Gadis Penari Sang Presdir

Gadis Penari Sang Presdir

last updateLast Updated : 2022-06-13
By:  juskelapaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
9.9
785 ratings. 785 reviews
298Chapters
979.6Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

==PEMENANG JUARA 3 EVENT NOVEL BERTEMA 'PRIA TERDAHSYAT'== ==PEMENANG NOVEL ROMAN TERFAVORIT GOODNOVEL VAGANZA 2021== "Kamu, Sahara? Langsung saja, berapa harga keperawananmu? Aku yakin, kamu nggak punya banyak pilihan sekarang. Ambil ini untuk membayar tagihanmu segera. Lusa, datang ke sini." Roy Anindra Smith menyodorkan selembar cek dan kartu nama, yang membuat Sahara, seorang gadis penari sensual di club dewasa terperangah. Bagi Roy, memiliki gadis itu adalah harga mati dan penolakan adalah penghinaan. Namun, berhasil membayar dengan nilai fantastis sebuah petualangan sensasi satu malam, ternyata tak membuat Sahara jatuh ke pelukan Roy. Gadis penari sensual berusia 19 tahun, yang bersikukuh menolak perhatian Presdir raksasa bisnis properti, meski ia sendiri butuh uang. Mampukah Roy membangkitkan hasrat satu malam yang pernah ia lalui bersama Sahara, agar bisa membalaskan dendamnya pada seseorang? Apa yang membuat Roy, yang berusia lebih dua kali lipat dari Sahara, begitu ingin membuat gadis yatim piatu miskin itu agar bertekuk lutut dan tergila-gila padanya? ***Kunjungi sosial media Insstagram @juskelapa_ untuk info-info seputar karya***

View More

Chapter 1

1. Club Underground Khusus Dewasa

Ingatan Roy sedang meluncur ke tujuh tahun silam. Saat dia mendatangi rumah berdinding papan di pemukiman padat penduduk, dan melihat bocah perempuan duduk menampi beras di depan pintu. Rambutnya yang berwarna cokelat gelap terlihat kusut dan diikat asal.

Tak ada orang di sekitar sana yang melihat Roy memegang dagu gadis itu dan memandang wajahnya lekat-lekat. Bola mata berwarna hazel gadis itu menatapnya dengan tanpa rasa takut. Guratan wajah keturunan campuran, terlihat jelas dari rautnya.

“Om, siapa?” tanya gadis kecil itu, menyingkirkan tangan Roy dari dagunya, lalu kembali melanjutkan pekerjaan.

“Om?” tanya Roy. Dia tertawa kecil. Ternyata usianya yang menginjak 33 tahun sudah tampak seperti om-om di depan gadis itu. “Kamu sekolah kelas berapa?” tanya Roy, berjongkok di depan alat penampi beras. Tangan mungil di depannya bergerak dengan cekatan mencampakkan butir batu kecil ke tanah.

“Aku kelas enam SD. Sebentar lagi SMP. Dua belas tahun. Aku sudah remaja. Kenapa?” Gadis itu mengangkat pandangan dan menatap Roy. Bola mata hazelnya bertemu dengan bola mata abu-abu milik Roy.

Tak mengindahkan pertanyaan barusan, Roy mengusap kepala gadis itu. “Siapa namamu?” tanya Roy.

“Sahara,” jawab sang gadis.

Roy berdiri dari posisi berjongkoknya. Sahara? Nama gurun tandus? Roy melirik kulit wajah Sahara. Kulit yang bagus, tidak tandus seperti gurun. Nama yang kurang cocok, pikir Roy.

“Rara ...!” Seruan seorang wanita terdengar dari dalam rumah.

“Sebentar, Bu ...!” sahut Sahara. Jemarinya dengan cekatan menyeret beras yang sudah ditepikan kembali ke tengah penampi, lalu bangkit.

Tanpa mengindahkan Roy, Sahara memutar tubuhnya. Cepat-cepat Roy menangkap lengan gadis itu.

