?” tanya perawat Mira berdiri di depan sebuah ruangan kaca sembari menatapku sedu.

“Di mana Bibi?” tanyaku perlahan mengangkat kepala dengan tetesan air mata yang masih bergelinang deras di kedua pipiku.

“Masuklah,” jawab perawat Mira membukakan pintu lebar-lebar untukku, kemudian mengikutiku dari belakang dengan berhati-hati.

Ruangan dingin ini, seakan-akan membuatku tercekik tepat saat melihat perempuan terkuat di dunia terkapar pucat tak bernyawa. Aku melangkah dengan seluruh tenagaku mendekati ranjang tosca itu.

Perlahan aku menyikap kain yang menutupi wajah elok yang selalu menjadi semangat hidup untukku selama ini. Mulutku kini membisu, berusaha menahan jeritan keras yang sudah lebih dahulu meledak di dalam hatiku.

“Bibi, ayo pulang. Mengapa Bibi tidur di ruangan dingin ini. Caramel sudah membelikan buah Pir kesukaan Bibi,” ucapku memegang erat tangan bibi yang dingin dan berusaha tetap tersenyum walaupun rasanya seperti tercekik oleh kenyataan pahit.

Mendengar ucapanku kepada bibi, dokter dan perawat Mira menangis tersedu-sedu melihatku melakukan hal yang bahkan tidak terbayangkan sebelumnya. Semua tangisan yang ku tahan dalam-dalam, semata-mata agar kepergian bibi tidak terhenti karena keegoisanku.

***

“Amin….” Pemakaman bibi dilangsungkan beberapa jam setelah semua prosesi selesai. Begitu semua orang meninggalkan are pemakaman, luka yang ku pendam kini siap untuk meledak. Aku menangis sejadi-jadinya sembari menggenggam gumpalan tanah, yang menutupi tubuh wanita bak malaikat yang selama ini ku kenal.

“Maafkan aku, Bi. Aku belum menjadi Caramel seperti keinginan Bibi,” teriakku menangis memeluk makam bibi yang masih menggunduk dengan taburan bunga di atasnya.

“Caramel, sabar. Bibi pasti akan selalu di sisimu. Lapangkanlah hatimu,” ucap perawat Mira memelukku erat-erat sembari berusaha menguatkanku yang mulai kehilangan kendali dalam jeritan penyesalan itu.

Malam ini mungkin akan menjadi malam yang panjang untukku. Dunia memang tidak sebaik itu kepadaku, bahkan sejak usiaku 8 tahun. Dunia terlalu pemilih kepada semua insan yang pantas untuk dipilih dan bertahan di dalamnya.

***

Pukul 23.40, aku berjalan menuju apartemen Riko setelah berpisah dengan perawat Mira. Kini tubuhku yang masih terguncang, berusaha menghubungi pria yang selalu mendukungku selama ini. Namun, entah mengapa kali ini aku sama sekali tidak bisa menghubunginya.

“Aku tahu saat ini Bibi sedang mengawasiku,” ucapku mendongakkan kepala sembari melihat gemerlap bintang yang bertaburan di langit. Kata dari buku dongeng itu, seakan-akan menyejukkan hatiku saat aku yakin bahwa bibi terus mengawasiku, selamanya.

Tingtong… tingtong… tingtong…

Riko adalah kekasihku. Kami sudah menjalin hubungan ini sejak aku lulus SMA hingga saat ini. Dia adalah alasanku bekerja keras dan terus berusaha untuk membantunya lolos tes CPNS. Karena aku ingin dia fokus dengan tes itu, aku tidak ragu untuk menunjang biaya Pendidikan sekaligus hidupnya selama ini.

“Apakah dia tertidur?” tanyaku berulang kali membunyikan bel apartemen Riko. Kini, aku hanya ingin bersamanya dan menceritakan kejadian pilu yang menimpaku beberapa waktu lalu. Karena dia adalah harapan terakhirku bertahan di dunia yang keji ini.

Tingtong… tingtong… tingtong…

“Siapa ya?” tanya seseorang di balik pintu. Suara itu terdengar asing bagiku, aku bahkan tidak mengenali suara itu ada sebelumnya di lingkungan apartemen ini.

“Riko, ini aku Caramel,” jawabku berusaha tersenyum ketika pintu itu terbuka dan seorang wanita berbalut selimut putih keluar menyambutku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • CARAMEL CHOICE   Teman Masa Kecilku

    “Dia adalah sekretarisku, aku akan membawanya,” ucap Ravi dengan kuat meraihku dan membawaku pergi.Dengan tubuh yang masih gemetar, sepucuk ingatan lamaku muncul. Rasanya seperti mengalami de javu. Aku ingat, Ravi pernah berjalan bersamaku seperti ini sebelumnya.“Permisi,” ucapku kemudian berhenti ketika hendak masuk kedalam lift.“Jangan berbicara. Ikutlah denganku,” perintah Ravi kemudian melangkah maju ketika pintu lift terbuka.Pada awalnya, ku kira dia hanya ingin membawaku pergi ke unit kesehatan. Namun ternyata, dia membawaku pergi dengan mobil hitamnya. Karena parkiran mobil berada di basecamp, suara petir hampir tidak terdengar.Aku mengencangkan sabuk pengaman dan perlahan menarik napas dalam-dalam. “Ku mohon, Caramel. Tenanglah.” Aku sudah berlatih, mengucapkan kalimat itu berulang kali sejak terakhir bereaksi histe

