Kenzo kemarin baru saja mengatakan untuk merahasiakan ‘hubungan’ mereka dari siapapun. Itu artinya juga termasuk Dalmi di dalamnya, tapi Bitna sudah memberitahunya. Jika Kenzo mengetahui itu, apa yang akan menjadi reaksinya?
Sekarang pria itu sudah berdiri di depan pintu, menatap keduanya bergantian menuntut jawaban. Bitna dan Dalmi tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejut mereka dari wajah keduanya. Di dalam kepala mereka, keluar pertanyaan yang sama. Dari mana Kenzo mendengar pembicaraan mereka?
“Sa-sayang, kamu sudah datang?” Bitna dengan kaku segera mengalihkan pembicaraan pada Kenzo.
‘Kumohon ikuti saja aku!’ Dalam batin, Bitna berharap Kenzo tidak memperpanjang pembicaraan tadi.
“Ya, tentu saja aku harus datang sebentar untuk melihat tunanganku karena aku merindukannya.” Seolah mendengar harapan Bitna, Kenzo mengubah ekspresi wajahnya dan menimpali ucapan Bitna dengan senyum lembutnya.
“Aku juga sudah merindukanmu,” balas Bitna.
Bitna memang membalas senyuman Kenzo, tapi bersamaan dengan keringat dingin di wajahnya yang sudah mengalir. Ia mencuri-curi lirik ke arah Dalmi untuk menyuruhnya agar segera keluar. Sementara Kenzo melangkah masuk ke dalam ruangan, mendekat pada Bitna.
“Karena masih ada waktu sebelum Bitna memulai pemotretan, aku akan keluar dan memberikan kalian ruang untuk melepas rindu.” Dalmi berusaha dengan alami berbicara dan keluar dari ruangan, meninggalkan Bitna dalam atmosfer yang tidak menyenangkan.
‘Aku mulai meragukan kemampuan aktingnya,’ ucap Dalmi dalam batin, mengomentari kemampuan sandiwara Bitna. Siapapun pasti akan meragukan hubungan mereka jika Bitna bersandiwara seperti itu.
“Katamu kamu juga merindukanku,” ujar Kenzo sepenuhnya mengalihkan atensi pada Bitna.
“Kak Dalmi sudah keluar, tidak ada siapapun yang menonton drama membosankan kita.” Bitna kembali mengubah nada bicaranya begitu Dalmi sudah keluar, menyisakan mereka berdua.
Memalingkan wajahnya dengan tangan yang bersilang di depan dada. Tak lupa Bitna juga sudah duduk di meja rias, membelakangi cermin. Bergaya angkuh di depan Kenzo yang mungkin menatapnya seperti seorang gadis yang menyebalkan.
“Setidaknya kita harus terlihat mesra kalau-kalau ada seseorang yang tidak sengaja masuk dan memergoki kita yang terlihat bertengkar. Sepertinya itu bukan berita yang bagus saat kita baru mengumumkan pertunangan kita,” timpal Kenzo seraya mengikis jaraknya dengan Bitna sehingga ia mengurung Bitna di antara kedua tangannya.
Bitna menoleh ke depan dan langsung mendapati wajah Kenzo yang berada tepat di depan wajahnya. Reflek ia memundurkan wajahnya, tanpa bisa turun karena tubuhnya sudah terapit oleh kedua tangan Kenzo. Senyum di wajah tampan itu, lagi-lagi terlihat begitu menyebalkan di matanya.
“Kamu tidak memberitahu manajermu itu mengenai kontrak kita, kan?” tanya Kenzo dengan nada suara yang dingin, tapi juga tetap mempertahankan senyum manisnya.
“Ti-tidak, tentu saja tidak,” jawab Bitna sembari membuang pandangannya ke samping.
Di tengah rasa gugupnya yang setengah mati itu, Bitna berpikir, ia tidak akan bisa selamanya menyembunyikan fakta bahwa Dalmi sudah mengetahui kontrak itu. Akan sulit juga jika mereka nanti ada di satu tempat atau kejadian seperti tadi terulang lagi. Daripada menyembunyikan ini, lebih baik memberitahu Kenzo semuanya dan meyakinkannya untuk mempercayai Dalmi. Tidak ada ruginya juga untuk memberitahu Kenzo.
