Tepat pukul 7 malam, Kenzo sudah berdiri bersandar pada cup mobilnya, di tempat terakhir kali ia menjemput Bitna di hari kencan mereka. Hari ini adalah hari yang disepakati keduanya untuk pergi berkencan seperti biasanya. Tak berselang lama ia menunggu, suara seseorang yang mengobrol dengan Bahasa Korea, terdengar di telinga Kenzo. Mengenali suara tersebut, Kenzo menoleh dan mendapati Bitna yang berjalan bersama Dalmi ke arah mobil van yang terparkir tepat di samping mobilnya. “Hai,” sapa Kenzo setelah mendekat pada mereka, lebih tepatnya pada Bitna. “Bagaimana pekerjaanmu hari ini?” tanya Kenzo pada Bitna sembari merangkul mesra pinggangnya dan mengecup sekilas dahinya. Mendapat perlakuan seperti itu yang tiba-tiba, mengundang semburat merah muda alami di pipi putihnya yang kontras. Mengingat hanya ada mereka bertiga disini, Bitna bergerak gelisah untuk melepaskan diri dari Kenzo. Itu dilakukan demi dirinya sendiri yang terkadang tiba-tiba tidak bisa berpikir rasional di hadapa
“Saat aku menceritakan sedikit tentang tempat wisata di sini tepat di hari pertama kami tiba, ia sangat bersemangat untuk mulai menjelajahi semua tempat wisata. Tapi kini dia bermalas-malasan di atas kasur pada hari liburnya seolah semua yang ia katakan beberapa waktu lalu itu tidak pernah ada.” Dalmi berbicara lewat telpon sambil memperhatikan setiap gerak gerik Bitna lewat celah pintu yang terbuka. “Sungguh? Anak itu yang sangat senang mengenal tempat-tempat baru dan selalu mengeluh karena padatnya jadwal?” tanya seseorang di seberang telpon dengan nada setengah tidak percaya. “Aku mengatakan yang sebenarnya! Kalau tidak percaya, akan ku kirim fotonya.” Dalmi menjauhkan ponselnya dari telinga dan beberapa kali memotret Bitna diam-diam. “Kamu lihat, Yohan?! Aku mengatakan yang sebenarnya!” seru Dalmi setelah memberikan buktinya. “Sebenarnya apa yang terjadi di sana, Dalmi?” tanya Yohan. “Itu akan menjadi cerita yang sangat panjang. Aku tidak bisa membicarakannya di sini bah
“Ken! Kamu datang?” Bitna menyambutnya dengan hangat, setengah berteriak memanggilnya, dan langsung memeluk erat Kenzo yang masih terkejut di depan pintu. “Bitna, siapa yang datang?” Suara Dalmi terdengar, ia sudah keluar dari kamar untuk melihat siapa gerangan tamu yang datang. Sepintas melihat mereka yang berpelukan terlihat akrab dan mesra, tapi Dalmi yang melihat ekspresi wajah Bitna tidak percaya begitu saja. Ia berkeringat dingin dan menahan malu, bertahan dalam posisi tersebut seolah menunggu sesuatu. Ketika Bitna melihat kembali ponselnya yang tidak menampilkan panggilan suara, wajahnya menjadi lega dan tanpa rasa bersalah segera melepas pelukan mereka. Suara deheman Kenzo membuyarkan lamunan Bitna di tengah-tengah itu. Bitna mengalihkan atensi pada Kenzo yang berdiri di depannya dan tanpa aba-aba pipinya memerah, mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Ketika berbalik, ia mendapati Dalmi yang sejak tadi masih memperhatikan. “Tidak! Itu … dia tadi Jin menelpon, kebetula
“Halo, siapa ini?” Bitna menjauh sedikit dari Kenzo ketika mengangkat telpon. Bitna berbicara dalam Bahasa Korea, mengetahui jika nomor yang menelponnya adalah nomor orang Korea. Meski sudah menebak siapa gerangan yang menelponnya, ia berpura-pura tidak mengetahuinya untuk berbasa-basi. “Bitna, ini aku, Jin.” Benar saja tebakannya. Mengetahui nomornya sudah berganti, bisa Bitna tebak jika Jin sudah merusak ponselnya, dan ini bahkan belum satu hari sejak mereka terakhir berkomunikasi. “Ya, apa ada yang ingin Anda bicarakan lagi dengan saya, Senior? Padahal belum satu hari kita berkomunikasi. Saya minta maaf karena sedikit sibuk di sini.” Bitna tidak ingin memperpanjang lagi pembicaraan dan langsung memberitahunya secara langsung. “Apa kamu sibuk bersama dengan ‘tunanganmu’ itu?” tanya Jin yang terdengar sangat kentara nada dingin, menunjukkan kecemburuan. Bitna tidak memberikan jawabannya, tapi memberikan tawa kecilnya untuk membenarkan secara tak langsung. Ia melirik sebentar
