Misi Hamzah dan Rangga dimulai!
Drtttt! Drrrttt! Dddrrrttt!
Suara ponsel berdering dengan meraba-raba nakas Yudi berusaha menjangkau ponselnya.
"Hallo .... " jawabnya sambil merem.
"Dasarr anak tidak berbakti! Kapan kamu akan pulang menjenguk bundamu? Bunda sudah tua, Nak? sangat menginginkan cucu kamu tegaa sekali! Hiks ... hiks .... " suara di seberang berteriak dan mulai terisak, Yudi tahu semua itu hanyalah drama bundanya Yudi mencoba membuka matanya dan tersenyum.
"Assalamu'alaikum, Bun!" sapa Yudi.
Yudi seorang pemuda tampan putra semata wayang dari pasangan Rangga dan Rini, Yudi seorang konstruksi bangunan meneruskan usaha ayahnya, dengan talenta yang dimilikinya ia menjadi pengusaha sukses. Usianya sudah memasuki kepala tiga namun, belum berkeinginan menikah karena belum ada satu wanita pun yang berhasil menyentuh hatinya.
"Wa'alaikumsalam, apa kamu nunggu bundamu mati dulu baru menikah sih Yud? Kamu tahu ... anak Pakde Reno sudah menikah dan bentar lagi akan menimang cucu ... Bukde Sri juga sudah menimang cucu! Lha, giliran bundamu ini kapan?" jawab Rini.
"Bundaaaa, mang pagi-pagi telepon cuman buat ghibah Bun? Besok-besok juga, aku akan bawa mantu ke rumah. Bunda do'ain aja deh!" Yudi berusaha menenangkan bundanya karena dia tahu bundanya akan mengomel terus.
"Hah! Payah ngomong sama kamu?Bunda, sudah jodohin kamu sama anak Pakde Anto! Kalau tiga bulan ke depan ... kamu nggak nemu jodoh juga."
"Jangan dong Bun? Kayak zaman Siti Nurhayati aja eeh Nurbaya, Bun. Bunda sehat? Jangan marah-marah Bun entar cepat tua! Ingat penyakit Bun, memang mau belum nimang cucu sudah stroke" Yudi sambil bercanda sambil melenggang ke kamar mandi.
"Kamu do'ain bundamu cepat mati gitu? Dasar anak kurang ajar!" Rini menahan geramnya, andaikan Yudi dekat pasti tangannya sudah menjitak putranya.
"Bunda sayang? Bukan do'ain cuman ngingetin Bun! Hm, memang ada apa sih Bun? Tumben pagi-pagi buta, masih jam 05.00 juga sudah nelepon." Yudi ke luar dari kamar mandi melirik jam di dinding"
"Bunda, mau mintol .... !"
"Haah! Mintol tuh apaan Bun?" Yudi mulai melanglang buana di kamus bahasa Indonesia.
"Minta tolonggg! Idih, pantesan kamu gak laku-laku. Bahasa Gaul aja gak tahu!" jelas Rini.
Yudi cuman menaikkan alisnya dia hapal benar kelakuan bunda tersayangnya yang berbeda terbalik dengan ayahnya. Bundanya sedikit nyentrik dan gaul perhatian juga penyayang, beda dengan ayahnya yang tegas dan banyak diam.
"Memang mau mintol apaan sih, Bun? Kayaknya penting banget? Kalau soal jodoh-jodohan lagi ... aku ogah akhhh! Jodoh sudah ada yang atur Bun?" Yudi sambil memakai celana jeans butut sobek-sobeknya.
"Kepedean! Siapa juga yang mau jodohin Kamu lagi? Bosan akh! Itu ... kamu ada waktu gak? Ada yang mau minta buatin rumah, cuman dia mintanya kamu yang buatin rumahnya. Katanya, 'Semua rumah buatan kamu itu bagus-bagus Le,' Kakeknya, Paman, juga Ayahnya, langganan Ayah kamu juga! Hm ... Ayah lagi gak enak badan, kata Dokter Anto, 'Harus banyak-banyak istirahat! Gak boleh ke proyek-proyek lagi,' bantuin bunda ya? Ga enak! Bunda sudah iyakan," terang Rini.
Jika sudah mendengar bundanya mulai memelas Yudi mulai tidak sanggup apa pun akan dilakukan kecuali, ide aneh bundanya yang kepingin cepat punya cucu.
Bukan Yudi tidak mau, cuman belum ada seorang wanita yang mampu membuat Yudi merasa nyaman dan ingin berumah tangga. Dia sadar usianya sudah kepala tiga, cuman mau gimana lagi? Jodoh urusan Allah bukan hansip.
"Memang rumah siapa sih Bun? Memang harus aku Bun? Hm, terus proyekku di sini bagaimana Bun?"