“Tuan Kenzo,” panggil Bitna setelah lamunan singkatnya seraya menatap tepat pada manik mata Kenzo.
“Kenzo,” ulang Kenzo mengoreksi.
“Ya, Kenzo, sebenarnya … “ Belum sempat Bitna mengatakannya, seseorang yang tiba-tiba saja masuk membuat Bitna reflek menarik leher Kenzo untuk mendekat padanya.
Tidak dapat disangkal dari wajahnya bahwa Kenzo terkejut. Ia menatap lekat wajah Bitna di depannya yang menatap ke arah belakangnya dengan pipi memerah. Seseorang pasti ada di belakang mereka. Ekspresi itu berganti dengan seringaian yang terbentuk di bibirnya.
“Sudah tidak ada orang … “ Bitna bergumam dan menghembuskan napas lega.
Ketika tatapannya kembali bertemu dengan Kenzo, Bitna lagi-lagi dibuat terkejut. Namun, kali ini karena tangannya sendiri yang dengan lancang sudah menarik leher Kenzo. Segera Bitna melepaskan tangan miliknya itu dari leher Kenzo.
“Ta-tadi ada beberapa orang yang masuk, tapi mereka sudah keluar,” jelas Bitna tanpa menatap Kenzo.
“Ada yang mau aku katakan, tapi kamu jangan marah dulu.” Akhirnya kalimat itu keluar dari mulut Bitna untuk segera mengakhiri kecanggungan ini.
“Apa?” tanya Kenzo tanpa mau mengubah posisi mereka.
“Pertama, bisakah kita berbicara dengan posisi yang normal?” Bitna masih enggan melakukan kontak mata dengan Kenzo, atau lebih tepatnya tidak bisa melakukannya.
“Siapapun bisa masuk kemari dan melihat kita lagi, bicara saja, aku mendengarkan.” Sebuah alasan yang dengan bodohnya dipercaya oleh Bitna, meski ketidaknyamanan mengganggunya.
Mau tidak mau, Bitna akhirnya membuka mulutnya untuk menjelaskan. “Aku dan Kak Dalmi-”
“Kamu berbicara dengan siapa?” potong Kenzo seraya menyentuh pipi Bitna lembut untuk mereka saling menatap satu sama lain lagi.
Bitna mau tidak mau akhirnya bertemu kembali dengan netra hitam milik Kenzo. Ia tidak menghiraukan lagi bagaimana nasib pipinya yang terasa sangat panas yang entah sudah semerah apa sekarang.
“Aku dan Kak Dalmi sudah bersama kurang lebih 5 tahun selama aku berkarir menjadi aktris di Korea Selatan. Selain itu, dia juga menjadi teman pertamaku saat aku berada di Korea. Jadi, aku sangat mempercayainya dan tidak bisa menyembunyikan apapun.” Bitna memberikan jeda sebentar setelah menjelaskan permulaan dari pembicaraan ini pada Kenzo. Pria itu pasti sudah mengetahui, kemana arah pembicaraan ini. Bitna menunggu bagaimana respon darinya dan siap meyakinkan Kenzo.
“Hm … kamu bilang, saat kamu pertama di Korea? Apa kamu tidak berasal dari Korea?” Pertanyaan yang diluar pembicaraan, keluar dari mulut Kenzo. Namun, Bitna tetap menjawab hanya dengan gelengan kepalanya saja.
Sempat beberapa detik Kenzo diam dan hanya menatap Bitna dengan wajah tanpa ekspresi yang sulit dideskripsikan. Bitna tidak bisa menebak apa yang dipikirkan oleh pria di depannya dan mengira jika ini akan menjadi pembicaraan yang lebih panjang dan diluar topik utama.
“Jadi, maksudmu, kamu sudah memberitahu Dalmi semuanya?” Kali ini Bitna mengangguk dengan cepat, meski tebakannya salah.