“Haahh… Lelah sekali.” Bitna menghela napas dalam begitu sampai di ruangan istirahat khusus artis. Ia segera duduk bersandar di salah satu kursi sambil mengipasi wajahnya yang terasa panas dengan kipas elektrik. Udara di negara ini memang lebih panas daripada di Korea saat musim panas, entah itu hanya perasaannya saja. Belakangan ini ia tidak terlalu cukup sibuk membuat dirinya sedikit tidak terbiasa dengan pekerjaan yang bersantai. Namun, ketika ia menerima jadwal yang cukup sibuk kembali seperti saat ini rasanya seperti artis baru yang memulai debutnya. Begitu pun dengan rasa lelahnya. “Minumlah ini,” ujar Dalmi sembari menyodorkan kaleng minuman padanya. “Terima kasih.” Bitna menerimanya dengan senang hati dan menegakkan tubuhnya untuk membuka kaleng soda tersebut. “Ini masih pukul 8 malam. Belum ada apa-apanya dibandingkan dengan saat-saat dimana kita baru pulang di atas tengah malam setiap harinya dan bekerja lagi mulai pukul 8.” Bitna mengangguk setuju, tapi rasa lelah in
“Itu pasti Kenzo!” seru Bitna seraya berdiri dari duduknya dan segera menghampiri pintu apartemennya yang sudah membunyikan bel. “Bitna, Bitna, biar aku saja!” cegah Yohan setengah berteriak pada Bitna yang bahkan tidak mau repot-repot mendengarkannya. “Dia, kenapa sekarang sama menyebalkannya seperti pria itu sih?” tanya Yohan kesal pada Dalmi yang duduk di sampingnya. “Mungkin karena mereka bertunangan?” tanya balik Dalmi. “Tunangan kontrak!” tegas Yohan. “Oppa!” seru Bitna tiba-tiba saja terdengar membuat Yohan tersentak dan segera menoleh ke belakang. “Oh, kamu sudah datang? Kok cepat?” tanya Yohan berusaha mengubah pembicaraan. “Eonni, aku sudah mengatakan padamu untuk tidak membicarakan ini pada sembarangan orang!” Dalmi yang diam, ikut terkena semprotan Bitna. “Kamu sekarang mengatakan jika aku adalah sembarang orang?!” Yohan menuntut jawaban, tak terima dengan apa yang dikatakan oleh Bitna. “Kenapa sekarang kamu yang terlihat keberatan? Yohan adalah orang yang
“Dimana Yohan Oppa? Dia tidak kemari?” tanya Bitna setelah ia keluar dari kamar dan mendapati Dalmi di meja makan seorang diri. “Dia marah padamu, maka dari itu ia tidak kemari,” jawab Dalmi terdengar tak peduli. “Benarkah?!” tanya Bitna memekik. “Tidak, dia kemari untuk berlibur, tentu dia menghabiskan waktunya untuk berlibur.” Dalmi menjawab tanpa mengubah posisi tubuhnya yang merebahkan kepalanya di atas meja. "Enaknya," gumam Bitna. “Kamu mau pergi?” tanya Dalmi kemudian setelah melihat bagaimana penampilan Bitna yang sudah rapi. “Di hari offmu seperti ini, aku bahkan kesulitan untuk mengajakmu pergi menghabiskan waktu berdua.” Belum sempat Bitna menjawab, Dalmi sudah kembali berbicara dengan nada iri. “Aku minta maaf, kamu sendiri sudah mengetahui aku sesibuk apa. Lagipula, kita berdua sudah terlalu sering menghabiskan waktu bersama. Kenapa tidak pergi bersama Yohan Oppa?” jelas Bitna panjang lebar kemudian bertanya. “Bilang saja kamu mau pergi karena bersama denga
“Tidak bisakah aku menjadi orang normal untuk sehari saja?” keluh Bitna untuk kesekian kalinya. “Ini yang keempat,” timpal Dalmi. “Tidak, kelima.” Yohan yang tengah menyetir mobil, ikut menyahuti. “Eonni, Oppa!” seru Bitna kesal. “Masih bagus kita bisa pergi bertiga bersama seperti ini daripada tidak sama sekali. Ayo kita habiskan waktu selagi kita bersama di negara lain,” ucap Yohan kemudian menasehati. Yohan, Dalmi, dan Bitna telah sepakat sejak beberapa hari yang lalu bahwa mereka akan menghabiskan waktu dengan bersenang-senang mengelilingi Kota Jakarta. Entah datang darimana hari libur Bitna diluar jadwal, hal itu menjadi kesempatan mereka yang sudah banyak membicarakan tentang bermain bersama. Kenzo tidak bisa mengajak Bitna untuk berkencan karena dia sendiri sibuk dengan pekerjaannya di hari seperti ini. Meskipun di hari mereka bersenang-senang akan berbeda dengan cara orang lain bersenang-senang. Sebagai seorang publik figure yang terkenal, mereka tidak bisa menunjuk