Share

Bab 5

Penulis: Masatha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-19 15:44:29

Pamela tidak mau diperlakukan semena-mena seperti dulu lagi, sampai saat ini jika mengingat masa lalu rasa malu itu menggerogoti harga dirinya.

“Zero, Kalau Lo tidak pergi gue akan berteriak biar Lo dihajar oleh warga di sini!” ancam Pamela. Dulu dia memanggil dengan sebutan kakak, karena dia menghormati Zero yang satu tahun lebih tua darinya. Tapi saat ini, panggilan kakak itu sudah tidak pantas lagi untuk Zero.

Sementara Zero terkekeh, justru semakin senang dipanggil tanpa adanya embel-embel Kak.

“Coba saja berteriak, Gue ingin lihat apakah mereka ingin menghajar gue atau malah menikahkan kita berdua sekarang juga!” tantang Zero masih memeluk tubuh Pamela dari belakang dan mengecup lehernya.

Pamela merinding bukan main, dia bisa merasakan hawa panas dari tubuh Zero. Seolah-olah panas itu juga merambat ke tubuhnya sendiri.

“Lo nggak waras, Zero! Dulu Lo sendiri yang bilang jika gue ini tidak ada arti apa-apa bagi Lo, lalu sekarang Lo kenapa seperti ini?” pekik Pamela dengan suara tertahan.

Zero menarik Pamela masuk ke dalam rumah, lalu menutup pintunya dari dalam. Sungguh Pamela kesal sekali, sikap Zero yang kurang ajar dan tidak mengenal rasa takut itu masih belum berubah juga.

“Kalau Lo bisa gue aja bicara baik-baik, maka gue juga akan menggunakan cara yang halus,” ucap Zero menatap serius.

Pamela tidak punya pilihan lain, lebih baik seperti itu. Mereka berdua berbicara dengan cara yang baik-baik. Karena Zero orang yang nekat, dan Pamela tidak mau diapa-apakan seperti dulu. Apalagi Zero yang sekarang adalah versi Zero dewasa, tentu  saja nyalinya akan semakin tinggi.

“Baik, mari silahkan duduk!” jawab Pamela menarik napas berat.

Sudut bibir Zero menyeringai, andaikan sejak tadi Pamela bersikap seperti ini dia juga tidak akan bertindak kurang ajar seperti tadi.

Kini mereka berdua duduk di sofa ruang tamu, Pamela memilih duduk agak menjauh takut sewaktu-waktu Zero menyerangnya. Lelaki di hadapannya itu tidak mudah untuk ditebak.

“Sekarang katakan, mau Lo apa?” tanya Pamela.

“Gue mau Lo—putus dengan Tirta,” jawab Zero tanpa basa-basi.

Kedua mata Pamela langsung melotot, bagaimana bisa lelaki itu tidak tahu diri begini? Tapi beberapa detik kemudian Pamela mencoba bersikap tenang, menunjukkan kalau dirinya bukan gadis lemah.

“Zero, Lo ingat 5 tahun yang lalu? Gue memang pernah mencintai Lo tak peduli bagaimana perilaku Lo. Tapi itu dulu, Zero. Sekarang gue sudah mencintai Tirta, dia adalah lelaki yang bisa membuat gue tersenyum lagi setelah apa yang sudah Lo lakukan. Gue tidak akan pernah bisa memutuskan Tirta, dialah orang yang selalu ada dan mendampingi sampai gue menjadi orang yang seperti ini,” jawab Pamela.

“Berapa yang sudah Tirta berikan pada Lo sampai Lo merasa sudah sukses hm? Gue akan mengembalikan semua yang Tirta kasih pada Lo!” jawab Zero memasang wajah datarnya.

Pamela benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran Zero, sangat memuakkan!

“Ini bukan tentang uang, tapi tentang waktu dan semua perhatian, dukungan dan semangat dia yang tidak akan bisa dibayar oleh apapun. Sudahlah Zero, gue  mohon jangan ganggu hidup gue lagi. Tetaplah menjadi Zero dulu yang bahkan tidak menganggap gue sebagai teman,” bujuk Pamela.

Zero terdiam, tapi beberapa detik kemudian tertawa lebar.

Pamela semakin takut, apakah dalam kurun waktu lima tahun ini penyakit mental Zero belum sembuh?

“Apakah secinta itu Lo terhadap Tirta?” tanya Zero memasang wajah datar.