“Aku bisa menjamin, jika dia bisa menjaga rahasia kita tetap aman. Lagipula, dipikirkan bagaimanapun, ini lebih menguntungkanku daripada dirimu. Melihat dari karirku, dia pasti berpikir juga jika pilihan ini lebih baik dan akan mendukungnya. Jika dia mengetahui ini sejak awal, dia pasti akan mendukung keputusanmu.” Bitna melanjutkan untuk lebih meyakinkannya.
“Baiklah, aku mengerti.” Lagi-lagi jawaban yang diluar ekspektasi Bitna keluar, membuatnya terkejut.
'Semudah ini?' tanya Bitna dalam batin.
“Be-benarkah?” tanya Bitna pada Kenzo untuk lebih memastikan.
“Benar,” jawab Kenzo lembut sembari mengusap rambut panjangnya dengan senyum manis yang lagi-lagi terpatri di wajahnya. Bitna kali ini membalas senyum tersebut.
“Kamu harus bekerja, kan? Aku akan pergi setelah melihatmu bekerja,” ucap Kenzo kemudian mengalihkan pembicaraan. Ia mundur dan menjaga jaraknya untuk Bitna bisa turun.
"Ayo," ajak Kenzo seraya menggandeng tangan Bitna keluar ruangan setelah gadis itu berdiri di sampingnya dan mengangguk.
Bitna tidak banyak berbicara dan hanya mengikuti Kenzo. Mulai dari keluar ruangan ini, ia sekali lagi harus menunjukkan aktingnya yang sempurna di depan semua orang. Begitu keduanya menunjukkan diri, tidak ada satupun staff yang terlihat menghampiri mereka untuk sekedar menegur dirinya yang sudah membuang waktu mereka. Tidak seperti biasanya, mereka tampak terlihat santai dan beberapa ada yang mencuri pandang pada keduanya.
“Sekarang, tunjukanlah bakat akting yang selalu kamu banggakan itu di depan orang-orang ini.” Suara bisikan Kenzo yang terdengar tepat di depan telinganya membuat Bitna berhenti menganalisa keadaan dan segera mengatur ekspresi wajahnya.
-
-
-
To be continued
“Karena pemotretannya akan dimulai, kamu bisa pergi sekarang. Kamu juga pasti sibuk hari ini, tapi terima kasih sudah datang.” Bitna berhenti dan berdiri berhadapan dengan Kenzo, dengan lembut berbicara untuk saling berpamitan. ‘Kamu pasti terkejut dengan kemampuanku, kan?’ Dalam batin, Bitna bersorak puas ketika bisa melihat ekspresi wajah Kenzo yang terkejut? “Aku akan menjemputmu kalau sudah selesai bekerja dan mengajakmu pergi berkencan hari ini.” Bitna kali ini yang menampilkan ekspresi wajah terkejut. “Jangan terlalu terkejut karena sekarang aku adalah tunanganmu,” lanjutnya sembari tersenyum sampai matanya terpejam. “Ba-baiklah,” jawab Bitna gugup. Melihat senyum manis itu, jantungnya berdegup kencang. Cuaca di sekitarnya juga mendadak menjadi semakin panas. “Selama ini kamu sudah bekerja keras, kerja bagus.” Kenzo mengusap kepala Bitna lembut sebelum akhirnya menarik kepala itu dan mendekatkannya pada bibir pria itu, mendaratkan kecupan manis di sana. “Sampai jumpa
Tepat pukul 7 malam, Kenzo sudah berdiri bersandar pada cup mobilnya, di tempat terakhir kali ia menjemput Bitna di hari kencan mereka. Hari ini adalah hari yang disepakati keduanya untuk pergi berkencan seperti biasanya. Tak berselang lama ia menunggu, suara seseorang yang mengobrol dengan Bahasa Korea, terdengar di telinga Kenzo. Mengenali suara tersebut, Kenzo menoleh dan mendapati Bitna yang berjalan bersama Dalmi ke arah mobil van yang terparkir tepat di samping mobilnya. “Hai,” sapa Kenzo setelah mendekat pada mereka, lebih tepatnya pada Bitna. “Bagaimana pekerjaanmu hari ini?” tanya Kenzo pada Bitna sembari merangkul mesra pinggangnya dan mengecup sekilas dahinya. Mendapat perlakuan seperti itu yang tiba-tiba, mengundang semburat merah muda alami di pipi putihnya yang kontras. Mengingat hanya ada mereka bertiga disini, Bitna bergerak gelisah untuk melepaskan diri dari Kenzo. Itu dilakukan demi dirinya sendiri yang terkadang tiba-tiba tidak bisa berpikir rasional di hadapa