"Arman yang ngawasi lagian ini, cuman rumah sebuah, Nak" Bunda Rini mencoba meyakinkan Yudi.
"Ya, sudah deh! Memang kapan Bun?"
Yudi membuka kulkas mencoba mencari makanan namun, di dalam kulkas hanya ada susu cair. Yudi melihat label kadaluarsa dan masih layak diminum.
Sudah lama, aku tidak berbelanja batinnya mengingat-ingat, kapan terakhir mengisi kulkasnya dengan makanan dan minuman Manusia.
"Lusa ... jadi kamu harus pulang hari ini!" jawab Bunda Rini sekenanya.
Bbrrruuuuslpppp ....!
Yudi menyemburkan susu dari mulutnya,
"Ya Allah ... Buuunnn kok gak bilang dari kemarin-kemarin sih? Bagaimana mau nyelesaiin kerjaan di sini Bun?" Yudi puyeng.
"Ayah sudah telepon Arman tadi malam, Arman yang ngawasi untuk sementara ini. Sudah sholat Subuh gih! Terus sarapan dan pulang. Assalamu'alaikum," Bunda Rini langsung mematikan sambungan telepon.
"Wa'alaikumsalam" Yudi cuman memandang hand phonenya bengong, dengan sekotak susu di tangan kanan.
"Dasar Bundaaaa ... !! seenaknya saja!" Yudi melenggang ke kamar mandi, mandi dan melakukan semua aktivitas seperti yang diperintahkan bundanya.
Yudi mengendarai mobilnya dari Kota M ke kota kelahirannya di Kota R, delapan jam perjalanan.
Akhirnya dia memasuki rumah orang tuanya, sebuah rumah bergaya klasik megah juga indah semua masih sama, Yudi memandang bunga-bunga mawar kesukaan bundanya mekar dengan indah.
"Assalamu'alaikum, Bunda sayang !!" Yudi dengan manjanya memeluk seorang wanita separuh baya berhijab wajahnya masih memancarkan pesona kecantikan,
"Wah, anak ganteng bunda sudah sampai. Bersihkan dulu tubuhmu! Terus turun ke bawah makan, Ayah di belakang tuh!" Bunda Rini mengelus puncak kepala Yudi Kemudian ia pun mencari ayahnya .
"Assalamu'alaikum, Ayah" Yudi menyalam tangan Rangga dan memeluknya dengan erat.
"Ayah minta maaf, Nak! Akhir-akhir ini, ayah selalu tidak enak badan. Mungkin faktor umur kali! Jadi ... maaf kalau sudah merepotkan kamu ya, Le?" ucap Rangga sembari terbatuk.
"Uhuk ... uhuk." Rangga terbatuk-batuk, Yudi menuntun ayahnya ke dalam rumah.
"Gapapa, Ayah! Maaf ... seharusnya, Yudi sering-sering menjenguk Ayah sama Bunda," ada secuil penyesalan di hati Yudi.
Seminggu sebelumnya ....
Tok! Tok! Tok!
"Assalamu'alaikum" seorang lelaki paruh baya datang ke kantor Rangga
"Wa'alaikumsalam, Zah" Rangga berdiri dan memeluk sahabat lamanya.
"Apa kabarmu kawan? Bagaimana anak-anak?" Rangga mempersilahkan Hamzah duduk.
"Alhamdulillah, sehat! Anak-Anak ... Tito sudah punya anak dua, Tantri punya anak satu, tinggal Tania yang belum. Tidak tahu itu anak! Hadeh, susah diatur? Tania perempuan tapi tingkahnya seperti laki-laki." Ucap Hamzah
"Kamu tahu sendiri ... bagaimana kelakuan Tania? Tapi dari semua anak-anakku, cuman Tania yang mengikuti jejakku jadi pengacara dia kopianku Ngga," ucap Hamzah sambil menyeruput teh yang sudah dihidangkan Pak Muri.
Rangga dan Hamzah adalah sahabat karib dari bangku SMP, keduanya terus berhubungan hingga sekarang.
Rangga pemilik PT. Jaya Mandiri Konstruksi, yang tidak lain adalah ayahnya Yudi.
Sedangkan Hamzah seorang Pengacara terkenal di negara ini yang memiliki seorang putri bernama Tania.
"Bagaimana lagi? Namanya kamu yang buat adonannya, masa semua mirip Noni?" Rangga tertawa.
"Hahaha! Kabar Rini dan anak semata wayangmu bagaimana? Aku tahu di tangan anakmu, bisnis property-mu maju pesat Ngga. Hebat anakmu!" puji Hamzah.