“Sahara, saya nggak mau jadi Om kamu. Saya bersedia menunggu lama, untuk melihat reaksi ayahmu nanti. Semoga si tua itu tak cepat-cepat menemukan satu anaknya yang tercecer,” ucap Roy, menatap Sahara dengan netra yang tersirat amarah.

Sahara tak mengatakan apa-apa. Gadis kecil itu berbalik menuju ke dalam rumah membawa berasnya. Sudut bibir Roy menarik senyum samar.

Tok Tok Tok

Suara ketukan di pintu membuyarkan lamunan Roy. Dia langsung memutar kursinya kembali menghadap meja. Pintu mengayun terbuka dan Novan muncul dengan raut khasnya. Ramah dan datar.

“Sudah dipastikan, Pak. Kali ini, Bapak tidak perlu keluar-masuk club.” Novan meletakkan amplop putih di atas meja. Tangannya menyatu di depan tubuh seperti seorang prajurit siaga.

Roy memungut amplop, lalu mengeluarkan selembar foto. “Club underground khusus dewasa?” Roy mengernyit, kemudian membalik foto itu. Sebaris tulisan di balik foto itu membuat sorot matanya menajam.

“Sahara Talita, 19 tahun. Penari sensual sebuah club dewasa? Pasti bayarannya menjanjikan,” gumam Roy, meletakkan kembali foto yang dipegangnya.

“Penari cuma bisa dipesan oleh member khusus, Pak. Sangat terbatas. Dan Sahara salah satu gadis penari yang ....” Novan menghentikan ucapannya, berusaha menemukan kata-kata yang lebih sopan.

Roy menaikkan sebelah alisnya, menatap staf pribadi yang masih selalu sungkan mengucapkan hal tabu, meski sudah lama bekerja dengannya.

“Tidak bisa diajak bermalam,” sambung Novan dengan suara pelan.

Roy melirik jam di pergelangan tangannya. “Kita berangkat sekarang,” tukas Roy, berdiri dan menyambar jasnya dari sandaran kursi.

Pintu masuk The Executive Club, terletak di sebuah basement gedung perkantoran. Roy tak ada rencana untuk datang ke sana sendiri, tapi otaknya secara otomatis menghafal ke mana Novan membaca mobil.

Novan menunjukkan sebuah lift tunggal yang terlihat lusuh. Roy masuk tanpa protes, meski hidungnya mengernyit jijik.

“Clubnya benar-benar tersamar, Pak.” Novan mengatakan hal itu setelah melihat Roy mengeluarkan sapu tangan sutra dan menutup hidungnya. Lift itu tidak bau. Roy hanya tak suka mencium aroma apek.

Dengan satu tangannya berada di saku dan sapu tangan menutup hidungnya, Roy melangkah keluar lift dan langsung berhadapan dengan lorong remang-remang. Suara hentakan musik yang teredam, menjalar ke tiap lapisan dinding.

Novan mendahului langkah atasannya menyusuri lorong. Sampai akhirnya dia tiba di depan sebuah pintu yang letaknya paling pojok. Ketika pintu itu terbuka, suasana ruang utama club terhampar di hadapan mereka.

Club yang di Amerika bisa dengan mudah ditemui Roy di tepi jalan atau di gang-gang sempit, di negaranya sendiri ternyata hanya diperuntukkan bagi kaum elit yang menginginkan sensasi.

Suara musik memekakkan telinga, aroma bir, whisky, dan cocktail mahal bercampur menjadi satu. Roy melangkah hati-hati seraya memandang karpet yang diinjaknya. Pria horny dan mabuk berat biasa suka meninggalkan sisa ceceran muntahnya di sana.

Novan menunggu di salah satu meja dengan posisi terbaik. Laki-laki itu harus membayar meja itu sedikit lebih mahal untuk menyingkirkan tamu yang telah memesan tempat jauh-jauh hari.

