LOGINPetir, sesuatu yang paling ditakuti, dan paling dihindari oleh setiap manusia. Namun bagaimana kalau petir itu menjadi satu kekuatan yang dicari oleh orang-orang yang inginkan kekuatan itu. Petir itu, jatuh ke tangan pemuda yang memiliki trauma yang panjang. Bagaimana anak muda itu akan tanggapi itu? Bagaimana dia akan bertahan?
View MoreDi tengah-tengah sebuah hutan yang cukup rimba, berdiri sebuah perguruan yang sudah cukup terkenal di dunia persilatan.
Perguruan itu bernama Perguruan Matahari, dan itu merupakan perguruan yang sudah berdiri selama ratusan tahun. Selama ratusan tahun ini, Perguruan itu selalu berada di puncak dunia persilatan, namun sejak beberapa tahun belakangan ini, perguruan itu mulai alami kemunduran, karena mereka tak memiliki murid-murid berbakat. Selain itu, Ketua besar perguruan itu juga tidak sekuat ketua-ketua Perguruan sebelumnya, hingga ketua perguruan itu tak terlalu dihargai di dunia persilatan. Di salah satu sudut perguruan itu. Bukkkk!! Seorang pemuda berusia lima belas tahun didorong, hingga tubuhnya terjerembab ke jatuh ke tanah. "Dasar bodoh! Untuk apa kau berada di sini, jika tidak mampu bertahan dari kami?" "Apa salahnya?" teriak pemuda itu. Plakkkkkk! Jawaban untuk pertanyaan anak muda adalah sebuah tamparan yang sangat keras, saking kerasnya itu membuat seluruh tubuh anak muda itu merasakan rasa sakitnya. "Ikat dan buang dia dari sini! Aku tidak suka pada manusia miskin seperti dia!" Tanpa ada yang bicara, anak muda bertubuh kurus itu, kedua kaki dan tangan diikat, dan mulutnya disumpal pakai kain hingga dia tak bisa bersuara lagi. Tidak memiliki kemampuan untuk melawan, anak muda itu dengan pasrah harus rela tubuhnya diangkat, dan dibuang ke belakang perguruan itu. Pasrah dan tak memiliki harapan, itulah yang dirasakan oleh anak muda itu, bahkan hingga hari akan malam, tetap tidak ada yang datang untuk menolong anak muda itu. Namun, ternyata dewa masih sayang pada anak muda itu, seorang lelaki berusia empat puluhan tahun melihat pemuda yang terikat itu. "Arya! Apa yang terjadi padamu?" kata orang itu. Dia buru-buru membuka semua ikatan pada pemuda bernama Arya itu, dan buru-buru memeluk bocah itu demi memberikan anak kecil kurus itu ketenangan. "Guru Sanjaya! Apa salahku?" tanya bocah itu dengan suara yang lirih. Pertanyaan bocah kecil itu membuat hati guru Sanjaya sungguh sakit, karena bocah itu merupakan bocah yang dia bawa ke perguruan itu. Tapi sayangnya, bocah itu tidak memiliki bakat yang hebat, hingga dia sering dikucilkan, dan bahkan sering mendapatkan perlakuan yang tak layak. Tidak hanya sekali atau dua kali anak kecil itu mendapatkan perlakuan seperti itu, namun sudah berkali-kali dan bahkan tak bisa dihitung lagi. "Mari kita pulang!" kata Guru Sanjaya. Lelaki berusia empat puluhan tahun itu menggendong tubuh Arya, dan membawa bocah kecil itu ke kediamanku yang berada di utara perguruan matahari itu. "Mulai hari ini, kau akan tinggal di sini! Jangan keluar dari sini, dan jika kau ingin berlatih, aku yang akan mendidikmu!" kata Guru Sanjaya. Pemuda tanggung berusia lima belas tahun itu hanya diam, dan memang hanya bersama dengan Guru Sanjaya, dia akan merasa tenang. Tiga tahun yang lalu, saat Guru Sanjaya membawa dirinya ke