Perhatian Veronica kini tertuju pada Bianca yang mendekap sambil menggenggam tangan seorang pria yang berbaring di atas tempat tidur dengan pakaian yang penuh darah, bernapas dengan irama yang pelan sehingga membuatnya sempat mengira bahwa pria itu sudah tidak lagi bersama Bianca. Ada semburat kelegaan di wajah sahabatnya itu saat melihat kakaknya. Lalu wanita itu berbalik, menyadari kehadirannya. Matanya berkaca-kaca, dan wanita itu menggunakan punggung tangannya yang menyisakan sedikit noda darah itu untuk mengusap air matanya.
“Maaf. Aku sampai lupa sama kamu. Malah ngelihat kejadian yang tidak mengenakkan kayak gini …,” Bianca tertawa canggung, berdiri menjauh dari pria itu. Sekilas, ia mengamati pria yang berbaring di sana. Waktu awal ia bertemu dengan pria itu, ia mendapat kesan bahwa pria itu telah melalui banyak k
Hari ini genap seminggu sejak upaya pembunuhan yang dilakukan Phillip Pedrosa pada pacarnya, Theodore Pedrosa.Erick menarik kursi yang ada di dekat tempat tidur Theo, membuka halaman buku novel favorit Theo yang berjudul Being Henry David karya Cal Armistead yang sudah lusuh. Semua orang yang melihat buku lusuh itu pasti tahu seberapa sering pria itu membacanya. Sejenak ia mengalihkan pandangannya dari buku itu, memandang Theo yang masih belum juga siuman.Adegan yang ia baca saat ini adalah salah satu adegan favorit Theo, saat tokoh utamanya yang kehilangan ingatannya bertemu dengan seorang anak perempuan populer di sebuah sekolah di kota tempat Henry David pernah tinggal. Theo selalu mengatakan bahwa pertemuan kedua toko
Veronica melihat wajah Bianca yang mengerjap penuh ketakjuban saat memasuki mansion Karl. Setelah acara makan malamnya lagi-lagi gagal, akhirnya hari ini pacarnya baru bisa mengadakan acara makan malam tersebut. Erna sendiri membawa Alec, yang datang bersama seorang pria tua yang dari tampilan luarnya, memiliki watak keras dan pembawaan ala bangsawan Inggris era Edwardia—lengkap dengan pakaian serba hitam yang dikenakannya.“Sebelah sini,” Rebecca menghampiri mereka sambil memberi salam hormat pada mereka semua. Khusus untuk malam ini, Rebecca menutupi sebelah wajahnya menggunakan topeng, mengundang keheranan dari Erna dan Alec, namun tidak dengan pria tua di samping Alec yang seakan memahami kondisi Rebecca.“Mana Karl?” tanyanya pada Re
Sekembalinya dari apartemen Nikki, Karl menghampiri Pierre dan Alec yang sudah menunggunya di ruang kerjanya.“Kamu boleh pergi, Agnes.”“Baik, Yang Mulia,” Agnes membungkuk hormat. Baru beberapa langkah pelayan itu pergi, ia menghentikan langkah pelayannya itu. “Agnes?”Pelayan itu berbalik, menghadap Karl. “Ya, Yang Mulia?”“Sekali lagi aku mendapatimu bersikap kurang ajar pada pacarku dan juga semua anggota keturunan berdarah campuran klan Smith seperti yang kulihat tadi, nasibmu akan sama seperti pelayan yang kemarin kupecat. Paham?”
