Marisa masuk ke dalam villa dengan ditemani oleh Bi Inah, istri Mang Ahmad si penjaga villa. Bi Inah memberikan Marisa handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya yang basah."Ini handuknya, Neng." kata Bi Inah."Terimakasih, Bi." Marisa mengambil handuk itu lalu segera mengeringkan rambutnya."Angetin dulu badannya. Di meja makan udah Bibi siapin minuman hangat.""Iya, Bi.""Kalau begitu, Bibi pamit dulu. Sudah malam. Kalau ada perlu apa-apa, panggil aja Bibi di paviliun belakang, ya?""Lho, Bibi di paviliun belakang? Saya sama siapa disini?""Kan Neng sama suaminya! Masa Bibi ganggu?! Takutnya mau bulan madu atau apa gitu. Hik hik hik! Cuaca mendukung, Neng! Dingin dan hujan deras!" goda Bi Inah yang mengira kalau Marisa adalah istri dari Indra. Memang biasanya villa keluarga milik Pak Mahmud itu di sewakan pada pasangan suami istri baru.Wajah Marisa memerah. Belum sempat dia menerangkan bahwa dia bukanlah istri Indra, sang CEO itu sudah muncul di ruangan bersama Mang Ahmad."Bu, hay
Metting hari itu ditutup dengan makan malam bersama di sebuah restoran sederhana yang berada di ujung desa Neglasari dan di ikuti seluruh orang yang terlibat dalam pembangunan perumahan Perdana Enterprise.Kali ini Marisa makan dengan sikap yang anggun dan beretika. Bahkan Henry Adiputra terus menatap Marisa dengan sorot mata yang tidak bisa menyembunyikan ketertarikannya.Beberapa kali Marisa dan Henry bertemu pandang dan saling melemparkan senyuman. Membuat Indra menjadi kesal sendiri dan malah berpikir ada baiknya kalau saat ini Marisa makan dengan cara kampungan seperti siang tadi!Selesai makan malam itu, semuanya pun berpisah dan kembali ke kediaman masing-masing, kecuali Henry yang memang berasal dari Jakarta. Pria itu masih duduk-duduk santai sambil mengopi bersama Indra. Sementara Marisa sedang pergi ke mushola untuk menunaikan shalat.Indra yang memang tidak suka dari awal pertemuan sore tadi dengan Henry memutuskan untuk segera pergi dari restoran itu bersama Marisa. Maka I
Marisa dan Indra sampai di Sumedang sekitar pukul 2 siang. Daerah yang mereka kunjungi masih berupa pedesaan yang memiliki banyak lahan pertanian dan perkebunan. Jalan aspal yang sudah berlubang disana sini dan hanya bisa di lewati kendaraan kecil.Marisa dan Indra memasuki kawasan yang akan di bangun perumahan nantinya. Masih berupa tanah luas yang kosong dan berbatu. Ada satu bangunan berbentuk rumah tinggal yang nantinya akan menjadi kantor pemasaran."Luas sekali, Pak..." ucap Marisa kagum."Tentu! Saya mengeluarkan puluhan miliar untuk pembebasan lahan ini!" kata Indra bangga."Berapa rumah yang akan di bangun disini?""Mulanya saya menargetkan lima puluh unit rumah. Kalau berkembang, kita akan membangun lebih banyak lagi!""Hebat! Saya kagum sekali pada Bapak!"Indra tersenyum manis. Baru kali ini Marisa melihat senyuman yang tulus dari seorang Indra Perdana. Mau tak mau Marisa terpukau juga.Indra memarkirkan mobilnya di depan bangunan yang merupakan bakal kantor pemasaran. Rup
Indra sekilas memperhatikan bagaimana Marisa makan dengan lahap seolah tidak ada siapapun di sekitarnya. Setiap suapannya begitu besar, dan bunyi berdecak terdengar dari mulutnya setiap Marisa mengunyah.Indra bergidik sendiri. "Gadis ini begitu kampungan! Tidak ada malu-malunya sama sekali padaku! Dasar norak! Mana bisa seorang gadis seperti ini masuk dalam keluarga Perdana?! Andro tidak pantas memiliki pacar apalagi istri seperti ini! Dia tidak akan bisa membawa nama besar keluarga ku!""Dia memang hanya pantas menjadi obat dingin ku selama di Sumedang nanti!" fikir Indra.Tepat saat Indra berfikir seperti itu, Marisa mendongak dan mata mereka bertatapan. Marisa melihat bagaimana Indra menatapnya dengan sorot mata kurang suka."Ada apa, Pak?" tanya Marisa."Kamu ini kampungan sekali! Melahap seperti orang yang sudah seminggu tidak bertemu makanan!" rutuk Indra."Maafkan saya, Pak. Saya lapar, hehe.""Awas kamu nanti kalau makan seperti itu di acara jamuan makan bersama klien bisnis
Wajah Marisa pucat pasi mendengar perkataan Indra kalau dia tidak boleh menampakan diri di Perdana Enterprise lagi, dan itu artinya Marisa di pecat! Di pecat sama dengan tidak ada rekomendasi dari Perdana Enterprise, dan itu artinya Marisa tidak akan lulus tahun ini!"Tidak, Pak Indra! Jangan!" sergah Marisa."Kalau kamu tidak mau pergi dari sini lebih awal dari semestinya, kamu ikut saya sekarang juga!" bentak Indra Perdana dan melangkah pergi lebih dahulu."Baik, Pak!" Marisa tidak punya pilihan lain lagi selain ikut Indra ke Sumedang sekarang juga. Diraihnya laptop dan berkas-berkas penting yang ada di atas meja kerjanya dengan tergesa-gesa dan segera mengikuti langkah Indra.Indra masuk lift lebih dahulu, Marisa berhasil menyusul dan ikut masuk ke dalam lift dengan bawaan yang sangat banyak. Belum lagi tas ransel di punggungnya.Pemandangan yang kontras saat mereka berdua keluar dari dalam lift, dimana seorang pria berjalan lebih dahulu di depan dengan langkah tegas dan dada membu
Marisa sampai di kantor Perdana Enterprise pukul 6 pagi. Indra belum ada diruangannya. Marisa segera menyiapkan semua berkas yang diperlukan untuk metting di Sumedang nanti. Mumpung Indra belum datang, jadi Marisa bisa membereskan semuanya dengan tenang.Tok! Tok! Tok!Terdengar ketukan pintu."Masuk," kata Marisa.Pintu ruangan pun terbuka, dan muncullah seorang wanita yang sedikit lebih dewasa dari Marisa yang memiliki penampilan berani, kalau tidak mau dibilang seksi. Baju kerjanya begitu ketat, serta rok span selutut yang juga ketat dan memiliki belahan yang tinggi di sisi kiri kanannya. Belum lagi riasan wajahnya yang mencolok."Hai, Marisa! Aku Kayla." kata wanita itu dengan nada ramah yang di buat-buat."Hai, ada yang bisa saya bantu?"Kayla memasuki ruangan CEO dan mendekati Marisa dengan tatapan yang seperti hendak menelanjangi Marisa. Sikapnya jelas tidak bersahabat."Aku dengar kamu akan pergi menemani Pak Indra hari ini ke luar kota untuk mengurus proyek pembangunan peruma