Kembalinya Sang Pewaris : Obsesi Tuan Muda Yang Berbahaya

Kembalinya Sang Pewaris : Obsesi Tuan Muda Yang Berbahaya

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-10-30
Oleh:  Backin_paradeBaru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
7Bab
11Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Gavin Nathaniel Garth kembali setelah pengusirannya sembilan belas tahun yang lalu. Terlibat perseteruan dengan sang kakak, Gavin justru terjebak dalam cinta terlarang bersama dengan keponakannya sendiri. Ditunjuk sebagai pewaris Group Raharja, di tengah polemiknya dengan keluarga kakaknya, Gavin harus menghadapi keserakahan pamannya yang berusaha menyingkirkannya sebagai pewaris Group Raharja. Xienna, gadis yang baru beranjak dewasa itu mengambil keputusan paling buruk dalam hidupnya dengan masuk ke dalam kehidupan Gavin yang gelap. Ketika sebuah kisah terungkap, obsesi sang Tuan Muda menghancurkan hidup Xienna. Memberikan dua pilihan bagi gadis itu, pergi dan hancur sendiri atau bertahan dan dihancurkan oleh obsesi sang Tuan Muda.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1 : Kembalinya Sang Tuan Muda

Arnold melangkahkan kakinya dengan tergesa-gesa memasuki bangunan rumah sakit. Tangannya membuka salah satu ruang rawat di mana Ailyn sang istri tengah menunggunya bersama putri mereka Xienna yang duduk di ranjang pasien.

"Mas," Ailyn segera menghampiri suaminya yang datang dengan wajah marah.

"Siapa yang hamil?" tegur Arnold.

Ailyn berusaha menenangkan Arnold, sementara Xienna hanya tertunduk lesu.

"Kamu tenang dulu."

Arnold menepis tangan Ailyn dan menghampiri putri mereka.

"...! Bilang ke papa kalau itu nggak benar. Bilang ke papa sekarang!" Arnold menghardik... Tapi tak ada respon dari putrinya.

"Anak nggak tahu diri kamu!"

Tangan ringan Arnold terangkat dan menghantam wajah ... dengan cukup keras.

"Mas!" Ailyn langsung menghadang suaminya.

"Kita bicara baik-baik, jangan pakai kekerasan."

"Bagaimana mau bicara baik-baik? Anak kurang ajar ini perlu dididik dengan keras biar nggak bikin malu."

Arnold lantas berbicara dengan... "Sudah berapa kali papa bilang, jangan bikin malu papa! Kamu lupa papa ini siapa?! Papa nggak peduli kamu mau mabuk-mabukan atau pakai narkoba, tapi jangan sampai kamu merusak nama baik papa! Tapi sekarang apa? Kamu justru hamil. Kamu itu masih SMA, kenapa bisa hamil?!"

"Mas... udah, kamu tenang dulu. Ini rumah sakit, jangan teriak-teriak."

Arnold beringsut, berusaha mengatur amarahnya yang meluap. Bagaimana mungkin ia bisa tenang jika kelakuan putrinya bisa mengotori reputasinya sebagai salah satu menteri di negeri ini. Selama ini ia memiliki reputasi yang baik, bagaimana jika orang-orang tahu jika putrinya yang masih SMA itu hamil.

Membuang napas berat, Arnold lantas kembali menghadap putrinya dengan keadaan yang lebih tenang.

"Siapa laki-laki itu? Bilang ke papa, siapa yang sudah menghamili kamu?"

Ailyn menyentuh kedua lengan ..., bermaksud memberikan dukungan.

"Nggak apa-apa, Sayang. Kamu bilang ke mama sama papa, siapa laki-laki itu?"

"Mama sama papa udah kenal," ujar ... sekilas memandang sang ayah.

"Siapa? Sebut nama!" tegur Arnold.

... memandang sang ayah, mencoba menghilangkan keraguan di hatinya.

"Kalau habis ini papa mau bunuh gue, gue nggak akan mati sendirian. Dia juga harus mati bareng gue," gumam ... dalam hati.

"Kamu mau melindungi orang it—"

"Om Gavin," celetuk ..., menghentikan ucapan sang ayah.

Ailyn refleks berdiri. Kedua orang dewasa di sana tampak tak mempercayai ucapan ...

"... kenapa kamu sebut-sebut nama om kamu?" tegur Ailyn.

... memandang sang ayah tanpa keraguan.

"Om Gavin, adeknya papa... dia yang udah hamilin aku!"

●●●●

Enam bulan yang lalu...

"Bu, di luar ada tamu. Katanya kerabatnya Pak Arnold."

Ailyn bergegas menuju pintu masuk setelah mendengar ucapan sang asisten rumah tangga. Berdiri di ambang pintu yang terbuka, Ailyn mendapati punggung laki-laki yang terlihat asing.

"Siapa ya?" tegur Ailyn.

Pria itu berbalik dan membuat kedua netra Ailyn membulat.

"G-Gavin?"

Ailyn kemudian mempersilakan adik iparnya itu untuk masuk. Dengan santai, Gavin duduk di ruang tamu. Tapi sikap Ailyn yang canggung seolah menegaskan bahwa mereka tidak berhubungan baik selama ini.

"Udah sembilan belas tahun, kan?" celetuk Gavin, sikap arogan pria itu membuat Ailyn tampak tak nyaman.

"K-kamu apa kabar?" tegur Ailyn, terdengar dipaksakan.

"Setelah sembilan belas tahun dan kamu baru tanya kabar aku," gumam Gavin, terkesan menyindir.

"Kamu ada perlu apa? Kakak kamu masih di luar negeri."

Senyum Gavin tiba-tiba tersungging. Ia menyandarkan punggungnya dan menyilangkan kakinya. Menunjukkan sikap yang lebih santai.