perguruan itu, dia memang sudah tinggal di pondok Sanjaya. Hanya saja, saat itu Sanjaya mendapatkan misi, hingga Arya harus dipindahkan ke tempat khusus para murid. Namun, sejak saat itulah, perlakuan demi perlakuan buruk mulai didapatkan oleh Arya, hingga hari ini, saat Sanjaya pulang, dia akhirnya menemukan Arya dalam keadaan yang buruk. "Istirahatlah, Arya! Guru sudah ada di sini, dan kau tidak perlu takut lagi!" kata Guru Sanjaya sambil mengelus rambut Arya. "Terima kasih, guru!" ucap Arya. Sanjaya melirik ke arah Arya yang sudah tertidur, dan setelah itu meninggalkan pondoknya. "Aku harus tahu, apa saja yang sudah dialami oleh murdiku selama aku tidak ada di perguruan ini?" ucap Sanjaya. *** Tengah malam, di saat orang-orang sedang tidur dengan sangat lelapnya. Jledaaarrrrrrr!! Suara ledakan yang sangat dahsyat terdengar di udara, dan cahaya biru turun dari langit, yang mana cahaya itu masuk ke dalam sebuah pondok kecil yang ada di sisi utara perguruan matahari. Cahaya biru itu melayang-layang di atas tubuh seorang anak kecil yang tidur dengan pulasnya. Tak berapa lama, cahaya biru itu berubah menjadi satu sosok tubuh pemuda yang sangat tampan, dan memiliki mata yang sangat berwibawa. "Bangun!" ucap anak muda misterius itu. Sangat pelan, namun suara itu dipenuhi dengan tekanan yang sangat kuat, hingga membuat anak muda yang berada di dalam pondok itu membuka matanya. "Siapa kau?" tanya anak kecil itu. "Kau tidak perlu tahu aku siapa, namun asal kau tahu, kau sudah dipilih sebagai pemilik berkah petir!" kata orang itu. "Berkah petir, apa itu?" "Kekuatan dari elemen petir, dan aku pastikan kalau kau akan menjadi yang terkuat yang pernah ada di negeri ini!" kata sosok itu. "Hahahah! Jangan bercanda, aku hanya manusia yang tidak memiliki bakat, tubuhku tidak akan bisa menerima itu!" Sosok pemuda tampan itu tersenyum, dan ia menyentuh kepala anak muda itu, dan hawa hangat pun masuk ke dalam tubuh bocah berusia lima belas tahun itu. Rasa hangat itu menjalar, dan bocah itu mulai merasakan kalau hawa hangat itu berubah menjadi panas. "Argggggg! Apa yang kau lakukan padaku?" teriak anak muda itu. Cukup lama hawa panas itu bersemayam di tubuh anak kecil itu, hingga anak kecil itu hanya bisa meraung dan meronta. "Guru! Tolong aku!" teriak anak kecil itu. Namun, jeritan anak kecil itu tidak berguna, karena suaranya seolah-olah tertahan di tenggorokannya. Cukup lama hawa panas itu menguasai tubuh Arya, hingga perlahan-lahan hawa panas itu mulai hilang. "Terima ini!" kata pemuda misterius itu dan letakkan sesuatu di tangan Arya. "Apa ini?" Arya melihat benda yang diberikan oleh pemuda itu, dan itu adalah sebuah kitab pusaka. Belum juga Arya paham akan semua itu, pemuda misterius itu memasukkan sesuatu ke tangan Arya, dan itu seperti sarung tangan. "Tunggu! Apa lagi ini?" Namun, semuanya telah terjadi, dan anak kecil itu merasakan kalian sarung tangan itu berubah menjadi sesuatu yang membuat ia seolah-olah memiliki baju besi. "Dan ini berkah terakhir yang akan jadi milikmu!" kata lelaki itu lagi. Lelaki itu mengeluarkan sebuah keris dari ruang hampa, dan melemparkan keris itu ke atas. Keris itu melayang-layang untuk sejenak di udara, dan setelah itu meluncur turun ke bawah, dan masuk ke dalam