Laki-laki itu memandang gadis yang sedang menatapnya bingung. Segera memperkenalkan diri. "Saya Satria, kamu namanya siapa?"Gadis yang ditanya bukannya menjawab malah diam saja. Satria kembali bertanya pada gadis itu. "Boleh saya tahu siapa namamu?"Kali ini pertanyaan Satria dijawab, "Nara ...."Jawaban yang singkat. Satria tidak mempermasalahkannya. Dia pikir mungkin Nara ini baru saja sadar dari komanya sehingga masih linglung. Kemudian Satria pun memanggil suster untuk memberitahukan soal Nara yang siuman.Tidak sampai lima menit, Satria kembali lagi bersama dengan suster dan juga dokter yang kebetulan sedang berada bersama suster saat Satria mencarinya.Satria membiarkan dokter mengecek keadaan Nara tanpa berniat menyela ataupun menganggunya. Kemudian setelah selesai, Satria baru menanyakan keadaannya."Bagaimana kondisinya, Dok?" tanya Satria."Kondisi sudah membaik tapi masih belum stabil," jawab dokter tersebut.Setelah itu dokter dan suster itu pergi meninggalkan ruangan. Se
Bukan Ervan saja yang berekspresi terkejut seperti itu, Agas juga menampilkan keterkejutan yang sama di wajahnya. Sama sekali tidak mengira kalau adiknya akan mengatakan hal itu."Apa maksud lo apa sih, Nad?" tanya Ervan merasa heran."Seperti yang tadi gue bilang. Ayo kita pacaran aja," jawab Nadia tanpa merasa kalau dirinya melakukan hal salah.Ervan mengerutkan dahi sambil memijatnya karena pusing dengan kelakuan Nadia. Sementara Agas juga sama tidak tahannya seperti Ervan dengan tingkah Nadia."Nadia, jangan becanda deh," ujar Agas menegur adiknya itu.Namun Nadia sama sekali tidak peduli dan tampak sangat percaya diri. "Bukannya lo bilang terganggu sama cewek itu? Solusinya lo tunjukin ke dia kalau lo udah punya cewek dengan begitu dia gak bakal gangguin lo lagi."Ervan memandang Nadia dengan cengo. Tidak habis pikir pada Nadia yang mengusulkan ide seperti itu.Tapi setelah dipikir-pikir lagi, Ervan merasa ide Nadia cukup bagus juga. Ketika menyadari pikirannya itu, Ervan buru-bu
Satria tersentak ketika mendengar seseorang berteriak padanya dan refleks menoleh ke sumber suara, lalu mendapati seorang wanita sedang memandangnya dengan berkacak pinggang."Mbak Risa?" ujar Satria dengan kaget.Perempuan di hadapannya sekarang, tidak lain merupakan kakak sepupu Satria dari pihak ayah. Namanya Risa Nadira, yang dua tahun lebih tua darinya."Siapa dia, Satria?" tanya Risa dengan wajah serius. "Kenapa kamu bisa berurusan sama orang tidak waras seperti dia?!"Pupil mata Satria sedikit melebar. Dia tidak menyangka kakak sepupu tahu soal Nara. Padahal Satria tidak pernah menceritakan kepada siapapun soal Nara. Bahkan pada kedua orang tuanya sendiri.Jadi tidak heran kalau sekarang Satria merasa bingung kenapa kakak sepupunya bisa tahu. Satria memijat dahinya yang terasa pusing. Baru saja dia akan menberikan tanggapan, tiba-tiba Nara berteriak pada Risa dengan mata melotot. "Gue enggak gila! Lo aja yang gila!"Risa yang diteriaki gila oleh orang yang dianggapnya gila, ten
Satria tidak langsung pulang dulu. Dia menunggu kondisi Nara tenang. Baru dia berani meninggalkannya.Satria kembali ke rumah sesuai perintah ibunya. Saat memasuki rumahnya, dia melihat ibunya sedang duduk di ruang tamu bersama dengan Risa. Melihat kehadiran sepupunya, Satria memiliki firasat kalau Risa telah mengadu pada ibunya."Duduk dulu, Satria," kata ibunya.Tanpa bicara, Satria menurutinya dan duduk di hadapan ibunya. Meskipun dia punya tebakan apa yang ingin dibicarakan oleh sang ibu, Satria tetap tenang dan membiarkan ibunya bicara lebih dulu. Kehadiran Risa tidak Satria pedulikan, bahkan dia pun tidak melirik ke arah sepupunya seolah menganggap Risa tidak ada."Kata Risa, kamu punya hubungan dengan perempuan asing yang sedang terganggu kejiwaannya?" tanya ibunya Satria langsung ke pokok pembicaraan.Tanpa mengelak, Satria mengangguk membenarkan. Satria melirik ibunya untuk melihat ekspresinya. Ternyata tidak semarah yang dia kira. Ibunya tampak tenang dan tidak meledak-mele