“Saat aku menceritakan sedikit tentang tempat wisata di sini tepat di hari pertama kami tiba, ia sangat bersemangat untuk mulai menjelajahi semua tempat wisata. Tapi kini dia bermalas-malasan di atas kasur pada hari liburnya seolah semua yang ia katakan beberapa waktu lalu itu tidak pernah ada.” Dalmi berbicara lewat telpon sambil memperhatikan setiap gerak gerik Bitna lewat celah pintu yang terbuka. “Sungguh? Anak itu yang sangat senang mengenal tempat-tempat baru dan selalu mengeluh karena padatnya jadwal?” tanya seseorang di seberang telpon dengan nada setengah tidak percaya. “Aku mengatakan yang sebenarnya! Kalau tidak percaya, akan ku kirim fotonya.” Dalmi menjauhkan ponselnya dari telinga dan beberapa kali memotret Bitna diam-diam. “Kamu lihat, Yohan?! Aku mengatakan yang sebenarnya!” seru Dalmi setelah memberikan buktinya. “Sebenarnya apa yang terjadi di sana, Dalmi?” tanya Yohan. “Itu akan menjadi cerita yang sangat panjang. Aku tidak bisa membicarakannya di sini bah
“Ken! Kamu datang?” Bitna menyambutnya dengan hangat, setengah berteriak memanggilnya, dan langsung memeluk erat Kenzo yang masih terkejut di depan pintu. “Bitna, siapa yang datang?” Suara Dalmi terdengar, ia sudah keluar dari kamar untuk melihat siapa gerangan tamu yang datang. Sepintas melihat mereka yang berpelukan terlihat akrab dan mesra, tapi Dalmi yang melihat ekspresi wajah Bitna tidak percaya begitu saja. Ia berkeringat dingin dan menahan malu, bertahan dalam posisi tersebut seolah menunggu sesuatu. Ketika Bitna melihat kembali ponselnya yang tidak menampilkan panggilan suara, wajahnya menjadi lega dan tanpa rasa bersalah segera melepas pelukan mereka. Suara deheman Kenzo membuyarkan lamunan Bitna di tengah-tengah itu. Bitna mengalihkan atensi pada Kenzo yang berdiri di depannya dan tanpa aba-aba pipinya memerah, mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Ketika berbalik, ia mendapati Dalmi yang sejak tadi masih memperhatikan. “Tidak! Itu … dia tadi Jin menelpon, kebetula
“Halo, siapa ini?” Bitna menjauh sedikit dari Kenzo ketika mengangkat telpon. Bitna berbicara dalam Bahasa Korea, mengetahui jika nomor yang menelponnya adalah nomor orang Korea. Meski sudah menebak siapa gerangan yang menelponnya, ia berpura-pura tidak mengetahuinya untuk berbasa-basi. “Bitna, ini aku, Jin.” Benar saja tebakannya. Mengetahui nomornya sudah berganti, bisa Bitna tebak jika Jin sudah merusak ponselnya, dan ini bahkan belum satu hari sejak mereka terakhir berkomunikasi. “Ya, apa ada yang ingin Anda bicarakan lagi dengan saya, Senior? Padahal belum satu hari kita berkomunikasi. Saya minta maaf karena sedikit sibuk di sini.” Bitna tidak ingin memperpanjang lagi pembicaraan dan langsung memberitahunya secara langsung. “Apa kamu sibuk bersama dengan ‘tunanganmu’ itu?” tanya Jin yang terdengar sangat kentara nada dingin, menunjukkan kecemburuan. Bitna tidak memberikan jawabannya, tapi memberikan tawa kecilnya untuk membenarkan secara tak langsung. Ia melirik sebentar