kepala Arya. Untuk yang ke sekian kalinya Arya menjerit sekeras mungkin, namun suara jeritan itu lagi-lagi tertahan di tenggorokannya. Brukkkkkk!! Arya jatuh karena semua rasa sakit yang ia rasakan, dia jatuh dan tak sadarkan diri. Pemuda itu gerakkan tangannya, dan tubuh Arya pun kembali ke tempat tidurnya. "Aku akan melihat perkembanganmu, Arya! Mari kita lihat, apakah kau sungguh mampu memiliki semua itu?" ucap pemuda misterius itu sebelum akhirnya hilang tanpa bekas.Arya yang sudah tahu seluk-beluk kerajaan Teruma, melesat dan masuk ke dalam istana tanpa ada yang tahu kapan dan bagaimana Arya masuk.Dan, saat dia melihat jendela salah satu kamar di rumah panglima Bibuda terbuka, Arya langsung melompat masuk dan tidak ada yang tahu dan merasakan energi Arya.Arya bersembunyi di salah satu sisi dari rumah itu, dan menunggu di rumah yang ternyata tidak ada satupun orang pun dalam rumah panglima itu."Sepertinya panglima Bibuda masih dalam tugas kerajaan, sebaiknya aku menunggu," kata Arya dan dengan tenang masuk ke dalam kamar yang dahulu Arya tempati.Arya bisa santai seperti itu karena dia tahu, tidak sembarangan orang akan masuk ke dalam sebuah rumah, apalagi rumah seorang panglima. Pasti butuh keberanian jika ingin masuk seperti dirinya.Dengan tenang Arya tidur dan tidak ada beban yang terlihat di wajahnya padahal dia memiliki beban yang sangat berat.Salah satu yang Arya pikirkan saat ini adalah tentang ibundanya yang marah karena belum juga m
Saat keramaian sudah semakin tidak terbendung di kota Gon, ibu kota kerajaan Teruma, di perbatasan negeri itu sudah mendekat ratusan prajurit dengan lambang elang di pakaian perang mereka."Kita tunggu disini, kata yang mulia raja Chandra akan ada yang menjemput kita disini!" kata Patih Kuroda pada semua prajurit kerajaan Purawa yang dia bawa.Prajurit kerajaan Purawa itu memang sudah sampai di perbatasan setelah berjalan tanpa henti selama lima hari lima malam.Rasa lelah yang menguasai mereka tidak dihiraukan, karena mereka mendapatkan perintah langsung dari raja yang mereka begitu hormati, yang mulia Sri Maharaja Arya Chandra Swadewa."Patih! Apa kita akan disini? Apa ini tidak akan menarik perhatian prajurit kerajaan, jangan sampai ada mata-mata mereka yang melihat kita!" kata panglima Hudon."Kau benar, panglima. Kita sembunyi di hutan itu," kata Patih Kuroda yang menyadari kesalahannya.Ratusan prajurit itu mendekati hutan, dan menyamarkan keberadaan mereka sehingga tidak mungki
Sesungguhnya tidak ada warga negeri dari negeri Teruma yang ingin datang ke kerajaan untuk pesta itu.Tapi, mereka penasaran dengan orang yang akan akan berkuasa di kerajaan. Di tambah dengan ancaman dari raja Ragajaya yang mengatakan yang tak datang akan mati, itu membuat kota Gon sedikit demi sedikit mulai dipenuhi oleh penduduk negeri dari berbagai penjuru negeri Teruma."Paman! Ini sangat ramai!" kata raja Badasa."Itu sudah pasti keponakanku, mereka datang untuk melihat peresmianmu jadi raja mereka," ucap Ki Renggo."Apakah itu artinya mereka menyukai Badasa, paman?""Sudah pasti raja Badasa, mereka semua ingin kau menjaga mereka dan menjadikan mereka warga yang kuat, sekalian mereka pasti ingin kita menguasai kerajaan Teruma," kata raja Ragajaya."Wah! Sungguh tidak ku sangka kalau jadi raja akan seperti ini. Aku ingin jadi raja disini untuk selamanya," kata raja Badasa."Selama kau turut pada ku, dan pamanmu. Kau akan jadi raja disini untuk selamanya," ucap raja Ragajaya.Tiga
