Tadinya gw pikir gw baru akan bangun setelah 1000 tahun setelah seorang puteri mencium gw, tapi baru setengah jam gw terlelap (itupun sudah dengan susah payah) ternyata suara berisik dari luar berhasil membuat gw terjaga. Pengapnya kamar juga membuat gw sesak bernapas. Maka gw putuskan segera keluar dan duduk di tembok balkon dengan rambut dan wajah masih acak-acakan. Candra sedang duduk di depan pintu kamarnya, dan Pak Haji sedang berbincang bersama seorang pria di depan pintu kamar nomor 20, kamar kosong yang ditinggalkan oleh pasangan suami istri yang dulu menghuninya.Nampaknya pria itu akan jadi penghuni baru di kosan ini. Pria berambut ikal dengan kumis dan jenggot lebat serta berkacamata. Hampir sebagian wajahnya tertutup rambut-rambut dari kedua jambangnya.
“Siapa tuh dol?” tanya gw ke Candra yang berjalan mendekat
“orang baru,” katanya seraya duduk di sebelah gw, “gantiin Mas Harja”
“ah, tapi tetep aja bakal sepi
Gw tetap terjaga sampai malam tiba dan seperti malam-malam sebelumnya, malam minggu ini gw cuma duduk di balkon sambil bermain gitar. Candra tadi sempat mengajak bermain PS tapi gw akui gw nggak ahli dalam bermain game seperti itu. Candra sudah tenggelam di depan layar tivinya beberapa saat setelah maghrib. Malem ini suasana kosan terbilang ramai. Dua kamar yang nyaris selalu kosong karena penghuninya lembur, sekarang terbuka lebar dengan alunan lagu-lagu remix terdengar nyaring dari salah satunya. Sedang asyik bernyanyi terdengar suara langkah kaki menaiki tangga. Dan sesuai dugaan gw, Anna muncul dari tangga. Dia tersenyum begitu melihat gw. Tapi jujur saja gw masih kesal soal tadi pagi.“Malem minggu nggak ngapel Ri?” tanyanya dengan nada riang.Gw sengaja acuh dengan pertanyaannya, gw berpura-pura menyibukkan diri dengan nyanyian.“Hallooo..........” dia todongkan wajah di depan wajah gw dengan jarak yang sangat dekat, “ada oran
Minggu pagi yang dingin gw terbangun saat langit di luar nampak sedikit menghitam tertutup awan hujan. Ah, senangnya gw karena pagi ini gw nggak direcoki cewek aneh si Anna. Gw lihat jam dinding menunjukkan pukul setengah sebelas. Cukup siang tapi karena mendung jadi saat ini nampak seperti masih jam delapan pagi. Gw menggeliat dengan malasnya sambil memikirkan menu apa yang enak buat sarapan sekaligus makan siang kali ini. Gw duduk di tepi kasur dan masih dengan nyawa yang baru setengah kumpul gw duduk melamun. Sampai sebuah suara dari kamar mandi mengagetkan gw. Gw diam, mencoba memperhatikan dengan saksama. Ada seseorang yang sedang bersenandung dari dalam kamar mandi kecil itu. Suara wanita! “Siang-siang kok ada setan?” gw dalam hati “apa si Candra yah? Ah, sejak kapan suara si dodol mirip suara cewek??” Gw lebih lekat lagi mendengarkan. “Jangan-jangan Anna?” batin gw lagi. “Tapi sejak kapan suara Anna kayak suara cewek?? Eh, dia kan ema
“Kalo lagi sama loe, kayak sekarang ini. Gw nggak bete” jawabnya“Tadi lo bilang lo ke sini kalo lagi bete, berarti sekarang juga lo lagi bete dunk?” tanya gue heran“Yeeeey……….. bukan gitu maksud gw. Pertanyaan tadi nggak ada hubungannya sama itu” jelasnya.Gw tertawa, benar juga kata Anna sekedar duduk-duduk di sini memang menyenangkan. Gw mulai suka tempat ini. Selain pengunjung atau pejalan kaki yang beristirahat, ada juga pedagang-pedagang mainan anak kecil serta aksesoris sederhana semacam itu di sekitar alun-alun ini. Kalau hari biasa, gw yakin pasti jam segini dipenuhi dengan anak-anak sekolah yang baru balik. Ada beberapa gedung sekolah di sekitar sini.“Eh, lo mau liat monyet-monyet itu nggak?” tanya Anna membuyarkan lamunan gw, dia menunjuk deretan kandang besi di sisi timur“Tiap hari gw liat wajah gw di kaca, itu udah cukup kok” jawab gue malas&ldq
