“Yohan mengatakan kalau Jin sudah tiba di Indonesia beberapa hari lalu,” ucap Dalmi memulai pembicaraan. Bitna tampak masih santai sambil meminum kopi yang baru diantarkan oleh pelayan. “Aku tahu,” timpalnya yang tak kalah santai. “Semalam juga dia berusaha menemuimu lagi di apartemen,” lanjut Dalmi memberikan informasi, memperhatikan bagaimana respon Bitna. “Aku juga mengetahuinya, Eonni.” Bitna mulai terdengar bosan mendengarnya. “Sejak dia tiba di Indonesia saja sudah terang-terangan. Dia juga menunjukkan dengan tindakannya ini, membuatku kesal saja,” lanjutnya dengan suara yang frustasi. “Maka dari itu kau terus menghindarinya?” tanya Dalmi yang diangguki Bitna pelan. “Cepat atau lambat kalian pasti akan bertemu juga, apalagi setelah ia mengetahui jadwal kegiatanmu. Paling dalam beberapa hari lagi atau bahkan sekarang.” Ekspresi wajah Bitna semakin terlihat tidak begitu baik. "Menurutmu, bagaimana aku harus berekspresi saat kami bertemu nanti?" tanya Bitna. "Yang pa
Baru saja Yohan keluar dari mobilnya, ia mendapati Kenzo bersama dengan Bitna berjalan beriringan ke mobil Kenzo. Yohan berniat untuk menyapa dan berbasa basi dengannya sebentar, tapi melihat bagaimana ekspresi wajah Bitna membuat ia mengurungkan niatnya. Kenzo terlihat berusaha menghiburnya, tapi Bitna sama sekali tidak bergeming dengan perasaannya yang terlihat sangat buruk. Jadi, ia membiarkan begitu saja berlalu dan melanjutkan langkahnya. Yohan berjalan santai sambil memainkan kunci mobil yang dipegangnya. Sesekali menundukkan kepala sambil tersenyum ramah pada beberapa kru yang menatap dan menyapanya. Saat netranya menangkap dimana Dalmi berada, ia segera mengetahui alasan wajah Bitna tadi yang berpapasan dengannya tidak begitu bagus. ‘Jadi, ada dia?’ tanya Yohan dalam batinnya sembari terus melanjutkan langkahnya yang tinggal beberapa meter lagi ke arah mereka. Semakin dekat ia, tampaknya mereka tengah berbicara. Entah Jin yang terlihat mendesak Dalmi. “Jin, kamu sudah ada
Bitna terbangun dari tidurnya dan masih dalam setengah sadar mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk. Hal pertama yang ia cari ketika membuka matanya adalah air putih yang biasanya Dalmi siapkan. Namun, belakangan yang memenuhi kebiasaannya itu adalah Kenzo karena ia sekarang ada di rumah pria itu. Setelah meneguk air putih tersebut, Bitna merasa semakin segar dan mendapatkan kesadaran sepenuhnya. Ia beranjak meninggalkan tempat tidurnya yang sudah ia tempati di kamar ini beberapa hari belakangan. Sambil meregangkan tubuhnya, Bitna menuruni anak tangga menuju ke meja makan yang terdapat tak jauh dari dapur, tempat biasanya Kenzo menunggunya untuk menikmati sarapan bersama. Bitna sudah mengatakan berkali-kali untuk tidak menunggunya atau dengan cara membangunkannya, tapi Kenzo bersikeras hanya ingin menunggunya dengan alasan tidak ingin mengganggunya. Perlakuannya begitu manis hingga siapapun pasti akan jatuh hati pada pria ini. Ketika tiba di meja makan, kali ini pemandangan yang ia
Dari sikap Kenzo yang memperlihatkan langsung hubungan mereka di depan Jin saat sebelumnya Bitna sudah menceritakan masalah ini sekaligus membuat perjanjian dengannya. Kenzo mengingkarinya begitu saja seolah tidak menghargai apa yang sudah mereka sepakati. Bitna cukup kecewa dengan keputusan yang diambil oleh Kenzo, meski didasari oleh rasa cemburu sekalipun. Maka dari itu, ia membawa Jin keluar dari cafe untuk berbicara di tempat lain. Untuk membawa pembicaraan ini menjadi lebih serius tanpa hambatan. “Jangan ikuti aku kalau tidak ingin aku lebih marah,” bisik Bitna ketika ia yang tengah menarik tangan Jin, melewati meja yang diduduki Kenzo. Tanpa menunggu jawaban lagi, Bitna kembali menarik tangan Jin hingga mereka keluar. Jika Kenzo tetap mengikutinya, tidak menuruti apa yang menjadi keputusannya lagi, maka ia akan benar-benar marah padanya. Terlihat Jin di belakangnya yang begitu senang, merasa mendapat suara dari Bitna langsung. Kenzo cukup terkejut dengan nada suaranya yang