Pamela tak mau diremehkan, dia langsung membalas tatapan Zero dengan berani.

“Iya, gue sangat mencintai Tirta. Lebih dari yang pernah gue rasakan padamu!”

“Oh, begitu. Terus—apakah Tirta juga mencintai Lo?” tanya Zero lagi.

“Tentu saja, dia selalu bersikap baik pada gue. Dia selalu berkata lembut, dia menghargai gue, dan dia lebih mementingkan kenyamanan gue dibanding dirinya sendiri,” tegas Pamela, tanpa Zero tahu di bawah meja jemari Pamela gemetar.

“Tapi gue  tidak peduli semua itu, Pamela. Lo adalah milik gue!” ucap Zero dengan tatapan penuh arti.

“Gue—milik gue sendiri. Dan gue punya hak untuk mencintai siapapun. Lo bukan siapa-siapa gue dan Lo tidak pantas berbicara seperti itu!” sergah Pamela.

Zero semakin tertantang dengan keberanian Pamela, lelaki itu mulai mendekat dan menarik Pamela dalam pangkuannya.

“Fuck, lepasin gue, Zero!”

Kesabaran Pamela sudah habis, berbicara dengan Zero sama sekali tidak ada ujungnya. Dia menampar wajah Zero, tapi bukannya Zero marah malah tertawa senang.

Pamela ingin beranjak tetapi tubuhnya langsung dibanting ke sofa, dan Zero menindihnya.

Kedua tangan Pamela di angkat di atas kepalanya, Pamela—sama sekali tidak bisa berkutik.

“Ngomong-ngomong, sudah diapain aja Lo sama Tirta?” tanya Zero mulai muncul sifat posesifnya.

“Bukan urusan Lo! Lepasin gue, cuih!” bentak Pamela sambil meludahi wajah Zero.

“Oh Shit, gue nggak nolak ludah Lo. Tapi dari sumbernya langsung. Lo pasti kangen sama bibir gue kan?”

Zero langsung mencium bibir Pamela dengan kasar, menyesap dan melumatnya sampai membuat bibir Pamela bengkak.

Demi apapun Pamela tidak rela diperlakukan seperti ini, diapun menggigit bibir Zero sampai berdarah.

“Ah!” pekik Zero kesakitan. Tapi Zero semakin mencengkram kedua tangan Pamela agar tidak bisa melawan lagi.

“Gue benci sama Lo! Gue benci sama Lo!” tangis Pamela pecah.

“Menangislah semakin kencang, Pamela. Agar orang-orang tahu lalu masuk ke sini. Lihatlah posisi kita, sangat cocok untuk diarak warga dan dinikahkan paksa bukan?” ejek Zero.

“Biadab!” maki Pamela yang sudah lemas, sebab cengkraman Zero tidak main-main.

“Sekarang Lo jujur sama gue, apa yang sudah Lo dan Tirta lakukan selama ini hm? Kalau Lo nggak mau jawab, gue bakal cek sendiri—di sini!” ancam  Zero.

Menakutkan, Zero yang sekarang jauh lebih mengerikan. Pamela mengutuk diri sendiri, kenapa dulu bisa-bisanya mencintai pemuda seperti ini?

“Oke, jadi Lo pengen gue cek sendiri,” jawab Zero mulai menggunakan jemarinya meremas paha Pamela.

“Stop! Iya gue jawab! Tirta pemuda baik-baik, dia tidak akan melakukan tindakan menjijikkan kaya Lo! Dia mencintai gue makanya dia menjaga kehormatan gue!” maki Pamela.

Mendengar itu, senyuman Zero langsung lebar.

“Wah, kalau gitu, bagaimana reaksi Tirta setelah tahu kalau kita berdua pernah tidur sekamar di Villa. Kira-kira apa yang akan Tirta pikirkan tentang gadis yang terlihat polos seperti Lo ternyata dulu—pernah gue cumbu sambil basah-basahan di kamar mandi?” cibir Zero tertawa puas.

“Tirta sangat mencintai gue, dan dia akan selalu percaya sama gue,” jawab Pamela percaya diri.

Zero langsung mengambil ponselnya, lalu menunjukkan foto mereka berdua yang tidur seranjang dalam posisi Zero mendekap Pamela.

Sontak saja Pamela kaget bukan main.

“Mari kita uji, seberapa besar cinta Tirta ke Lo setelah gue kirim foto ini ke dia!” tantang Zero.

“Jangan, Zero! Gue mohon!” pekik Pamela menangis putus asa.

“Putuskan Tirta!”

“Gue nggak bisa,” tolak Pamela.” Gue nggak akan bisa menyakiti dia,” timpal Pamela memohon.

“Gue kasih waktu seminggu, kalau Lo tidak mutusin dia siap-siap foto ini gue kirim ke Tirta!”

“Tidak ma— hmpp!”

Pamela terbungkam, mulutnya kembali dicium secara brutal oleh Zero.

“Lo—cuma milik gue! Ingat baik-baik!”

Cup

Setelah mengecup singkat bibir Pamela, Zero beranjak dari tubuh Pamela dan pergi begitu saja.

“Gue benci sama Lo, gue nyesel kenal sama Lo,” tangis Pamela memeluk dirinya sendiri.

Kini, apa yang harus Pamela lakukan? Zero—cowok gila.

Zero sangat takut pada Tante Zeta, gue kayaknya harus lapor padanya agar menasihati Zero.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 43

    Senja menghiasi langit, menarik ingatan ke masa lalu. Zero sedang duduk berduaan dengan Daddy nya—Syadeva. Lelaki yang tidak pernah menjadi panutannya tetapi juga tidak bisa untuk dibenci.Meskipun hidup kadang terasa melelahkan, seorang anak tempat untuk pulang tetapkan orang tuanya. Begitu juga sebaliknya, sebagai orang tua tempat untuk kembali adalah istri dan anak-anaknya. Keluarga adalah sebuah kesatuan, yang tidak akan pernah bisa untuk dipisahkan. Darah mengalir deras, menjadi ikatan yang kokoh menyalurkan kasih sayang tanpa diucapkan.“Dad, apakah kamu pernah menyesal memiliki anak aku? Maksudnya—karena aku lahir dari rahim wanita yang tidak kamu cintai?” tanya Zero penasaran.Itu adalah ungkapan hati terdalam dari seorang Zero, yang selama ini dia tutup rapat-rapat.Syadeva nampak terkejut, tetapi sesaat kemudian menarik napas dalam-dalam.“Saat kamu pertama kali datang padaku, usiamu baru tujuh tahun. Tanpa perlu tes DNA, aku sudah yakin jika kamu adalah putraku. Saat itu a

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 33

    Saat pertandingan Indonesia melawan Korea, keluarga Syadeva pun pergi ke sana semua. Mereka memberikan semangat pada Zero yang memang sejak kecil bercita-cita sebagai pemain sepak bola.Zero berhasil memasukkan dua gol, yang membuat namanya semakin harum karena bisa mengantarkan Indonesia ke semi final.Dari tribun, Pamela menangis haru. Bagaimana tidak?Dulu dirinya melihat Zero memainkan bola di taman komplek, sedangkan kini bermain di lapangan internasional.Usai pertandingan selesai. Zero langsung menghampiri keluarganya yang duduk di tribun.“Yohh hebat!” puji Vicenzo.“Kak Zero keren!” teriak Aurora.“Kak Zero top pokoknya!” timpal Emma.Pamela hanya tersenyum, senyuman bangga.Syadeva dan Zeta pun sampai berkaca-kaca, betapa banyak hal yang telah mereka semua lalui dan kini tinggal memetik manisnya.“Selamat, Nak. Kamu memang selalu membanggakan,” ucap Zeta menangis haru.“Setelah ini kita pesta makan!” ujar Syadeva sembari menepuk putra sulungnya.*Esok harinya, setelah semua

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 32

    Setiap selesai latihan, Zero langsung ke rumah sakit. Untung saja pelatihnya sangat baik, memberi dirinya toleransi ketika istrinya mengalami kecelakaan dan dirawat di rumah sakit.Pamela sedang tidak baik-baik saja, karena sudah dua hari ini mamanya belum sadar dari komanya. Sampai di kamar inap, Zero langsung menghampiri sang istri dan mengecup keningnya.“Sudah makan?” tanya Zero.“Sudah, tadi Aurora sadang kemari menyuapiku,” jawab Pamela. “ Kamu sendiri sudah makan?” “Belum, selesai latihan aku langsung mandi dan bergegas kemari.”“Ada banyak makanan, Daddy dan Mommy yang membelinya.”“Oke, aku makan dulu!” jawab Zero.Dia memang lapar, karena aktifitas pelatihan yang berat sangat menguras tenaganya.Sambil mengunyah makannya, Zero sesekali melirik ke istrinya. Wajahnya pucat, pancaran kesedihan terlihat nyata di kedua netranya. Sungguh, Zero tidak tahan melihat semua ini.“Zero.”“Iya?”“Kenapa kamu terus menatap aku?” tanya Pamela.“Kamu cantik,” balas Zero memberikan senyum

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 31

    “Hancurkan saja karirnya, buat dia merasa malu untuk keluar rumah!”Meskipun masih tertidur, aku samar-samar Pamela bersama dengarkan suaminya sedang berbicara di telepon dengan seseorang. Ucapan yang berkesan mengancam dan mengerikan itu, sempat membuat Pamela segera terbangun.“Zero, kamu sedang telponan dengan siapa?” tanya Pamela.Zero nampak kaget, lalu mengecup keningnya dengan lembut.“Bukan siapa-siapa, kalau kamu ngantuk sebaiknya tidur aja lagi,” bujuk Zero kalem.“Ini jam berapa sih?”“Jam lima sore, tidurlah. Aku tahu kamu lelah.”“Emangnya kamu tidak lelah? Kenapa kamu juga tidak tidur?” sela Pamela.Zero mendekatkan wajahnya, lalu mengecup bibir sang istri dengan gemas. “Karena aku kuat,” bisik Zero menyeringai. Pamela langsung mendorong dada suaminya, lalu beranjak dari ranjang menuju ke kamar mandi.“Aku ikut!” pekik Zero.“No!” tolak Pamela langsung menutup pintu kamar mandi. Jangan sampai suaminya itu dibiarkan masuk, kisah 3 jam kemudian baru bisa keluar.Usai man

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 30

    Zero baru saja selesai melaksanakan shooting untuk iklan langsung bergegas menuju ke lokasi yang lain.Sebagai pemain sepak bola yang populer, dia memang diburu sebagai model iklan. Zero yang introvert pun mencoba untuk bersosialisasi, demi masa depannya membangun bisnis karena dia tahu tidak akan selamanya menjadi pemain sepak bola. Sebab semua ada masanya.Saat sedang istirahat, dia iseng membuka ponselnya. Dia penasaran apakah ada pesan dari sang istri? Dia kecewa, tak ada satupun pesan dari Pamela. Yang ada justru notif dari akun sosmednya.“Ini iklan dua Minggu yang lalu, sialan kenapa mereka semua menghujat istriku?” geram Zero murka.Dia yakin saat ini pasti istrinya sedang sedih dan juga insecure. Zero pun segera menelpon adiknya.[Hallo]“Hallo, Lo lagi apa?”[Masih di sekolah, kenapa?]“Tolong kondisikan yang lagi rame itu, kasihan Pamela.”[Memangnya apa yang lagi rame? Gue lagi jarang buka sosmed, sibuk mau lomba basket]“Pamela dihujat gara-gara gue main iklan sama Zaski

  • Cinta Gila Putra Konglomerat   Bab 29

    Zero mengalah, tidak ingin terjadi hal-hal yang akan semakin membuat istrinya marah. Zero pun memutuskan untuk tidur duluan, meskipun dia sendiri tidak benar-benar bisa terlelap. Sampai beberapa saat kemudian dia mendengar suara langkah kaki mendekat, Zero segera memejamkan mata pura-pura tidur. Akan tetapi dia bisa merasakan, tubuh istrinya yang rebahan di sisinya. Bahkan dia juga bisa menghirup aroma parfum Pamela yang manis.“Zero, aku tahu kamu belum tidur!” gumam Pamela.Zero langsung membuka mata, kemudian memeluk istrinya dan mengecup pipinya.“Bagaimana mungkin aku bisa tidur, Aku selalu ingin didekatmu seperti ini,” jawab Zero dengan nada lembut.“Boleh aku minta sesuatu padamu?” tanya Pamela serius.“Boleh, silakan mau minta apa. Asal jangan tentang perpisahan di antara kita,” balas Zero.“Aku mohon, minta maaflah dengan Tirta. Bisakah kita hidup dengan rukun? Apalagi sekarang Tirta sudah memiliki istri, akupun juga sudah bersuami. Aku berjanji tidak akan pernah melakukan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status