As soon as I opened the door, my eyes saw the sight I wish I hadn’t seen. "What is going on here?” I asked through a shaky tone, tears burning my eyes and thankfully, blurring my vision. "Conrad!” the tears in my eyes spilled down when Selene got off him and laid beside him, completely bare. There was no shame or guilt on Conrad’s face even when I have seen him in bed with Selene. "Why? You were the one who told me that I am your mate, you told me th---at you---,” my throat went dry as I tried to finish speaking my heart. "That I love you?” he raised his brow, gently caressing her bare shoulder and running his finger down her chest, “I lied, okay?” the way his lips formed a smirk, I felt a used toy that he tossed aside once he was done with me. "Wh---y. I betrayed my coven for you an---d you betrayed me for her?” my voice broke, my eyes watching the girl pressing her lips against his neck and getting closer to him. "Cordelia! Close the door when you leave,” the tiredness in his voice when talking to me broke me piece by piece. -------------- Magic is forbidden in their world, but to get her blessed powers Cordelia has to perform a ritual for her ancestors’ blessings to come true. Left behind by her coven, she is prisoned and sentenced to death, but is saved by Alpha Prince at the price of her freedom. She is forever bound and chained to Alpha Prince Conrad. Betrayed by her coven and loved ones, will Cordelia be able to fight and survive? .
ดูเพิ่มเติม“Baik burukmu, kurang lebihmu, aku bisa terima. Aku selalu dukung kamu bahkan waktu kamu belum punya apa-apa sampai kamu semapan sekarang, Em.”
Hari masih pagi namun drama rumah tangga Ralin sudah memanas.
“Dan sekarang? Kamu --- “
Tin!
Kepala Ralin menoleh ke arah jendela yang tidak tertutup tirai.
Senyumnya berubah kecut begitu melihat Fayza, selingkuhan suaminya, datang ke rumah.
Kemudian Emran melangkah menuju pintu dan membukanya lebar-lebar.
“Sayang, buruan berangkat. Kamu masih apa sih?”
Fayza muncul dengan tidak tahu malunya.
Perempuan berusia empat puluh tahun itu mengenakan setelan kerja yang modis dan seksi. Rambut panjangnya digulung rapi dan wajahnya penuh perawatan hingga membuatnya tampak seperti wanita berusia tiga puluh tahunan.
“Udah kok, sayang.” Emran tersenyum manis pada Fayza, “Tinggal nunggu Ralin ngemasi barang-barangnya aja.”
Ralin menatap Emran dengan ekspresi terkejut lalu menarik tangan suaminya.
“Apa maksudmu, Em?”
Kemudian Fayza menarik Emran hingga tangan Ralin terlepas dari tangan suaminya itu. Lalu memeluk pria itu dihadapan Ralin sambil berucap ….
“Em, aku lagi haid. Masa suburku mungkin dua minggu lagi.”
Dengan terang-terangan, Fayza merebut Emran dari sisi Ralin.
Lalu Emran menarik Fayza dari pelukan dan menatapnya dengan binar bahagia penuh semangat.
“Beneran? Berarti kita harus cepat nikah, sayang.”
“Siri aja dulu, Em. Penghulunya mau kok.”
Kaki Ralin seperti tidak menapak di lantai mendengar rencana mereka akan menikah dalam waktu dekat. Padahal Ralin itu masih sah istri Emran.
Parahnya lagi, Ralin masih di sini! Dan mereka bisa-bisanya merencanakan pernikahan?
“Dasar perempuan nggak tahu diri!” Bentak Ralin dengan menunjuk wajah Fayza.
Emran langsung menarik Fayza agar berdiri di belakangnya.
“Dengar, Lin! Aku nggak bakal lari ke Fayza kalau kamu bisa hamil! Ngerti kamu?!”
“Em, aku tuh nggak mandul! Kata dokter aku baik-baik –”
Emran kemudian mengangkat tangannya agar Ralin berhenti berbicara.
“Maaf, Lin. Aku nggak bisa sabar lebih lama lagi. Kita udah nikah empat tahun tapi kamu nggak hamil juga. Lalu, apa namanya kalau bukan … mandul?” ucap Emran dengan nada tenang.
Namun efeknya seperti membuat Ralin ditusuk ribuan belati.
Kemudian Emran menghela nafas panjang.
“Kita udah program hamil habis puluhan juta. Tapi kamu tetap nggak bisa hamil! Buang-buang waktu dan uang!”