Roy menarik kursi tinggi, lalu duduk menyilangkan tangan di dada memandang lorong kosong di depan panggung. Lorong yang di luar negeri biasa disebut pervert row—lorong mesum, sebentar lagi akan dipenuhi wanita-wanita muda yang menari seraya melepaskan pakaiannya satu persatu hingga telanjang sepenuhnya.

Lagu Kept Me In The Dark–Rollipso, Eliine, memenuhi ruangan diiringi kedip lampu di langit-langit yang menyorot dengan cahaya berganti-ganti.

Barisan gadis dengan tubuh nyaris sempurna keluar satu persatu. Pakaian mereka hanya potongan-potongan kecil yang menutupi daerah intim.

Roy melirik Novan dengan ekor matanya. Belum apa-apa asistennya sudah menelan ludah.

“Sahara, keluarlah ...,” bisik Roy dalam hati.

To Be Continued

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

10
99%(780)
9
0%(1)
8
0%(1)
7
0%(1)
6
0%(0)
5
0%(0)
4
0%(0)
3
0%(1)
2
0%(1)
1
0%(0)
9.9 / 10.0
785 ratings · 785 reviews
Write a review
user avatar
Dewi Yulyas
Cerita kak jus gak pernah bikin kecewa, btw aku ketemu mantan mas heru di mari... Tapi kl di tanya tulisan kak jus yg ku suka, kisah pakde, ayah bara, suketi ter the best
2025-04-05 17:56:55
0
user avatar
Hester Kisaran
karya kak jus selalu Ter the best
2025-02-22 16:55:10
0
default avatar
Limah Halimah
semangat tth
2024-12-09 17:20:02
1
user avatar
Anies
demi apapun.. selalu betah baca ulang cerita si Om ini walau berkali-kali, wkwkwk kak jus emang selalu luar biasa.. sehat selalu kak njus
2024-10-16 23:48:32
1
user avatar
Eli Juita
the best deh pokok nya..mkasih njus..
2024-07-21 07:06:54
2
user avatar
Arisa Andini
Bagus bgt ceritanya. Spt baca cerita novel terjemahan.
2024-06-30 19:33:48
1
user avatar
T.Batari
Baru ketemu karya kak juskelapa yang ini. Ternyata ceritanya bagus banget. seru. selalu keren memang.
2024-06-10 16:25:48
2
user avatar
Puspita Adi Pratiwi
cerita yg selalu MENARIK... .........
2024-02-08 03:39:42
1
user avatar
Santi Purwanti
novel kak njus yg paling romantis
2023-12-14 23:28:58
1
user avatar
Retno Yanti
ceritanya menarik
2023-10-26 10:38:33
0
user avatar
Anna Ismail
cerita yg membuatku selalu semangat membaca semua karya2 juskelapa,.....mengalir...menghanyutkan...menyegarkan.....seperti halnya jus kelapa yaa....
2023-09-19 08:54:15
1
user avatar
swi
baguuuuuuuus
2023-09-17 01:01:44
1
user avatar
Atie Bundanya Afifa
selalu keren ceritanya🫰🫰🫰
2023-08-05 21:54:20
0
user avatar
Vincentia Eugenia Nari
bagus....pastinya krn penggarang favorite
2023-07-29 15:21:35
0
user avatar
Eni piteia
syuka karyamu njus
2023-07-20 17:04:29
1
  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • 53
298 Chapters
1. Club Underground Khusus Dewasa
Ingatan Roy sedang meluncur ke tujuh tahun silam. Saat dia mendatangi rumah berdinding papan di pemukiman padat penduduk, dan melihat bocah perempuan duduk menampi beras di depan pintu. Rambutnya yang berwarna cokelat gelap terlihat kusut dan diikat asal.   Tak ada orang di sekitar sana yang melihat Roy memegang dagu gadis itu dan memandang wajahnya lekat-lekat. Bola mata berwarna hazel gadis itu menatapnya dengan tanpa rasa takut. Guratan wajah keturunan campuran, terlihat jelas dari rautnya.   “Om, siapa?” tanya gadis kecil itu, menyingkirkan tangan Roy dari dagunya, lalu kembali melanjutkan pekerjaan.   “Om?” tanya Roy. Dia tertawa kecil. Ternyata usianya yang menginjak 33 tahun sudah tampak seperti om-om di depan gadis itu. “Kamu sekolah kelas berapa?” tanya Roy, berjongkok di depan alat penampi beras. Tangan mungil di depannya bergerak dengan cekatan mencampakkan butir batu kecil ke tanah.   “Ak