Bagaikan seekor elang Arya terbang tinggi dan tidak terhalangi oleh awan. Pemuda petir itu melayang tinggi di udara."Sungguh indah negeri-negeri ini jika di lihat dari udara. Tapi sayang, semua itu tidak seperti manusia yang menghuni bumi," ucap Arya.Arya terus melesat tanpa menunda sedikitpun waktu yang ada. Karena Arya tahu waktu sangat mepet dan semakin hari pasti akan semakin sempit.Arya tidak langsung ke istana kerajaan Teruma begitu dia sampai di negeri itu, tapi Arya memutuskan menuju hutan tempat pasukan pemberontak bersembunyi.Dengan segera Arya mendatangi tempat persembunyian dari pasukan pemberontak itu. Dan masuk tanpa sedikitpun rintangan."Patih Rundi!" teriak Arya.Teriakan itu membuat semua prajurit pemberontak kaget. Mereka langsung mengambil senjata dan mengurung Arya."Tahan! Dia di pihak kita!" kata Patih Rundi."Buka topeng mu, yang mulia raja Chandra!" pinta Patih Rundi."Kali ini tidak lagi paman, kecuali kita bicara berdua!" kata Arya."Kenapa?""Aku takut
Wajah Patih Kuroda dan wajah penasehat Angga cukup kaget dengan apa yang baru saja disampaikan oleh Arya. Mereka tidak paham apa maksudnya."Mohon maaf yang mulia, apa maksud yang mulia mengatakan seperti itu?" tanya Patih Kuroda.Penasehat Angga, adik Arya juga memiliki pertanyaan yang sama yang baru saja dilontarkan oleh Patih Kuroda."Aku akan jelaskan mengapa aku meminta itu, Patih., Adik!" kata Arya."Jelaskan yang mulia, agar kami tidak salah sangka," kata Patih Kuroda meminta Arya untuk jelaskan lebih jelas lagi."Begini. Keadaan di kerajaan Teruma sangatlah pelik. Keadaan negeri itu sudah bisa dikatakan hancur karena sekarang dikuasai oleh raja Ragajaya."Sejenak Arya diam. Dia menyusun kata-kata yang pas untuk menjelaskan semuanya."Seperti yang kalian tahu, tujuan awal aku kesana hanya untuk melihat dan kalau bisa membawa kak Badasa dari istana itu, tapi ternyata tidak sesederhana itu," kata Arya lagi."Apa yang menyulitkan, yang mulia?""Yang pertama adalah, jika aku membaw
Memacu kuda secepat mungkin karena waktu yang begitu mepet, Arya pun sampai di istana kerajaan Purawa, dan Arya kembali masuk lewat belakang istana."Ibunda, ayahanda. Chandra sudah kembali!" teriak Arya begitu dia injakkan kaki rumah istirahat keluarga kerajaan Purawa di belakang istana kerajaan.Ratu Parwati yang langsung datang menyambut Arya. Tapi dia mengerutkan dahinya saat melihat Arya hanya datang sendirian."Dimana kakakmu, Chandra?" tanya ibu Parwati.Pertanyaan yang sama tergambar di wajah ayahanda Arya, Yuda."Chandra belum bisa membawa kak Badasa, ibunda!" jawab Arya."Kenapa?"Raut wajah kecewa sangat jelas terlihat di wajah seorang ibu yang merindukan putranya itu."Ada banyak hal yang memaksa Chandra belum membawa, kak Badasa," kata Arya."Apa? Coba katakan? Apa kau takut tahta akan direbut kakakmu?" kata Ibu Parwati."Apa maksud ibunda? Sekalian tahta itu akan diberikan pada kak Badasa, Chandra tidak akan menolak itu!" kata Arya."Kalau begitu, kenapa kau tidak membaw
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments