Saat sedang berbincang-bincang, mereka berdua berada di atas tempat tidur milik Natia yang cukup nyaman. Posisi tubuh mereka tertelungkup bersebelahan.
"Lalu, kenapa Nona tidak juga menikah, padahal sudah banyak laki-laki yang jatuh cinta padamu." Natia berkata sambil menopang dagunya.
"Bibi, kau tahu kan, aku tidak suka dengan, laki-laki yang mau menikah denganku? Mereka bilang sesuatu yang menjijikkan."
"Memangnya apa yang mereka bilang? Pasti ada hubungannya dengan tanda kutukan itu, kan?"
"Aku tidak punya tanda kutukan, mengerikan sekali. Tidak ada tanda seperti itu di zaman sekarang ini."
"Jadi, tanda apa? Apa kau pikir leluhur kita salah dan tanda Baole di tubuhmu tidak ada artinya? Mereka menunjukkan buktinya, banyak orang yang mati karena menikah dengan orang yang tidak memiliki tanda yang sama." Natia berkata sambil mengusap siku tangan kiri Wuriya Lawu. Sebuah tanda berbentuk seperti ular melingkar berwarna putih, terlihat di sana.<
Sementara itu di rumah Zemi, laki-laki itu berdiri tegap di depan foto sang kakek, yang tergantung di dinding sebelah perapian. Hanya foto kakek lah yang memiliki pigura paling besar diantara foto lainnya.Rodi Hegane, kakek Zemi, membuat pigura kaca besar itu setahun yang lalu setelah ia selamat dari kecelakaan maut di Jalan Utama Kota. Sepertinya laki-laki yang ada dalam gambar, adalah orang yang spesial baginya.Selama ini Zemi penasaran dengan siapa kakek berfoto? Laki-laki yang berpose di samping kakek itu tengah tersenyum dan menjabat tangannya. Pria itu berambut keriting dan Zemy rasa, warna kulit, serta senyuman laki-laki itu sangat mirp dengan Lawu, gadis yang ia kenal beberapa jam yang lalu.Rodi Hegane, pernah mengalami kecelakaan yang cukup parah, walau akhirnya ia selamat. Hanya satu orang yang dinyatakan meninggal pada saat kejadian, ia adalah seorang temannya yang berada dalam mobil bersamanya saat itu.Ketika Zemie melihat tempat di
Renata duduk di samping Welia, tatapan matanya nanar pada cucunya yang juga tengah melihat ke arahnya. "Nenek, kenapa marah? Bukannya memang sudah tua makanya dipanggil Nenek?" Zemi berkata sambil tertawa kecil lalu menyandarkan tubuhnya. Bagi kebanyakan wanita, menjadi tua adalah momok paling menakutkan dalam kehidupan mereka. Karenanya, para wanita itu akan melakukan berbagai cara untuk tetap terlihat awet muda dan cantik. Termasuk dengan melakukan operasi plastik. Renata tersenyum sambil menyahut ucapan cucunya. "Ya, kau benar, tapi kau tidak pantas mengatakan aku wanita tua. Suatu saat kau juga akan sama sepertiku." Renata wanita yang tangguh dan penuh kasih, dalah yang selama ini merawat Zemi dengan hati-hati, sehingga laki-laki itu bisa selalu terhindar dari bahaya ataupun maut yang kemungkinan terjadi padanya. Kadang-kadang saja ia tidak bisa mengendalikan Zemi apabia berusaha melarikan diri, ketika ia mengunci seluruh pintu rumah setiap 40 hari
Zemi mengabaikan ibu dan nenaknya yang masih terus meracau dengan segala nasehat bijaknya. Sebenarnya Zemi sudah dewasa, pria itu sudah tidak bisa lagi dikatakan sebagai anak-anak, tapi dua wanita itu masih saja memperlakukan Zemi layaknya anak remaja yang masih sekolah. Mungkin bagi Welia dan Renata, Zemi tetaplah anak kecil, walaupun umurnya sudah tua. Dia melangkah mendekati foto Hegane, sang kake, mengambil sebuah gelang yang di gantung di ujung pigura. Gelang itu terbuat dari batu yang diambil dari dasar laut dalam. Bukan permata bukan berlian, tapi batu biasa hanya cara mendapatkannya saja yang luar biasa. Para pemuda atau pria dewasa, dari suku pedalaman Doulunga, akan mengambil batu itu sebagai bukti mereka bisa menahan nafas dengan cukup lama. Batu dasar laut itu diambil hanya sebagai bukti, mereka bisa menahan nafas lebih dari 3 atau 4 menit, bahkan lebih. Mereka berenang di kedalaman tertentu, hingga berhasil mengambilnya. Batu itu hanya ada di dasar l
"Duduklah di sini," kata Wellia sambil merangkul bahu Shakela dan duduk di hadapan Zsmi. Setelah dua orang wanita itu duduk di hadapannya, Zami meletakkan bukunya, lalu ia melihat dua wanita itu dengan raut wajah kesel. Ia sama sekali tidak peduli dengan Shakela walaupun gadis itu mungkin indah seperti bidadari dari langit, tapi ia tidak memiliki perasaan apa pun pada gadis yang sudah menemani dan merawatnya ketika di rumah sakit. "Kalian berdua mengobrol saja di sini, aku akan ke belakang sebeni. Oh iya, kalian mau minum apa?" Tanya Wellia sambil melirik anak lelakinya. "Ah, apa saja bibi. Aku bukan wanita pemilih." Jawab Syakela seolah memberi isyarat kepada Zemi agar dia memahami kepribadiannya. Wellia pun meminta pelayan untuk membuatkan dua gelas teh susu kesukaan Zsmi, untuk dihidangkan. Wellia mendekati Renata yang duduk di meja makan, memperhatikan dua orang manusia yang duduk dalam tenang dan saling diam, seorang lagi cuek dan yang lain terlih