Kenzo segera mengalihkan atensinya dari ponsel pada pintu masuk cafe yang berbunyi, menandakan seseorang masuk. Menunggu dengan bosan sekaligus tidak nyaman karena membiarkan Bitna bersama Jin, sambil hanya memainkan ponselnya yang membosankan. Selalu memastikan seseorang yang masuk lewat bel yang terdengar ketika pintu masuk dibuka. Kali ini harapannya terkabul, Bitna yang masuk membuat ekspresi wajah Kenzo tak dapat dipungkiri begitu senang. Bahkan mengalahkan rasa cemasnya sendiri karena takut Bitna akan marah padanya sebab ia sudah melanggar janji mereka. “Apa pembicaraan kalian lancar?” tanya Kenzo setelah Bitna duduk di sampingnya. “Begitulah …” jawab Bitna tanpa mengatakan informasi lebih lainnya yang membuat Kenzo kecewa. Namun, Kenzo tidak menanyakannya lebih dalam. “Bukankah kita sudah berjanji sebelumnya, Ken?” Pertanyaan yang akhirnya ia takutkan terdengar. “Maaf,” ucap Kenzo pelan. “Kalau kamu tidak bersikap seperti ini, aku dan Jin bisa berbicara di sini dengan
“Ini sudah berapa lama?” tanya Yohan cukup terkejut dengan kedatangan Bitna di tengah-tengah acara hang out mereka berdua yang santai di balkon apartemen Bitna dan Dalmi. Beberapa hari berlalu sejak Bitna pulang ke apartemen. Setiap Yohan datang, Bitna sama sekali tidak keluar kamarnya. Bahkan saat mereka bertemu beberapa kali di lokasi pemotretan atau syuting iklan, Bitna terlihat tidak terlalu bersemangat meski di lapangan ia tetap begitu profesional. Sejak hari itu juga, Jin berhenti mengirim pesan pada Yohan untuk menanyakan segala hal tentang Bitna. Yohan dan Dalmi berasumsi jika Bitna sudah menyelesaikan permasalahan Jin yang mengganggunya. Namun, sejak hari itu juga, Bitna pulang dengan ekspresi muram yang bertahan cukup lama hingga sekarang. Keduanya sudah menduga jika Kenzo kemungkinan menjadi penyebabnya, tapi tidak ada satupun dari mereka yang mengangkat topik tersebut. Apalagi setiap Bitna dan Kenzo bertemu selama ini, Bitna berusaha keras menutupi isi hatinya. “Ya, beg
“Kita bicarakan semuanya baik-baik dan aku jelaskan semuanya termasuk Vanessa. Kamu turun dari sana.” “Aku gak mau dengar penjelasan kamu tentang perselingkuhan kamu dan Vanessa. Yang aku mau sekarang cuman cerai dari kamu!” “Kalau kita cerai, lalu bagaimana dengan anak kita?” "A-apa? Apa maksudmu anak?" “Ken-kenzo!” Bitna membuka kedua matanya dengan cepat bersamaan dengan napasnya yang terengah-engah. Ia melirik ke sekitarnya yang cukup gelap, tapi masih bisa melihat jika tempat ia berada masihlah kamarnya. Bitna mengubah posisi tubuhnya menjadi duduk setelah napasnya lebih tenang, lantas menyeka keringat yang entah sejak kapan sudah membanjiri dahi dan pelipisnya padahal pendingin ruangan dibiarkan menyala. Menghembuskan napas panjang, Bitna meraih gelas di atas nakas dan meminum isinya. Klik! Bunyi sakelar yang ia tekan guna menyalakan lampu di kamarnya. Melihat jam yang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi, Bitna memutuskan untuk beranjak dari kasurnya dan man
“Sayang, apa kamu baik-baik saja? Wajahmu terlihat pucat?” Kenzo segera menghampiri Bitna yang berjarak beberapa meter di depannya, terlihat cukup pucat dan lesu. “Bitna …” panggil Dalmi dari belakang, mengalihkan atensi Bitna untuk menoleh padanya. Dalmi melihat Bitna, kemudian Kenzo, dan keberadaan Yohan di belakangnya. Menangkap apa yang terjadi Dalmi lantas berkata, “Sepertinya kamu belum memberitahu Yohan. Aku juga lupa mengatakan padanya untuk tidak memberitahu Tuan Kenzo.” “Tidak apa-apa,” jawab Bitna. “Kamu yakin tidak apa-apa?” tanya Dalmi sekali lagi karena merasa tidak yakin. Bitna mengangguk dan Dalmi menatap sekali lagi pada Kenzo, seolah mengatakan lewat tatapan matanya untuk tidak menyakiti Bitna. Yohan yang sejak tadi hanya mendengarkan dan memperhatikan pembicaraan, cukup bingung maksud dari perkataan mereka berdua. Namun, ia tidak bertanya atau ikut campur sebelum ia meninggalkan Bitna dan Kenzo untuk bertanya lebih banyak pada Dalmi. Apa yang tidak boleh ia kat