Ralin menggeleng lalu air mata membasahi pipinya. Dia juga ingin segera hamil hanya saja takdir belum berpihak.
Dan apakah Ralin harus menyalahkan takdir?
“Lupakan semua hal yang pernah kita lalui. Karena aku … mau menikahi Fayza.”
“Kamu tega, Em,” ucapan Ralin terdengar seperti bisikan.
“Maaf, Lin.
Kedua tangan Ralin mengepal.
“Mulai hari ini … aku menceraikanmu, Ralin Joviana! Kamu sudah bukan istriku lagi. Dan aku minta kamu segera pergi dari rumahku.”
Kalimat talak yang Emran layangkan begitu sederhana namun cukup membuat Ralin jatuh sejatuh-jatuhnya.
“Kenapa kamu berubah sejahat ini, Em? Padahal dokter bilang kalau aku bisa hamil. Tapi butuh waktu.”
Kemudian Ralin mengusap air mata dan tersenyum kecut.
“Kamu nggak sabar dan nggak mau ninggalin perempuan itu. Perempuan dengan chasing muda tapi onderdil udah tua!”
Kedua alis Emran bertaut ketika Ralin menghina Fayza.
“Seengaknya Fayza hamil ketiga anaknya nggak pakai program hamil yang ngabisin duit sampai puluhan juta kayak kamu! Paham?!”
“Emran nggak butuh istri mandul kayak kamu! Nyusahin! Nggak mandiri! Lembek!” Fayza menambahkan dengan tatapan memicing.
“Aku tahu mana yang terbaik untukku, Lin. Kamu nggak usah sok nyuruh aku ninggalin Fayza. Itu cuma bikin kamu kelihatan nggak lebih baik dari dia.”
Emran kemudian menggenggam tangan Fayza sangat erat dan menciumnya dihadapan Ralin.
“Aku mencintai Fayza. Dan aku minta dengan baik-baik, segera kemasi barang-barangmu. Masalah perceraian, biar pengacaraku yang urus. Kamu tinggal terima jadi.”
“Heh! Buruan kemasi barangmu! Jangan bengong aja?” Bentak Fayza.
Ralin tidak menghiraukan Fayza dan menatap Emran.
“Aku sampai rela melawan orang tua, kabur dari rumah, menjual hadiah perhiasan dari orang tua, demi kita bertahan hidup awal nikah. Ingat, Em, dibalik suksesmu sekarang itu ada peranku!”
Lalu Ralin menatap Fayza.
“Dan perempuan sundal ini, apa mau sama kamu andai kamu nggak punya kedudukan kayak sekarang?!” Ralin mendengus lalu mengusap air matanya, “Pasti kamu bakal ditendang!”
“Kamu mau nuntut ganti rugi?” Emran tersenyum mengejek, “Ingat, Lin. Kalau bukan karena kerja kerasku juga, kamu nggak mungkin bisa hidup enak kayak gini!”
Ralin tidak sanggup mempertahankan rumah tangganya dengan Emran jika suaminya sudah seperti ini. Segala kebaikan Ralin tidak dilihat sama sekali.
Mata Emran telah tertutup oleh janda tua beranak tiga bernama Fayza. Yang digadang-gadang bisa memberinya keturunan.
“Sama satu lagi, kalau kamu penasaran kenapa aku lebih milih Fayza, itu karena dia pandai menyenangkan pasangan, obrolannya cerdas, dan nyambung. Nggak kolot dan … “ Emran menatap Ralin dari atas hingga bawah, “Nggak kampungan apalagi malu-maluin.”
Cukup!
Ralin tidak akan membiarkan Emran menginjak-injak harga dirinya lebih jauh.
“Perempuan cantik dan cerdas itu nggak nyuri suami orang! Justru selingkuhanmu itu yang kampungan!"
Mendengar itu, Emran maju dua langkah dengan sorot marah dan mencengkeram rahang Ralin. Ia berusaha melepaskannya namun tenaga Emran lebih besar.
“Berani menghina Fayza sekali lagi, aku patahkan lehermu disini, Lin!”
“Kamu bakal nyesel, Em! Aku doakan kamu segera dapat balasannya!” ucap Ralin dengan menahan sakit di rahangnya.
Kini, lelaki yang dulu Ralin bela mati-matian saat keluarganya ragu memberikan restu, justru melukainya. Seketika itu pula, Ralin menyesali pilihannya.