Satria langsung pamit pada ibunya kemudian kembali ke rumah sakit. Sepanjang jalan Satria tidak bisa berhenti merasa khawatir dan berharap kalau tidak akan terjadi apa-apa pada Nara.Setelah sampai di rumah sakit, Satria diberitahu kalau Nara telah ditemukan di rooftop rumah sakit. Satria akhirnya bisa bernapas lega."Gimana kondisi Nara, suster?" tanya Satria pada seorang suster yang sedang mengganti infus Nara ketika Satria tiba di ruang rawat Nara."Sudah stabil, Mas."Satria berbincang-bincang sebentar sebentar dengan suster itu sebelum akhirnya ditinggal berdua dengan Nara karena suster itu kembali melanjutkan pekerjaannya."Cepat sembuh, Nara," gumam Satria sambil menatap wajah tertidur Nara.~~~"Jadi ...?" Agas bertanya dengan muka takjub. "Lo pacaran sama adek gue?"Ervan sedikit grogi melihat tatapan dari Agas. Dengan suara terbata-bata, dia membalasnya, "Cuma pura-pura.""Pura-pura?" kata Agas dengan alis bertautan. "Maksudnya lo mau main-main sama adek gue?"Ervan langsung
Teriakan Nara membangunkan Satria dari tidurnya. Dia pikir teriakan itu hanya berasal dari mimpinya. Nyatanya bukan.Apa yang membuat Nara berteriak bukan karena mengalami mimpi buruk melainkan karena kehadiran seorang perempuan yang sangat Satria kenal.Mantan pacar Satria yang sempat disebut oleh Risa, yaitu Riska."Kenapa lo ada di sini, Riska?" tanya Satria dengan bingung.Riska yang sedang memegang bantal sontak menoleh ke arah Satria yang telah terbangun. Untuk sesaat dia tidak bisa mengatakan apapun."Gue ...." Riska tampak sangat gugup dan tidak berani bicara.Sementara itu Nara tidak mempedulikan suasana hati Riska sama sekali. Dia dengan langsung memarahi Satria sebagai pelampiasan kekesalannya pada Riska."Dasar pembohong! Bukannya sebelumnya kamu sudah janji gak akan bawa orang jahat lagi kesini?" ujar Nara dengan tatapan menuduh pada Satria."Kemarin sudah gak ke sini, sekarang kamu bawa orang jahat lain?"Kali ini Riska yang terkejut. "Orang jahat apa?! Gue bukan orang ja
"Agas ...." Dua orang yang ada di hadapannya tampak panik setelah dipergoki oleh Agas sedang berciuman."Ini ... Gue ... Eh, itu ...." Ervan mencoba menjelaskan tapi karena terlalu panik, dia tidak bisa mengatakannya dengan jelas.Sementara ekspresi Agas sudah dingin sejak tadi. Mungkin ini pula yang membuat Ervan kehilangan ketenangannya. Sedangkan Nadia sama sekali tidak merasa ada yang salah dengan apa yang baru saja dia lakukan. "Biasa aja kali kak. Kayak gak pernah ciuman aja," celetuk Nadia dengan santai.Wajah Agas jadi semakin gelap mendengar ucapan Nadia yang terkesan tidak peduli. Tanpa kata, dia membawa putranya pergi karena merasa tidak perlu berbicara lebih lanjut padanya.Namun Ervan justru menjadi panik karenanya. Dia mengabaikan Nadia dan berjalan mengejar Agas."Tunggu dulu, Gas. Gue bisa jelasin ...."Sementara Bima yang sedang digendong oleh ayahnya tampak bingung dengan suasana aneh yang sedang terjadi. Dengan penuh minat, dia menatap bolak-balik antara ayahnya d
"Permisi, Pak. Saya dari kantin, datang untuk mengantar makan siang bapak." Nara berbicara seperti itu sambil melihat ke arah seseorang yang duduk di balik meja Ceo.Alangkah terkejutnya Nara ketika menyadari orang yang berada di hadapannya itu adalah teman yang dia kenal sewaktu SMP. Sepertinya bukan Nara saja yang terkejut, pria itu pun sama-sama menunjukkan ekspresi terkejut walau hanya sebentar saat memandang Nara.Pantas saja namanya sama karena memang ternyata orang yang sama. Agas Pratama, ketua OSIS se-angkatan dengan Nara. Saat itu pun Nara kebetulan menjabat sebagai wakil OSIS-nya.Agas ini memiliki wajah yang tampan namun sayang ekspresinya selalu datar seperti papan tulis.Dulu Nara sempat naksir dengan Agas. Alasannya cukup klise. Karena tampan. Meski jarang senyum tapi justru tetap cool di mata para siswi sewaktu itu termasuk di mata Nara. Namun kemudian ada kejadian yang membuat perasaan Nara pada Agas berubah dari suka diam-diam menjadi jengkel setiap melihatnya.Hal i