Sore ini hujan bener-bener turun dengan derasnya. Bahkan sampai di kosan pun hujan masih saja mengguyur bumi, jadi terpaksa deh gw dan Anna basah-basahan berlari menembus hujan. Gw menggigil hebat, tapi ketika gw teringat jemuran gw di atas seketika gigilan itu menghilang dan berganti dengan pekik tertahan dari mulut gw. Bergegas gw ke atas, tapi di sana sudah tidak ada apa-apa selain kawat jemuran yang basah.“Dol, lo tau jemuran seragam gw di atas nggak?” tanya gw ke Candra sekembalinya gw dari atas.Candra sedang main Play Station sambil berselimut sarungnya.“Udah gw angkatin, ada di kamar lo” jawabnya tanpa mengalihkan pandangan dari tivi.Gw mendesah lega. Buru-buru gw cek ke kamar dan tumpukan seragam menyambut gw di atas kasur. Ah, beruntung sekali gw punya temen macem Candra. Thanks guys.. Segera saja gw mandi dan berganti pakaian dengan setelan pakaian hangat. Selesai mandi, gw menyeduh teh hangat dan bersembunyi di balik
Gw terjaga dari tidur gw, kepala gw terasa sangat sakit di sebelah kiri. Secara refleks gw pegangi pelipis sambil mengernyitkan dahi menahan sakit yang menurut gw nggak wajar ini. Baru kali ini gw merasakan pening yang sangat menusuk. Wajah dan leher gw berkeringat padahal saat itu baru saja selesai hujan dan masih terasa dingin. Dengan susah payah gw berhasil mengambil obat yang tadi sempat dibelikan Candra, dan langsung meminumnya. Gw mencoba bangun dan pandangan gw langsung dipenuhi kunang-kunang yang berseliweran di sekitar kepala gw. Dan makin parahnya setelah gw bangun justru gw merasa mual. Gw pengen muntah! Buru-buru gw berlari ke kamar mandi dan memuntahkan sebagian isi perut gw di sana. Setelah membersihkan lantai gw kembali ke kamar, sedikit sempoyongan gw berusaha mencapai tempat tidur. Aneh, badan gw nggak panas kok. Gw coba pegangi kening dan leher, normal.“Lo kenapa Ri?” Anna tiba-tiba masuk dan menghampiri gw“gw denger suara kayak or
Rasanya seperti beban yang menindih tubuh gw lenyap begitu saja setelah dikerok. Ternyata nggak begitu sakit kalau pake balsem yang dingin. Badan gw serasa enteng, nggak seperti sebelum ini. Gw rebahan lagi di kasur dengan posisi telungkup.“Lo nggak tidur?” tanya gw ke Anna“bentaran ah, tangan gw kesemutan euy abis ngerok lo....” kata dia“si Candra mana? Tadi siapa yang menang maen caturnya?” tanya gue“gw dong yang menang...........” Anna nyengir lebar, “Candra nggak sebaik lo maennya. Gw belum nemuin lawan yang tangguh nih!” katanya dengan bangga“belagu lo, liat aja besok gw kalahin lo” kata gw“ooh, boleh! dengan senang hati,” Anna tersenyum merendahkan gw“Oke, besok yaa....” tantang gw“oke! sapa takut...................” jawab Anna lagi.Anna menggeliatkan badannya. Dia sedikit menggeser posisi duduknya d
Sejak Anna membeli catur mini itu, kami jadi punya hobi baru. Setiap jam pulang kerja Anna pasti sudah menunggu di balkon dengan pion catur yang sudah ditata sesuai petaknya. Kalau sudah begitu kami bisalupa waktu. Kadang sampe lupa makan, jam sembilan malam masih mengenakan seragam kerja.Makanya gw sering beli nasi dulu sebelum balik biar maen caturnya bisa sambil makan. Dan harusdiakui, Anna memang lawan main yang tangguh. Pernah gw kalah telak 6-0 dalam semalam. Alhasil gw harus menerima muka gw belepotan bedak sementara kuping gw panas terbakar ejekan Anna."Magnetnya rusak tuh, jadi geser sendiri pionnya," itu kalimat yang biasa diucapkan Anna tiap dia dapet skak mat."Kok bisa yah? Padahal gw nggak niat kesitu lho," dan ucapan sok polos ini juga sering diucapkannya.Well, nilai penting yang didapat adalah bahwa gw bisa mengalihkan perhatian gw dari Echi. Rasanya sebelum ini gw nyaris frustasi karena selalu dihantui perasaan bersalah tentang Echi. Meskipun
"Apa sih yang lo rasain," kata gw, "waktu lo ngelakuin itu semua? Nusukin jarum kayak gitu, apa itu nggak sakit?"Anna duduk di sebelah gw di kamar yang berpencahayaan redup. Tangan kanannya memeluk lutut sementara tangan kirinya terkulai dengan tujuh lembar plester menutupi bekas tusukan jarum. Dia menatap gw sejenak lalu menjawab."Mungkin buat lo aneh, tapi gw butuh ini Ri..." katanya tanpa mengalihkan matanya dari mata gw.Hati gw mencelos mendengar jawaban yang terlontar dari mulutnya. Seperti ada sebongkah es meluncur dan meliuk-liuk dalam perut gw."Sebutuh itukah lo dengan rasa sakit?" tanya gw lagi, "gw mau tau apa yang lo dapatkan dari kesakitan itu!"Anna tersenyum, mengalihkan pandangannya pada gorden jendela di depan kami, lalu menatap gw lagi."Gw menikmati sakit yang gw rasakan Ri," jawabnya pelan.Suaranya tercekat di tenggorokan. Ada bulir-bulir airmata yang menggenangi pelupuk matanya."Gw butuh itu. Entahlah,