last updateLast Updated : 2021-10-14
Read more
2. Para Penari
Peraturan dasar club penari telanjang di mana-mana nyaris sama. Peraturan untuk para tamu, dilarang menyentuh para penari. Seberapa pun besar keinginan mereka. Sedangkan untuk para penari, mereka boleh mendekati tamu, menyentuh dengan belaian tipis, bergelayut, atau duduk di pangkuan tamu dengan manja.   "Baru kali ini?" tanya Roy, menoleh pada Novan yang terlihat sangat tekun.   Novan membetulkan letak duduknya. "Ehem. Baru kali ini, Pak," sahut Novan.   "Sepertinya, saya harus sering-sering ajak kamu ke tempat begini." Roy kembali menatap panggung.   Novan menoleh atasannya dan mengangguk samar. "Terima kasih, Pak." Apa lagi jawabannya selain terima kasih? Pertanyaan Roy membuat Novan menoleh dan pria itu kehilangan seorang penari yang jadi favoritnya.    Para wanita muda bertubuh sintal dan berwajah jelita itu bukan pelacur. Mereka hanya para penari biasa. Bedanya, mereka
last updateLast Updated : 2021-10-15
Read more
3. Layanan Tambahan
“Bagaimana?” tanya Nancy, menatap Roy. “Kita langsung ke ruangan VIP?” Roy menoleh ke arah Novan. Asistennya itu pasti mengerti apa yang harus dilakukan. “Saya tunggu di mobil, Pak.” Novan mengangguk kecil dan berlalu dari tempat itu. Nancy mengibaskan tangan, mempersilahkan tamunya agar mengikuti. “Saya kira awalnya Pak Roy cuma ingin melihat Rara—Sahara maksud saya. Rupanya Pak Roy juga jeli kalau Inke juga luar biasa,” ucap Nancy diiringi tawa kecil. Roy tak menanggapi. Dia memasukkan satu tangan ke saku dan satu lainnya kembali menutup hidung dengan sapu tangan. Dia butuh satu gadis seperti Inke sebagai media peraganya. Kepribadian Sahara  dari hasil penyelidikannya selama ini, sedikit membuatnya tertantang. Nancy melirik hal yang dilakukan Roy dan seketika menghentikan tawanya. Tamu yang amat men
last updateLast Updated : 2021-10-16
Read more
4. Masih Ingat Aku?
Sahara masuk ruangan dengan pakaian utuh di tubuhnya. Walau tetap sangat minim, setidaknya wanita muda itu tak lagi telanjang bulat seperti di panggung tadi.   Rok pendek berkilap dengan butiran manik yang ukurannya hanya sejengkal menutupi bagian bawah tubuhnya. Sedangkan bagian atas, dadanya juga tertutup semacam bra bercorak senada. Gemerlap dan memiliki asesoris mengkilap di bawah minimnya cahaya ruangan.   Dan sepertinya, itu adalah seragam yang diberikan club. Karena Inke masuk dengan pakaian yang nyaris serupa. Hanya berbeda model sedikit.   Inke masuk ke ruangan dengan tatapan antusias dan tak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Tapi, ketika melihat Roy memandang Sahara terus menerus, Inke mengurangi senyum di wajahnya.   “Seperti biasa, Miss?” tanya Sahara pada Nancy.   “Tunggu instruksi, Ra.” Nancy merapatkan giginya. Kesal kenapa dari sekian banyak gadis penari, tamu d
