“Tuduhan Anda tidak berdasar, siapa yang mau mengambil kekasih Anda?”
Wuri merasa keberadaannya mengundang perdebatan, hingga dia berniat pergi karena tidak ada gunanya berada di tempat yang membuat emosinya tidak bagus. Namun, sebelum dia melangkah, Zemi datang bersama dengan Renata—neneknya. Mereka membawa selembar Foto dan gelang yang sama persis dengan miliknya.“Jadi, ini wanita itu?” kata Renata ketus sambil menatap Wuri dari ujung rambut sampai ujung kaki.Menurut Renata, Wuri wanita yang biasa saja, penampilannya sangat jauh berbeda dengan Syakela. Dia berkulit eksotis, tidak seperti Syakela yang berkulit putih halus. Rambutnya juga pendek sebahu tidak seperti Syakela yang panjang indah bergelombang. Apalagi wajahnya, tidak secantik Syakela yang memiliki wajah sempurna bak bidadari surga.Zemi mengangguk, melihat Wuri yang berdiri dan berkata dengan lembut, “Kamu mau kemana? Duduklah ....” Kemudian pria itu menghennyakkan tubuhnya di sofa bersebelahan deYa Tentu Saja (TAMAT)Wanita itu sedikit lebih berisi dan ketika wanita itu turun di tempat yang agak tinggi, di mana dia biasa turun dan naik ke leher gajah, terlihat dengan jelas perutnya sedikit membencit.Zemi menghampiri Wuri dengan langkah yang perlahan dan sedikit ragu, dia mengingat kejadian terakhir saat mereka bertemu dan waktu itu mereka sempat melakukan sesuatu yang bisa membuat wanita itu, mengandung benihnya saat ini.Begitu dua insan itu saling menatap dan berdekatan, seketika keduanya pun sama-sama mengeluarkan air mata yang, entah disebabkan oleh apa. Namun, yang jelas kerinduan itu terukir pada tatapan mereka.Zemi tiba-tiba berlutut sambil menyebut nama Wuri, beberapa kali. Air matanya mengalir lebih deras, dia yakin bahwa gadis itu menanggung beban yang cukup berat selama ini. Tentu saja benar apa yang di pikirkan oleh Zemi, jika Wuri memang sudah menanggung beban yang demikian berat, dia berusaha setengah mati menahan rindu dan cintanya sementara dia tengah m
Tidak MenemukannyaSemalaman mereka bergadang, sesekali Zemi menggantikan Ajer menyetir karena pria itu terlihat mengantuk.Sesampainya di sana, hari sudah menjelang pagi, mentari sudah menampakkan cahayanya. Dua mobil kontainer yang tiba lebih dulu, menunggu perintah dari majikan mereka untuk menurunkan barang. Setelah mobil mewah yang dikendarai Zemi, Renata dan Ajer tiba, barulah semua barang mereka turunkan semuanya.“Kau datang lagi?” tanya Khazanu menyapa Zemi.“Ya, Tuan Khazan, apa ada masalah dengan kedatanganku?” tanya Zemi penuh percaya diri.“Tidak,” sahut Khazanu.Dia mengabaikan Renata dan Ajer, karena hanya Zemi yang dia kenal. Saat melihat dua truk besar tiba, dia segera melihatnya dan begitu melihat Zemi, dia pun heran karena pria itu begitu gigih berjuang demi mendapatkan Wuri, seperti keinginannya. Kedatangannya kali ini menunjukkan jika ujiannya berhasil setelah sekian lama.Wuri tidak ada di tempat itu, karena sejak kejadian terungkapnya penyebab kematian aya
Hadiah SekampungBeberapa bulan berlalu setelah kejadian itu, Zemi berharap Wuri mengirimnya pesan melalui ponsel tapi, benda canggih itu selalu hening, tanpa adanya panggilan dari orang yang dia rindukan. Hatinya sakit karena merasa diabaikan padahal hanya dirinyalah satu-satunya harapan.Zemi memutuskan untuk kembali ke negaranya dan, menjalaninya hari-hari seperti biasa. Dia kembali menyibukkan diri di perusahaan bahkan, pekerjaan yang sebelumnya tidak pernah disentuhnya, pun sekarang selesai di tangannya. Dia melakukan semua itu hanya karena ingin melupakandisentuhnya, setelah merasa dicampakkan oleh kekasihnya begitu saja, tanpa pesan dan kata-kata, hanya karena kesalahpahaman belaka.Zemi sudah mengirimkan bukti walaupun tidak kuat dan tidak banyak, tetapi, bukti itu seharusnya cukup untuk meyakinkan kepala suku Khazanu, juga Wuri, jika keluarganya terutama sang kakek tidak bersalah dalam kejadian itu.“Kedua orang itu bersahabat karib sejak lama, tidak mungkin saling menya