Syakela Memang tak akan mengakui, tanda yang palsu dimilikinya sampai kapan pun, kecuali Zemi tidak berhasil menikah dengannya. Dia adalah pujaan hati Syakela, yang dicintainya sejak masih remaja. Syakela memiliki wajah yang cantik, dia adalah tokoh artis papan atas yang banyak penggemarnya. Banyak pula pria yang menginginkan dirinya, tapi pesona Zemi tak pernah pudar di matanya, sehingga ia ingin memilikinya. “Bagaimana kalau aku percaya mitos itu dan kau akan mati bila menikah denganku?” tanya Zemi pada wanita yang duduk manis di sampingnya. Mendengar pertanyaan Zemi, bulu kuduk Syakela meremang, tentu saja ia tidak ingin tutup usia semuda ini. Ia masih ingin melakukan banyak hal, tidak mungkin ia pergi begitu saja setelah memiliki pujaan hatinya. “Ah, kau bercanda, kan?” “Tidak, aku serius. Aku mempercayainya.” Setelah kata-kata Zemi yang terakhir, suasana menjadi hening, sementara di ruang sebelah, Welia dan Renita masih memperhatikan, dengan r
Wuri memutar bola matanya dan menjawab, “kalau tidak salah, kita pernah bertemu di cafe. Terima kasih sudah mengantarku pulang waktu itu.” Lalu menunduk dan melangkah kembali menuju lapangan di mana anak-anak sudah menunggunya. Pandangan Zemi tertuju pada gelang yang ada di tangan Wuri, membuat pria itu maju ke hadapannya. Dia berdiri menatap lurus wajah gadis itu dengan penuh tanya. “Apa kau tidak ingat siapa aku?” Maksud Zemi adalah ingatan tentang kejadian kecelakaan, yang hampir menewaskan dirinya dan wanita itulah yang menolongnya. “Maksud Anda?” Wuri balik bertanya. “Mungkin kamu pernah menolong seseorang yang hampir kehilangan nyawa di suatu tempat, atau saat kecelakaan, misalnya?” Mendengar pertanyaan itu, kening Wuri berkerut, ia hampir tidak pernah ingat siapa saja orang yang pernah bertemu atau berinteraksi dengannya dalam keadaan seperti itu. Apalagi sejak enam bulan terakhir, ia berpartisipasi dalam banyak kegiatan penanggulangan bencana dan prog
Zemi melihat ke arah Wuri yang juga meliriknya sekilas, setelah itu mereka berjalan menyusuri arah yang berbeda. Jimmy menuju ruang praktek dokter penyakit dalam,, sedangkan Wuri menuju unit gawat darurat. Setelah itu,, mereka tidak saling melihat lagi. Setelah pasien Wuri dibawa masuk ke ruangan unit gawat darurat, dia duduk menunggu di luar pintu, bersama dengan seorang rekan kerjanya sesama pengajar. “Apakah anak itu akan baik-baik saja?” kata rekan kerja Wuri. “Entahlah, lukanya cukup paparah. Mungkin kau harus mencoba mencari penyebabnya, mengapa anak itu mencoba bunuh diri?” “Dulu, sekitar sepuluh tahun yang lalu , aku mendengar pernah terjadi hal yang sama di sekolah dan penyebabnya putus cinta.” “Oh sayang sekali.” Wuri berkata sambil melipat kedua tangannya di depan dada. “Kita tidak pernah tahu jalan pikiran anak-anak, padahal bagi orang dewasa seperti kita, banyak sekali masalah, yang justru lebih berat dari hanya sekedar putus cinta.” “Iya, be
Wuri tersenyum manis, bagaimana dia bisa lupa pada sosok yang terkesan menyepelekan dirinya. Dia tahu bila dirinya mungkin tidak sederajat dengan kedudukan wanita itu, akan tetapi dia tidak menyukai orang yang sombong seperti yang dia lihat ada pada diri Syakela. Sudah banyak hal mengerikan yang dia temui dan dia saksikan bila tengah menjalankan tugas penyelamatan, yang terlihat dalam sebuah bencana adalah betapa lemahnya manusia di hadapan alam yang tidak bersahabat. Tidak ada gunanya semua harta kekayaan, jabatan bahkan kesombongan bila dihadapkan pada kematian! “Ya, saya ingat Anda, tapi maaf, saya harus pergi.” Wuri menjadi tidak peduli, setelah dia ingat bagaimana sikap kaku Syakela saat itu. Akan tetapi, bila memang Zemi dan Syakela adalah pasangan kekasih, maka mereka sangat serasi. Syakela terlihat gusar, menatap kepergian Wuri yang menjauh. Dia tidak tahu bagaimana Zemi bisa mengenal Wuri dan heran kenapa gadis itu berada di kota besar seperti ini. Dia khaw