"Ya, alhamdulillah Zah! Cuman masih enakkan kamu, sudah nimang cucu. Lha anakku? Entah kapan mau nikahnya? Hadeh! Bundanya sudah pengen banget punya cucu Zah. Bagaimana kalau kita jodohin saja Tania sama Yudi Zah?" entah dari mana ide itu terlahir di kepala Rangga.
"Kalau aku ya ... oke oke sajalah Ngga, kamukan temanku dari SMP, aku mau aja toh?! Tapi ... apakah kamu yakin? Mau punya mantu seperti Tania masak saja gak jelas ngalor ngidul rasane! Hahahaa. Hm, apa mungkin Yudi juga mau?" tanya Hamzah.
"Hmm ... kita jangan terang-terangan jodohin mereka, kalau terang-terangan ya pasti gak mau! Kamukan tahu ... kalau dari kecil Yudi sama Tania seperti tikus sama kucing, setiap ketemu. Hadehhh ... hahaha. Kamu ingat gak masih kecil mereka bagaimana?" mereka tertawa mengingat masa silam.
"Wah, kebetulan Ngga! Sebenarnya aku itu kemari, Tania mau minta tolong mau buatkan rumah miliknya. Itu anak sudah sangat mandiri, aku takut gak ada satu pria pun, yang mau menikahinya, Ngga. Jadi ... dia mau minta tolong, berikan ini ... nih" Hamzah mengeluarkan lembaran-lembaran kertas berisi denah rumah.
"Wah! Rumah yg bagus, selera Tania luar biasa, pantesan dia ingin segalanya luar biasa gini. Jangan khawatir! Aku pengen liat cucuku, kalau Mereka menikah Zah" hayalan tingkat Dewa Rangga memenuhi segala kemungkinan akhirnya, Ia manggut- manggut sudah ada ide di dalam pikirannya.
"Aku ada ide! Tania minta tolong sama kamu, untuk bikinin rumahnya. Jadi aku harap Yudi aja yang buat rumah itu bagaimana?" Hamzah memberi saran.
"Wah, ide kamu bagus tuh! Entar Aku pura-pura sakit, biar Yudi yang nangani di sini. Jadi, aku ada alasan mau liburan, entar aku hubungi Anto biar buat surat rekomendasi aku butuh istrahat" pasangan lelaki separuh baya itu pun tertawa.
Rangga tersenyum simpul di kamarnya, mengingat semua rencana yang ia buat dan Hamzah, apa lagi Rini sang istri juga mendukung rencana mereka.
Tok! Tok! Tok!"Masuk!" Yudi tidak bergeming dari kertas-kertas di meja kerja di kantor ayahnya. Mengamati, meneliti, dan mereka- reka semua denah gambar rumah yang diberikan ayahnya."Hm, rumah yang indah! Siapa pun pemiliknya memiliki cita rasa yang luar biasa." Ujarnya, tanpa disadarinya sepasang mata ikut mengamati gambar tersebut."Benarkah? Aku sangat ingin rumah impianku itu selesai, sebelum Idul Fitri," suara wanita yang tidak asing menembus ke syaraf-syaraf otaknya, bagaikan palu menghantam jantungnya. Secepat kilat yudi menoleh ke arah suara."Taniaa! Sedang apa kamu di sini?" Yudi merasa heran mendapati Tania di sebarang mejanya.
Keesokan harinya ....Yudi berada di lokasi rumah baru Tania, memotret berbagai sudut sekali-kali berbicara lewat tape recorder. Meninjau dan merevisi semua bagunan yang akan dibuat agar sesuai dengan niat si empunya rumah.Sebuah mobil memasuki halaman, sesosok wanita anggun mengenakan setelan pengacara merah maroon muncul dengan modisnya."Kamu sudah lama, Yud?" Tania berusaha mencairkan suasana, karena merasa bersalah sudah terlambat hampir tiga jam. Yudi hanya menoleh dan terus berkutat dengan pekerjaannya."Lumayanlah! Wah, Ibu Pengacara luar biasa ya? Janji jam 09.00 muncul jam 11.00," sindirnya"Maaf, ada urusan
Tania mencari-cari Yudi, dia melihat Yudi sedang menggergaji potongan-potongan beroti dengan denim belel, sepatu bot, helm, kemeja yang di gulung sampai siku. Tidak lupa sabuk peralatan di pinggang, menambah macho tampilannya. Entah mengapa desir-desir aneh menggelitik di hati Tania, ingin rasanya Tania menghapus keringat yang meluncur di dahi Yudi. Haaahhh! Tania menggeleng-gelengkankan kepala dan menelan salivanya, dia sendiri bergidik membayangkan pikiran aneh yang mulai menari-nari di otaknya dia mulai mencari-cari, rahasia apa yang sudah terjadi di tubuhnya. Yudi menoleh, ia melihat Tania mematung menatap ke arahnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Apa ada yang salah? Dengan semua bangunan yang aku buat? Semuanya sesuai dengan keinginan dan yang tertera di denah. Bila ada yang salah lagi, aku akan mencium bibirnya yang mulai cemberut itu, menyebalkan!" Yudi menghentikan kegiatannya. Entah dorongan dari mana dia memil