"Ada masalah kalau aku tiba-tiba ke sini? Sebelum kalian nikah, kan ini juga rumah aku."

"Bukan begitu, aku pikir kamu ada perlu dengan kakak kamu."

"Bisa tolong ambilin minum."

Seolah ingin pergi sedari tadi, Ailyn pun bergegas ke belakang. Sementara itu Gavin bangkit dan menjelajahi ruang tamu hingga perhatiannya tertuju pada potret keluarga kakaknya yang tampak bahagia memiliki seorang anak gadis yang beranjak dewasa.

Pintu terbuka, Gavin mengarahkan pandangannya ke pintu masuk dan mendapati gadis yang ada di dalam potret. ... putri tunggal di keluarga itu. Wajahnya sangat mirip dengan Ailyn sehingga sangat mudah mengenalinya meski mereka tak pernah bertemu sebelumnya.

Menyadari ada tamu, bukannya datang menyapa ... justru mengabaikan Gavin dan hendak pergi ke kamarnya sebelum Ailyn datang dan menegurnya.

"... baru pulang."

"Siapa, Ma?" ... menegur dengan suara yang pelan.

"Sini." Ailyn membawa putrinya mendekati Gavin.

"Ini Om Gavin, dia adeknya papa kamu."

Dahi... mengernyit. "Papa punya adek? Kok aku baru tahu?"

"Om Gavin tinggal di luar negeri."

... mengangguk dan mengulurkan tangannya dengan santai. "Hai, Om. ... keponakannya, Om."

Gavin menjabat tangan .... Tapi ketika ... hendak menarik tangannya, Gavin menahan tangan gadis itu.

"Om," tegur ...

"Dia memang anak kamu," gumam Gavin sebelum melepaskan tangan ...

"Nyebelin banget sih," gerutu ..., gadis berperawakan tinggi dan ketus itu lantas pergi ke lantai atas.

"Gavin, aku mau kabarin Mas Arnold dulu. Kamu tunggu di sini."

Ailyn ikut pergi. Namun, alih-alih mendengarkan pesan Ailyn, Gavin justru menyusul ... pergi ke lantai atas. Ia masih menyimpan kenangan saat tinggal di rumah itu, tepatnya sembilan belas tahun yang lalu sebelum ia memutuskan untuk menetap di luar negeri.

Masih menganggap bahwa itu adalah rumahnya, Gavin membuka pintu kamar sembarangan. Ia memasuki ruangan yang dulu adalah kamarnya dan kini kamar itu sudah berubah total. Furnitur dan bahkan suasana.

Pintu kamar mandi terbuka, gadis ketus itu sedikit kaget melihat orang asing berada di kamarnya.

"Om Gavin ngapain ke kamar aku?" tegur ... dengan gaya khasnya yang ketus.

"Ini kamar saya," sahut Gavin dengan santai.

... menatap penuh tanya. "Maksud, Om?"

"Kamar ini milik saya."

"Sejak kapan?"

"Sejak lahir."

... tersenyum tak percaya. "Kamar ini juga punya aku sejak aku lahir."

"Saya lahir dua puluh tahun lebih cepat dibandingkan dengan kamu."

"Bodo amat, memangnya aku tanya? Aku nggak kenal Om dan aku nggak ada urusan sama Om. Sekarang Om keluar dari kamar aku."

Bukannya pergi, Gavin justru mendekati ... Tapi ... sama sekali tak terintimidasi. Jika harus ada yang mengintimidasi di sana, itu haruslah dirinya. Keduanya lantas berdiri berhadapan. ... sedikit mendongak karena Gavin lebih tinggi darinya meski ia tergolong tinggi di antara teman sebayanya.

"Apa memang semua anak menteri nggak dididik dengan baik," sarkas Gavin.

... menatap tak terima. "Om yang nggak sopan masuk kamar aku, kenapa malah Om yang kritik aku? Aneh banget."

... memalingkan wajahnya dan tersenyum remeh. Tapi Gavin tiba-tiba menarik dagunya hingga ia refleks menepis tangan pria itu.

"Om jangan sembarangan ya!"

Gavin mengangkat telunjuknya di depan wajah ... "Jangan sekali lagi kamu senyum kayak gitu di depan saya."

Seolah melawan, ... justru menyunggingkan senyumnya. "Siapa yang peduli kalau Om nggak suka."

"Wajah kamu mirip dengan mama kamu. Tapi sepertinya kelakuan kamu sangat mirip dengan papa kamu."

"Sekarang Om keluar dari kamar aku."

Ailyn datang dari belakang dengan wajah yang sedikit panik.

"Gavin." Ailyn bergegas masuk dan menengahi keduanya.

"Kamu kenapa ada di sini? Aku bilang tunggu di bawah."

Gavin memberikan tatapan tak peduli dan menyahut, "sejak kapan tamu bisa ngatur-ngatur tuan rumah."

Ucapan Gavin membungkam Ailyn, tapi justru membuat ... semakin tak suka. Gavin menunjukkan kesan yang buruk pada pertemuan pertama mereka.

Ailyn kemudian berucap dengan sedikit canggung. "Kita bicara di bawah."

"Kak Arnold nyuruh kamu ngusir aku?"

Ailyn segera menggeleng. "Bukan begitu, saat ini Mas Arnold sedang dinar ke luar negeri. Dia baru pulang satu bulan lagi, Mas Arnold meminta kamu menghubungi Mas Arnold dulu."

"Satu bulan?" Pandangan Gavin jatuh pada ... sesaat sebelum kembali pada Ailyn.

"Segera kosongkan kamar ini."

"Gavin."

"Aku bakal tinggal di rumah ini!"

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
7 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status