Antara Percaya dan Tidak Wuri diam dan hanya menangis bahkan, saat Zemi hendak menghapus air mata di pipinya pun dia menolak bahkan menepis tangannya dengan kasar. Oleh karena itu, Zemi langsung menghubungi kakaknya karena saat kejadian itu berlangsung kakaknya pun berada di sana. Dia mengatakan apa yang terjadi di tempat itu semuanya, tanpa kecuali bahkan sejak pertemuan awalnya dengan Wuri secara singkat. “Bukan begitu ceritanya, yang dilihat laki-laki itu salah, kamu sudah melarangnya untuk mengambil boneka milik anakku. Memang anakku terus menangis karena dia tidak bisa tidur kalau tidak memeluk bonekanya.” Kakak Zemi bercerita dari ujung telepon. “Jadi, itu hanya salah paham?” kata Zemi. “Ya, aku dan Kakek sudah melarangnya, dan itu pun sudah kami bawa dia berlari lebih cepat, bukankah Kakek juga terluka kakinya hingga dia harus memakai kruk sampai dia tiada?” “Ya!” “Semua karena kejadian itu, tapi, kakek selalu bilang itu karena kecerobohannya, padahal saat itu, Kakek sed
Keesokan harinya ketika Wuri keluar dari kamar, Khazanu, sang kepala suku sudah menunggu bersama seorang pembantunya. Tentu saja Wuri mengenal dua orang yang sangat akrab selama ini. Mereka kemudian duduk secara berhadap-hadapan di ruang tamu.Kepala suku Khazanu, sengaja datang ke rumah Wuri karena dia mendengar sebuah informasi bahwa, gadis itu bermalam dengan seorang laki-laki. Kecurigaannya muncul karena dipicu oleh rasa khawatir jika anak dari sahabatnya itu memiliki hubungan khusus dengan orang yang kemarin datang dan bermesraan sampai malam tiba.“Apa kau melindunginya di sini?” kata Khazanu memulai pembicaraa setelah mereka berbasa basi sebentar.“Siapa maksud Anda, tidak ada orang lain di sini selain aku!” Wuri berkata membala diri.“Jangan berbohong padaku aku mengetahui semuanya!”“Apa maksudmu Jemi? Kalau dia yang Anda maksud, ya ... memang dia datang kemarin malam dan aku mencegahnya untuk pulang, memangnya Apa salahnya dengan hal itu?”“Apa kau lupa dengan resiko
Sebuah Tanda Yang SamaSesampainya di rumah Wuri, Zemi meminta gadis itu untuk menunjukkan di mana kamarnya.Tentu saja Wuri enggan tapi, Zemi berkata, “ Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu, dan sebelum orang lain tahu, aku ingin kau yang lebih dahulu tahu!”“Apa itu, katakan saja padaku!” Wuri masih tidak mengerti dengan apa yang akan ditunjukkan oleh Zemidean.Zemi melihat ke sekeliling dan dia tidak menemukan orang lain selain mereka.“Ke mana semua pelayanmu?” tanya Zemi.“Mereka bekerja di kebun, dan baru akan pulang sore nanti.”“Baiklah kalau begitu, tidak masalah aku membuka bajuku di sini!”“Tunggu, apa yang akan kau lakukan?”“Wuri, aku punya tanda yang sama seperti di tubuhmu!”“Bagaimana kau tahu, apakah itu sama atau tidak?”Zemi hendak membuka Hoodienya di ruang tamu, saat Wuri mencegah dan menarik tengan pria itu ke kamarnya. Pandangan mata Zemi berputar ke sekeliling kamar yang rapi dan menyebarkan aroma bunga anggrek bercampur asap dupa. Tidak ada perabot