Di kediaman keluarga Rangga, Yudi membolak-balik kertas denah pekerjaannya. Akan tetapi pikirannya tidak luput akan Tania, Tania dan Tania lagi.Seakan-akan Tania berlarian di pikiran, hati dan di ruangan kamarnya dengan senyuman, cemberut serta omelannya.“Akh, sialan .., kenapa sih? Wajah Si Xena ini, ga bisa hilang sedikit pun,” bantah batinnya. Yudi beranjak dari tempat tidurnya, meraih jaket, helm dan kunci sepeda motornya.Di sinilah ia sekarang, di depan apartemen Tania.Yudi dengan jelas melihat Tania, di balik tirai jendela kamar apartemen lantai 2.Dengan bahagianya memeluk bunga matahari plastik yang diberikannya, lewat kurir yang sengaja dia kirimkan. Yudi tersenyum akan tingkah lucu kekanak-kanakan Ta
Begitu juga Tania, dia selalu dengan diam-diam mencuri-curi pandang akan kehadiran Yudi. Akan tetapi, seminggu sudah berlalu, Yudi juga tidak pernah muncul. Ada rasa kehilangan, kerinduan dan kecewa menyatu."Ke mana si Kulkas ya? Mau tanya kok, rasanya malu." Tania membatin, ia dirundung dilema menggigit bibir bawahnya.Ia melihat setiap ruangan yang selalu dipenuhi canda tawa Yudi beserta kru-nya, kini sepi lengang tanpa ada canda tawa Yudi.Tania kembali keruangannya, memandang bunga matahari yang masih saja dengan indahnya di sudut jendela kamarnya.Saat Tania memutuskan pindah ke rumah barunya, entah mengapa hal pertama yang ada di benaknya adalah bunga matahari ini. Baginya seakan Yudi selalu ada di sisi menemaninya,"Maafkan aku, seharu
Yudi pergi meninggalkan Tania, dengan sejuta perasaan amarah yang mau meledak di kepalanya. Ia tidak ingin mereka semangkin terpuruk seperti masa kanak-kanak dulu. Tania pun balik kanan ke ruangan kamarnya, ia segara menutup pintu dan membanting dirinya ke kasurnya. Ia menangis sesenggukan, "Dasar Kulkas, bodoh! Kenapa ga ada sedikit pun pengertiannya. Hiks hiks .... " Tania menangis di atas bantalnya. Ia merasakan sedikit rasa kesal dan benci juga rindu, yang menjadi satu di relung hati dan jiwanya. Ia tidak mengerti entah sejak kapan, ia menjadi sedikit cengeng. Sejak Yudi kembali di kehidupannya,
"Apa yang kau lakukan di sini, Yud?" tanya Tania heran. "Apa?! Enak saja kalau ngomong. Bukankah kamu yang merengek kepada Ayahku, untuk memasangkan pegangan pintu malam ini juga?" sanggah Yudi kesal. "Apa?!" Tania memijat keningnya, ia merasa ada kesalahan di dalam semua ini. "Ya ampun! Aku hanya membawa pegangan pintu kepada Om Rangga, hanya untuk berdiskusi mengenai pegangan pintu yang unik dan indah ini. Bukan untuk memintanya segera memasangkannya?" jelas Tania. Ia berusaha naik ke lantai atas, ke ruangannya mengambil aspirin dan menelannya sebutir. Ia benar-benar pusing akan semua kejadian semalaman ini. Kolega yang membuat pusing, Martin yang menyebalkan, semua b
Ditempat lain .... "Bagaimana kemajuan Anak-Anak Kita, Zah?" tanya Rangga. Ia menelepon Hamzah dengan berbisik-bisik, tidak lupa menghisap rokok cerutu dan berusaha mengibas-ngibaskan kertas, agar Rini sang istri tidak mengetahuinya. "Akh, keduanya sama-sama keras kepala, aku tidak yakin. Apakah keduanya akan bersatu?" jawab Hamzah. Ia menerawang mengingat Tania dan Yudi "Jangan menyerah, kita harus memberikan sedikit dorongan pada mereka, agar mereka benar-benar menyadari bahwa keduanya sedang jatuh cinta." Rangga menjawab, ia tidak mau kalah. Ia begitu yakinnya bila suatu saat nanti Tania akan menjadi menantunya,