last updateLast Updated : 2021-10-17
Read more
5. Pertunjukan VIP
Lagu itu baru mengalun semenit. Harusnya mereka masih bisa menari sebentar lagi dengan pakaian lengkap. Tapi Inke membuat pertunjukan itu amburadul. Sahara baru bekerja di sana lebih dari enam bulan. Dan dia tak pernah diundang ke sebuah ruangan VIP bersama rekan seniornya yang satu itu.   Bisa dibilang, Inke adalah penari senior yang mahal. Para pria kaya harus merogoh kocek mereka sedikit lebih banyak untuk menikmati tubuh bugil perempuan itu.   “Kalau nggak mau nge-dance, tinggalkan aku berdua dengan laki-laki ini.” Bisikan Inke terdengar sangat samar di dekat Sahara.   “Aku akan profesional,” sahut Sahara dengan mulut nyaris tak terbuka.   Inke beringsut dari tiang dan memandang sengit pada Sahara. Tiga puluh detik kemudian, Sahara telah melepaskan atasan dan membelitkan kakinya di tiang.   “Ya, begitu. Kamu harus cerdas,” gumam Roy, lalu menatap tajam pada tubuh Sah
last updateLast Updated : 2021-10-19
Read more
6. Katanya, Dia Bukan Pelacur
Sahara terlihat gelisah saat Roy memintanya duduk di sebelah laki-laki itu. Dia melihat Roy seperti menginginkan sesuatu darinya. Mengingat apa yang selalu dikatakan oleh pengunjung pria club itu padanya, Sahara menebak bahwa keinginan Roy pasti sama saja. Sahara duduk melengkungkan punggungnya elegan mungkin. Dengan dagu yang sedikit terangkat, ia membalas tatapan Roy. Dia tak ingin kalah oleh laki-laki itu. Roy Anindra Smith? Nama yang aneh, pikirnya. Nama pria asing dengan sentuhan lokal. Sahara tak pernah mendengar desas-desus tentang pria ini sebelumnya. Orang kaya baru? Atau bukan penduduk negara ini? Warna cokelat rambut Roy lebih muda dari rambutnya. Dengan minyak rambut yang berkilap, rambut pria itu ditata rapi ke belakang. Lembaran rambut keperakan terlihat berkilau . Cukup tua. Dengan beberapa guratan di sudut matanya, pria di sebelahnya mirip seorang bintang pesebakbola Inggris yang tenar dan sudah pensiun. “Sudah selesai mengagumi saya?”
last updateLast Updated : 2021-10-22
Read more
7. Aku Melihatmu Menelan Ludah
Roy ingin menggoda gadis perawan di sebelahnya yang mungkin sering menelanjangi diri, namun tak pernah melihat pria telanjang di depannya. Tangan kiri Roy merentang ke sandaran sofa. Tangan kanannya merenggut rambut Inke dan membawa mulut wanita itu agar masuk dan menelan kejantanannya lebih dalam. Dia mendengar suara Inke yang tercekik dan terbatuk kecil. Tangan Inke bergantian memberi pijatan mengelilingi kejantanannya. Roy menggeram. Layanan ini pasti akan membuatnya lama mencapai puncak. “Kamu, nggak mau bergabung?” tanya Roy, melirik Sahara dengan mata sendunya. Tak mungkin dia salah menafsirkan tatapan Sahara. Gadis penari itu baru saja menelan ludah dan menggigit bibir bawahnya. “S-saya? Apa boleh menunggu di luar?” tanya Sahara. Nada suaranya sudah tak terlalu percaya diri seperti saat menolak lembaran cek. “No ...,” bisik Roy. “Kamu harus melihat saya mencapai kepuasan. Karena itu kepuasan untuk saya.” Perkataan Roy seperti gumaman tak jelas.