“Ya. Aku bakal dapat balasannya! Balasan mendapat wanita yang lebih baik dari kamu. Begitu kan?!"
"Nggak akan!"
“Lihat Fayza! Dia punya karir bagus. Nah kamu, cuma bisa jadi guru rendahan ngajarin anak-anak yang terlahir aneh itu!”
Lalu Emran mendorong Ralin hingga punggungnya membentur dinding.
“Ah!”
Rahangnya terasa sakit, tapi hatinya jauh lebih sakit.
“Pergi kamu dari rumahku, Lin!” ucap Emran marah dengan menunjuk pintu rumah.
Kepala Ralin menggeleng, “Aku punya hak atas rumah ini, Em. Kamu nggak bisa ngusir aku seenaknya!”
Fayza berdecak kesal, “Tuh kan, bener tebakanku. Ralin pasti nggak mau pergi, Em. Dia kan nggak ada saudara di sini. Orang tuanya aja udah nggak nganggep dia anak lagi.”
“Aku nggak peduli. Pokoknya kamu harus pergi hari ini juga, Lin!”
“Lin, kamu udah nggak boleh di sini lagi,” ucap Fayza dengan suara lembutnya yang mendayu. “Emran kan udah ngusir kamu. Artinya kalian udah bukan suami istri. Nggak boleh serumah lagi. Emang kamu mau dituduh berzina?”
“'Munafik!” Bentak Ralin.
Bisa-bisanya Fayza menggunakan alasan zina, padahal wanita itu telah melakukannya bersama Emran.
“Nggak usah sok suci kalian berdua!”
Fayza mengibaskan tangannya, “Langsung aja lah. Mau aku bantu beresin barang-barangmu nggak?”
Ekspresi wajah Ralin makin geram.
“Diam kamu, sundal! Jangan berani --- ”
“Ah, banyak drama!”
Tiba-tiba Emran mencengkeram rambut Ralin dan menyeretnya keluar.
“Sakit, Em!”
“Diem! Atau aku tendang kepalamu!”
Sementara itu, Fayza masuk ke kamar dan mengambil semua barang Ralin dan memasukkannya ke dalam koper. Acak-acakan sekali lalu Fayza melemparnya ke halaman, tepat di hadapan Ralin jatuh tersungkur.
“Pergi! Aku muak lihat wajah jelekmu!”
Lalu Emran mengunci pintu rumah dan membawa Fayza masuk ke dalam mobil. Tidak lupa Fayza memberi cium jauh dan melambaikan tangan selamat tinggal pada Ralin yang berurai air mata.
Ralin tidak menyangka bila pagi ini akan menjadi akhir dari rumah tangganya dengan Emran.
Dengan pakaian siap mengajar, akhirnya Ralin urung berangkat ke sekolah. Ia tidak sudi menunggu Emran pulang untuk kembali masuk ke dalam rumah mereka lagi.
Dia tidak akan membiarkan harga dirinya direndahkan.
Ralin menggeret koper berisi barang-barangnya dengan tangis meleleh di pipi. Matahari yang begitu terik membuatnya makin kelelahan kemudian berteduh di teras minimarket.
Kemana dia harus menginap malam ini?
Pulang ke rumah orang tua? Itu tidak mungkin sekali.
Brak!
“Coklat! Cokelat!”
Dua petugas minimarket menggeret paksa seorang anak laki-laki berusia lima tahun yang sedang menangis sambil berteriak.
“Ini anaknya siapa sih?! Bikin onar aja!”
“Jangan-jangan dia sengaja ditelantarin?”
“Kita taruh pinggir jalan aja lah!”
“Coklat!” Teriak anak itu kembali.
“Diem! Kamu itu nggak bawa uang! Makan coklat, es krim, roti seenaknya! Kamu pikir itu gratis?!”
Ralin menatap dengan seksama interaksi anak kecil dan petugas minimarket itu. Lalu menyadari jika ….