Hari ini, Febrina berniat memperkenalkan pria yang kini resmi menjadi pacarnya setelah pertemuan pertama mereka di bar malam itu—Gavin Brooklyn—pada adik perempuannya, Veronica. Memang, ia selalu memperkenalkan pacarnya pada adiknya, untuk meminta restu pada adiknya yang menjadi satu-satunya keluarga yang ia punya, setelah orang tua mereka cerai dan tidak mau mengurus mereka berdua. Tapi kali ini berbeda. Karena ia akan memperkenalkan pacar bukan-manusia pertamanya. Dan ia tidak yakin seperti apa reaksi Veronica begitu mengetahui bahwa Gavin bukan manusia. Apa ia harus memberitahu adiknya tentang identitas asli Gavin, atau tetap membiarkannya menjadi rahasia?“Pagi, Kak,” sambil menguap lebar, adik perempuannya berjalan keluar dari kamarnya, menyapa dengan mata setengah terpejam. Adik perempuannya itu berjalan menuju dapur, meraih gelas dan meminum air, lalu mema
Gavin tampak ragu saat mengatakannya. Beberapa kali ia mendapati pria itu mengulum bibirnya sendiri sambil memandang ke sekeliling, seakan mengkhawatirkan sesuatu.“Gavin? Aku nggak akan tahu apa yang sedang terjadi sampai kamu mengatakannya langsung. Jadi apa masalahnya?”Sekali lagi pria itu menunjukkan kepanikannya—hal yang tidak pernah diperlihatkan pria itu padanya sebelumnya. Ia terus menunggu beberapa menit, sampai akhirnya Gavin yakin untuk mengatakannya. “Kalian sebaiknya tidak berada di sini lebih lama. Ada yang mengincar adik perempuanmu.”“Mengincar Vero?” ulangnya penuh keheranan, berusaha diri menahan volume suaranya agar tidak terlalu keras karena tidak ingin adik perempuannya itu mendengar keterkejutannya tadi.
Stephen segera keluar dari mobil Karl begitu melihat Gavin yang terluka parah, bersama Karl yang berlari menyusul di belakangnya. Ia memang meminta pria itu untuk mengungsikan Nikki dan kakak perempuannya dari apartemen mereka begitu Karl memberitahu akan adanya bahaya yang mengincar Nikki. Ia pikir, mungkin Nikki hanya akan diincar oleh anak buah Schneider. Karena itu ia agak enggan saat Karl mengusulkan untuk menyusul Gavin dari kejauhan, memastikan rencana penyelamatan Nikki berhasil mereka lakukan sesuai rencana. Bukan hal yang mengejutkan memang, mengingat ia mengenal jelas Karl yang sangat mementingkan perfeksionitas dalam apa pun yang dilakukannya.Matanya melihat sendiri bagaimana Karl langsung memasuki mobil Gavin untuk menemui Nikki di dalam mobil itu, menciptakan percikan perasaan jengkel bercampur cemburu di dalam hatinya. Perasaan yang seharusnya tidak boleh ia rasakan. Sebenarnya, ia agak enggan untuk menyusul juga karena mengetahui fakta bahwa Kar
Veronica tidak tahu apakah keputusannya untuk menyerahkan diri pada William sebagai ganti keselamatan semua orang terdekatnya itu adalah keputusan yang tepat atau tidak. Ia sama sekali tidak tahu, tidak bisa memutuskannya. Yang ia tahu hanyalah, pria yang sekarang tengah berjalan di sampingnya sambil bersenandung ceria itu tidak akan menyentuhnya untuk sementara waktu. Setidaknya untuk sekarang. Dan setidaknya, itu juga yang ingin ia percaya.Ia hanya bisa berharap pada takdir bahwa pria yang berpenampilan seperti sosok pria berusia menjelang tiga puluh tahun (Karl sudah pernah memberitahunya bahwa usia pria itu jauh lebih tua dari Karl) itu akan memegang perkataannya.Sedari tadi ia melangkah memasuki portal dimensi aneh yang membawanya seketika ke dalam sebuah kastil dengan interior gelap, tampak kuno, mencekam, dan disambut seketika oleh orang-orang yang seketika langsung berbaris rapi memberi hormat pada pria itu setiap kal
Mata pria itu mengerjap sesaat, lalu kembali terkunci pada bola yang masih berada di genggamannya sambil menyunggingkan senyum lembut yang kontras dengan wajah maskulin kerasnya. “Dia penghiburku. Ingat saat kamu masih kecil dan sering main di hutan?” Sekarang, ada satu orang lagi di masa lalunya yang tidak ia ingat, muncul di hadapannya. Bedanya, ia sama sekali tidak mengenal sosok pria itu. Tidak pernah ia ingat bahwa ia pernah bertemu dengan pria berwajah arogan dengan penampilan seberantakan William sampai terakhir sebelum kedua kakinya hancur dan harus diamputasi. “Aku percaya kamu memiliki sesuatu yang kubutuhkan,” ujar pria itu seraya memasukkan bola kembali ke dalam jaket bombernya, menatapnya lekat hingga membuatnya canggung. Bisa saja ia mengalihkan pan