last updateLast Updated : 2021-10-22
Read more
8. Kau Harus Membutuhkanku
Roy melirik cengkeraman tangan Sahara di lengannya. Memandang wajah cantik gadis penari itu berlama-lama, membuat perutnya mual.   “Kenapa? Mulai penasaran?” tanya Roy. “Waktu bermain-main saya hari ini, sudah habis. Lain waktu, saya datang lagi.”—Roy mengusap pipi Sahara—“Kamu juga pasti sibuk mengurusi wanita di rumah sakit itu,” sambung Roy.   “Om—”   “Jangan panggil aku, Om!” teriak Roy, menarik napas dalam-dalam dan menggigit bibir bawahnya. Lalu, matanya beralih pada pintu toilet. Inke keluar dengan raut wajah sangat lelah. Wanita itu baru saja memuaskan dirinya sendiri di dalam sana, pikir Roy.   Roy membuka pintu ruang karaoke dan bergegas keluar. Sahara menjajari langkahnya di lorong.   “Maaf, saya panggil apa? Tuan Roy? Dari mana Anda tau soal Bu Mis? Kenapa bisa tau? Ada apa?” Sahara mencengkeram lengan Roy.   “Kamu keliatannya sudah terbiasa berpe
last updateLast Updated : 2021-10-22
Read more
9. Mimpi Yang Sama
Roy berdiri di padang rumput yang sangat luas. Dia bisa merasakan tiupan angin sejuk menerpa pipinya. Dari kejauhan, seorang wanita berlari sambil tertawa-tawa. Melambaikan sebuah selendang panjang berwarna putih ke arahnya.   “Roy! Ayo, ikut aku. Kamu sudah janji akan selalu ada di dekatku. Ayo, Roy, aku sendirian di sini. Aku kangen kamu,” teriak wanita itu sambil berlari mengitari Roy.   “Shel! Shelly! Ayo, pulang denganku. Aku sudah membelikan cincin yang cantik untuk kamu. Kamu bahkan belum melihatnya. Shelly ...! Tunggu!”   Roy melihat Shelly terus berlari menjauhinya. Dia ingin mengejar wanita itu. Tapi kakinya terasa kaku, berat, tidak bisa melangkah. Setiap kali memimpikan wanita itu, Shelly, Roy tetap tidak bisa mengejarnya. Mimpi yang sama selalu diakhiri oleh hal yang sama.   Roy membuka matanya dengan dahi berkeringat. Dia meraba-raba nakas mencari lampu untuk menerangkan kamarnya. Suhu
last updateLast Updated : 2021-10-26
Read more
10. Kamu, Mengenaliku?
“Sejak kapan perempuan sekarang harus diberi bunga seperti ini?” Roy mengangkat sebuket besar bunga baby breath ke arah Novan. “Dan … aku minta cincin! Bukan cokelat berbentuk hati.” Roy melihat jijik ke arah paper bag yang baru diletakkan Novan di atas meja kecil bagian tengah mobil.   “Pak, Anda minta saran terbaik. Sahara gadis 19 tahun yang keras kepala. Anda nggak bisa melemparkan cincin dan meminta gadis itu memakainya sendiri. Walau dia setengah Brasil, dia lahir dan tumbuh besar di Indonesia, Pak. Anda terlalu lama tinggal di luar negeri—"   “Sudah! Diam. Kalau dia mencampakkan bunga dan cokelat ini. Semuanya akan kupungut dan kujejalkan ke mulutmu,” ancam Roy.   Novan diam tak menjawab. Perkataan Roy bukan sekedar ancaman. Tapi, dia sudah cukup sebal dengan kekeraskepalaan atasannya yang kadang sangat sulit ditolerir. Hari pertama bertemu dengan Sahara, dia telah mengingatkan untuk berlaku lebi
last updateLast Updated : 2021-10-28
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status