  • CARAMEL CHOICE   SEBUAH FOTO

    Aku tidak menyangka akan bertemu kembali dengan pria kripik seblak di swalayan itu. Mungkin rasa kesalku masih tersa sampai sekarang, karena pria itu mengambil jatah kripik seblak pertama yang seharusnya jadi milikku.“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya pria itu sembari makan beberapa kripik seblak di tangannya.“A-ku, sedang bekerja. Bagaimana denganmu paman? Kenapa kamu ada di perusahaan besar ini?” tanyaku mengumpulkan kepercayaan diri bahwa telah di terima di perusahaan ini.“Aku bekerja di perusahaan besar ini. Dan satu lagi, aku tidak mengambil keripik seblak milikmu, tapi aku membelinya karena kamu mengizinkanku, oke,” jelas pria itu sembari membenarkan kacamatanya.“Baiklah, paman. Tapi, bisakah kamu membagi keripik itu. Aku, belum sarapan pagi ini. Karena mereka menyuruhku untuk datang pagi sekali. Aku akan menunggumu di ruangan kepala departemen pemasaran, oke,” pintaku kemudian be

  • CARAMEL CHOICE   Berpapasan

    Entah mengapa, tetapi suara-suara itu terus mengangguku. Semakin aku ingin tahu, dari mana asal suara itu, mereka justru terus berdatangan dan membuatku bingung. Hingga akhirnya, aku kembali ke fase trauma psikologi ini.“Caramel…,” teriak Bisma ketika aku pingsan di pangkuannya.Tanpa bertanya lagi, Bisma menggendongku dan segera membawaku ke ruang Kesehatan perusahaan ini. Dokter perusahaan memeriksa kondisiku, dengan catatan yang Bisma katakana, bahwa aku sering mengalami hal ini.45 menit kemudian, aku tersadar dan mulai membuka mata. Aroma ini, sangatlah nyaman, berbeda dengan ruang Kesehatan lainnya. Jari jemariku perlahan bergerak, bersamaan dengan terbukanya kedua kelopak mataku.Seseorang dengan jas dokter kemudian menghampiriku. Begitu juga dengan Bisma yang tersenyum lebar melihatku siuman.“Caramel, bagaimana keadaanmu?” tanya Bisma meme

  • CARAMEL CHOICE   Rasa Khawatir

    Rasa syukur mungkin terus terungkapkan ketika matahari mulai muncul. Semua orang menyatukan kedua telapak tangan sembari tersenyum, atau bahkan menangis untuk memuji Tuhan.Sama seperti semua orang, aku menjalani pagi ini dengan berdoa kepada Tuhan seraya menyerahkan semua hasil yang akan ku dapatkan hari ini kepadanya. Berjalan melalui lobi kantor ini, membuatku sedikit gugup sekaligus Bahagia.“Baiklah, kita akan mulai interview untuk gelombang pertama. Bagi nomor urut 1 sampai 5, silakan ikut saya,” ucap seorang wanita dengan tubuh langsing dan setelan yang terlihat cocok untuknya.“25.” Aku melihat nomor yang ada pada id card kemudian menghela napas. Ini adalah kesempatan emas bagiku, untuk mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan terbesar se Asia.Kring…kring…kring…“Ada apa menelponku pagi-pagi seper

  • CARAMEL CHOICE   Aroma Kenyamanan

    Tanpa menggubris pria itu, aku pun pergi dengan keadaan kesal dan memutuskan untuk meminjam buku itu dan membacanya di rumah. Tepat ketika aku berdiri di depan mesin minuman kaleng, seseorang kembali membuatku kesal.Kling…“Kamu lagi? Apa kamu tidak bisa mengantre?” tanyaku kesal kemudian menatapnya.Dia tidak menjawab petanyaanku dan meneruskan perbuatan menyebalkannya. Ketika minuman itu sudah turun dari mesin, dia kemudian mengambilnya dan memberikannya kepadaku.“Apa maksudmu memberi minuman ini?” tanyaku terkejut saat dia menyodorkan minuman itu.“Minumlah, ini akan meredakan rasa kesalmu,” jawabnya kemudian tersenyum.“Astaga, kenapa kamu juga tersenyum? Kamu membuatku takut,” ucapku mundur beberapa langkah setelah menerima minuman itu.“Aku Ravi,” ucapnya kemudian menyodorkan tangan untuk bersalam

  • CARAMEL CHOICE   Pria Baik vs Pria Arogan

    Aku pergi ke dapur untuk memasak beberapa makanan. Karena hari semakin larut, aku mempercepat tanganku dan segera menyelesaikan masakan itu. Namun, terdengar suara barang pecah yang membuatku terkejut.Prakkk…“Bisma, ada apa? Aku mendengar suara pecahan barang,” tanyaku menghampiri Bisma yang mulai membersihkan pecahan barang itu.“Maafkan aku, aku tidak sengaja memecahkan album foto ini,” jawab Bisma meminta maaf sembari memberikan album berisi foto pertama saat bibi menemukanku.“Lupakanlah, makanan hampir siap. Sebaiknya kamu pergi dan duduk di meja makan, oke,” balasku tersenyum kepadanya dan segera mengambil sapu untuk membersihkan bekas pecahan itu.Ketika makanan siap, aku memberi posi sup yang cukup besar kepada Bisma untuk mengisi ruang kosong yang menyebabkan bunyi menganggu itu. Tentu saja, kali ini dia bahkan tidak bisa berdiri karena kekenyan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status