“Haahh… Lelah sekali.” Bitna menghela napas dalam begitu sampai di ruangan istirahat khusus artis. Ia segera duduk bersandar di salah satu kursi sambil mengipasi wajahnya yang terasa panas dengan kipas elektrik. Udara di negara ini memang lebih panas daripada di Korea saat musim panas, entah itu hanya perasaannya saja. Belakangan ini ia tidak terlalu cukup sibuk membuat dirinya sedikit tidak terbiasa dengan pekerjaan yang bersantai. Namun, ketika ia menerima jadwal yang cukup sibuk kembali seperti saat ini rasanya seperti artis baru yang memulai debutnya. Begitu pun dengan rasa lelahnya. “Minumlah ini,” ujar Dalmi sembari menyodorkan kaleng minuman padanya. “Terima kasih.” Bitna menerimanya dengan senang hati dan menegakkan tubuhnya untuk membuka kaleng soda tersebut. “Ini masih pukul 8 malam. Belum ada apa-apanya dibandingkan dengan saat-saat dimana kita baru pulang di atas tengah malam setiap harinya dan bekerja lagi mulai pukul 8.” Bitna mengangguk setuju, tapi rasa lelah in
“Itu pasti Kenzo!” seru Bitna seraya berdiri dari duduknya dan segera menghampiri pintu apartemennya yang sudah membunyikan bel. “Bitna, Bitna, biar aku saja!” cegah Yohan setengah berteriak pada Bitna yang bahkan tidak mau repot-repot mendengarkannya. “Dia, kenapa sekarang sama menyebalkannya seperti pria itu sih?” tanya Yohan kesal pada Dalmi yang duduk di sampingnya. “Mungkin karena mereka bertunangan?” tanya balik Dalmi. “Tunangan kontrak!” tegas Yohan. “Oppa!” seru Bitna tiba-tiba saja terdengar membuat Yohan tersentak dan segera menoleh ke belakang. “Oh, kamu sudah datang? Kok cepat?” tanya Yohan berusaha mengubah pembicaraan. “Eonni, aku sudah mengatakan padamu untuk tidak membicarakan ini pada sembarangan orang!” Dalmi yang diam, ikut terkena semprotan Bitna. “Kamu sekarang mengatakan jika aku adalah sembarang orang?!” Yohan menuntut jawaban, tak terima dengan apa yang dikatakan oleh Bitna. “Kenapa sekarang kamu yang terlihat keberatan? Yohan adalah orang yang
“Dimana Yohan Oppa? Dia tidak kemari?” tanya Bitna setelah ia keluar dari kamar dan mendapati Dalmi di meja makan seorang diri. “Dia marah padamu, maka dari itu ia tidak kemari,” jawab Dalmi terdengar tak peduli. “Benarkah?!” tanya Bitna memekik. “Tidak, dia kemari untuk berlibur, tentu dia menghabiskan waktunya untuk berlibur.” Dalmi menjawab tanpa mengubah posisi tubuhnya yang merebahkan kepalanya di atas meja. "Enaknya," gumam Bitna. “Kamu mau pergi?” tanya Dalmi kemudian setelah melihat bagaimana penampilan Bitna yang sudah rapi. “Di hari offmu seperti ini, aku bahkan kesulitan untuk mengajakmu pergi menghabiskan waktu berdua.” Belum sempat Bitna menjawab, Dalmi sudah kembali berbicara dengan nada iri. “Aku minta maaf, kamu sendiri sudah mengetahui aku sesibuk apa. Lagipula, kita berdua sudah terlalu sering menghabiskan waktu bersama. Kenapa tidak pergi bersama Yohan Oppa?” jelas Bitna panjang lebar kemudian bertanya. “Bilang saja kamu mau pergi karena bersama denga