It has been a few days since everything. Conrad has been all over me as I overexerted myself during the ritual. I have barely left the room. He gets me everything I would need. As sweet as it was, it was also a little annoying not being able to move or roam around. I am thankful to Uziel for getting Conrad off my back. He has called for a pack meeting and requested my presence. I hope everything is alright. He never really calls for meeting so suddenly. I sighed as I made my way to the meeting hall. I could see the room filled with pack members. Conrad and Uziel were standing on the makeshift stage at the end of the room. Conrad extended his hand, and I gratefully accepted it as he helped me on the stage. Uziel stood at the center with Conard next to him while I stood comfortably next to Conrad. His hand wrapped around my waist and it made me a little shy with the fact that we had the pack members watching our every move. Uziel cleared h
Everything happened in a blur; Conrad had made sure to get Kruz’s body away before I even opened my eyes. Clara, on the other hand, tried her best to free herself. I could see her struggle, her agony on not being able to perform magic. I wanted her to feel every bit of the pain she has inflicted on me. I wanted her to know how to it feels to be helpless. Tears continued to stream down her face, and surprisingly enough, I did not feel upset seeing her that way. “Please, let me go. I promise, I would never bother you again.” She pleaded “You still have audacity to think you could be forgiven?” Uziel asked, his anger and hatred clear in his voice, and the way she flinched, she knew it was for her. “Please, I am sorry. Let me go. I promise to never come back.” She pleaded pathetically making me scoff. “Cordelia, please, help me.” She pleaded with me; it didn’t affect like it normally would. “After everything you did, you still expect me to
After we have shared the vows, both of us stared at each other to signal that we were ready. “You may now mark the bride,” Uziel smiled at Conrad, who tossed his face to me and then looked around. Clara and Kruz were standing very close to us, as I said, there were not many people attending the wedding. “I have a concern,” I suddenly objected and that led both Clara and Kruz to share a glance and then watch me. “We don’t have time, Cordelia.” Clara spoke very anxiously; her eyes weren’t able to focus on one spot. She was quickly looking around to avoid eye contact at any cost. “Maybe she is not ready to help her husband out yet,” Kruz tried to play mind games, pressuring me into showing my sincerity for Conrad.“You are just a Beta, don’t speak on the behalf of your Queen,” Conrad, who had been desperately waiting to punish Kruz, muttered and it shocked him. Kruz had been with him since they were kids, that’s when he thought he deserved more power than him. "I
We couldn’t sleep the whole night. I told him everything in the next few hours."I can't believe Kruz wants me gone." Conrad and I had been lying naked under a blanket and cuddled up. Now that he knew everything, we didn't really need those."When I was first brought here, he as*aulted me in the dungeon," I still recalled everything he had done to me. I noticed Conrad pulling away from me and sitting in the bed, he was staring at me with a frown on his forehead, "the day your father found me using magic, I was actually saving myself from him because he was - - - he was going to r*** me." once I finished, he made tight fists of his hands and tried to get out of the bed but I grasped his arm and pulled him back."We have to be very careful about what we do, we have no idea who else they have under them. They might have casted a spell on most of the mansion, let's not do anything in haste." I rubbed his hand between my hands to calm him down as he breathed heavily like a bull.
"What? I don't know what you are saying. Why would I want your virginity?" He shook his head and started dialing her number again.I knew what was happening and how he can break this spell, well, the answer was right there.Only he can break this spell and set himself free."Because you won't be able to feel my touch after tomorrow." now that I knew Selene won't be able to read his mind or hear what I was saying since she was long asleep, I started opening up to him.There was a mist forming in his eyes, I knew he was feeling helpless and bad for not being able to hold me tight and tell me it will be fine, like he would always do. I remember I used to push him away because of the people around us, because of that link, but I was now realising how much his hug, his arms had boosted my confidence in the past. Yes! we humans do take smallest things for granted but when we lose them only then we realise how important and how special they were to us."What do you me---an,"
I stole my eyes from Clara and began to brainstorm an excuse. The instant Uziel got upo from his seat and left for his room, I cleared mu throat to explain my motives. “I wanted to know why my mother tried to kill me. I just cannot understand that she did it only for power, she loved me.” I was lying out of my mind, fearing if she would even believe me at this point but then she passed me a sad smile and it gave me enough confident to keep moving on.“Cordelia! Evil people dpnt need reasons to hurt ypu, they just find a way to do it and they do it,” now that I was aware of her true intentions, her fake smile and comforting tone was not enough to console me. “You are right!” I whispered under my breath and noticed Kruz and Conrad leaving the table. I knew Kruz only stayed behind to make sure I wasn’t doing anything behind their backs or I have not got up on them. “What is happening between you and Conrad? I noticed the change in his attitude towards you, I thought you
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
ความคิดเห็น