Aku sudah berbaikan lagi dengan Ellie. Kami menjalani hari-hari kami seperti biasa. Tiga hari ini kami susah bertemu karena Ellie di luar menemani si bos dan pulangnya langsung diantarkan ke apartemennya oleh supir kantor. Jadi, Rabu malam ini Ellie sengaja minta diantarkan ke tempatku karena dia akan menginap di sini. Aku yang sudah pulang dari pukul enam sore langsung bersih-bersih semua ruangan, terutama kamar tidur dan kamar mandi. Bel pintu depanku berbunyi. Hmm tumben sekali Ellie menekan bel dulu, biasanya dia langsung masuk, apa dia ingin aku menyambutnya dengan sebuah pelukan? Dengan semangat aku menuju pintu depan, sudah kubayangkan aku akan memeluknya, membawanya masuk lalu menciumnya. Tapi aku kaget sekali begitu kubuka pintu, ternyata bukan Ellie yang ada di sana. Yaya-lah yang berdiri di sana. Iya, Yaya adikku. Adik bungsuku. “Mas Gamma!!” Yaya menubruk untuk memelukku. “Adek kok di sini?” aku bing
Di hari ketiga Yaya menginap di sini, akhirnya dia bertemu dengan Ellie. Entah kenapa keduanya memintaku untuk mempertemukan mereka. Padahal aku sebenarnya tidak mau mereka saling kenal, karena ya, tentu saja hubunganku dan Ellie tidak akan berlangsung lama lagi. Dan sepertinya Yaya pun menyukai Ellie, tidak seperti responnya terhadap seluruh wanita yang pernah kukenalkan dulu. Seandainya saja aku bisa mengenalkan Ellie sebagai calon kakak iparnya… Kukira Yaya akan menanyakan tentangku seperti kenapa bisa jadi pacarku atau hal-hal semacamnya, tapi ternyata Yaya malah lebih tertarik membicarakan hal-hal seperti parfum, baju, salon bahkan drama Korea dan berbagai hal yang biasanya dibicarakan teman wanita. Yaya malah mengajak Ellie menginap di tempatku dan menyuruhku tidur di sofa karena mereka mau bergadang untuk menonton film. “Adek aja deh yang tidur di sofa. Mas sama Mbak Ell tidur di kamar.” godaku pada Yaya yang sedang mencoba beberapa pakaian Ellie yang terlihat ‘mini’. “Eh en
Sebelum berangkat tadi aku langsung menelepon Bara dan memintanya untuk mengikuti sandiwaraku kalau-kalau Ellie sampai menanyakan pada Bara kemana aku. Tentu saja karena aku dan Bara sudah seperti botol dan tutupnya, dia hanya oke oke saja. Jadi di sinilah aku, di depan rumah kosan Jessica, padahal 20 menit lalu aku masih mengecup bibir wanita yang kuyakini sebagai cinta sejatiku. Tak lama, muncullah Jessica yang seperti dugaanku hanya mengenakan tanktop hitam dan celana pendek berwarna pink. Rambut panjangnya nampak digulung berantakan. Dia menyambutku dengan memberikan senyuman yang malah tampak seperti ejekan. Aku pun mengikutinya masuk ke dalam kosannya ini, melihat pintu-pintu kamar yang sunyi dan sepi, hanya ada rak sepatu, tempat sampah atau keranjang baju kotor. Tidak ada pintu yang terbuka. Kamar Jessica teletak di lantai dua, dan posisi paling pojok. Di depan kamarnya ada rak sepatu berisi sandal, tempat sampah, dan dua pot tanaman. Begitu masuk ke kamarnya, isi kamarn
Kantor sedang heboh dengan berbagai macam cerita tentang pelakor. Yang dibahas mulai dari para pesohor negeri, sampai ada beberapa yang diam-diam curhat tentang pengalamannya pribadi, sebagai korban ataupun sebagai pelaku. Well, memang, kadang manusia ngga bisa ditebak. Ada yang penampilannya santun tapi ternyata mantan pelakor. Ada yang kesehariannya ceria, selalu ketawa, ternyata dia korban pelakor, yang bahkan sampai saat ini masih galau berada di antara mempertahankan rumah tangganya atau disudahi saja. “Kalau perebut cewek orang disebut apa ya?”, celetuk Ellie sambil memandangiku, kemudian bertopang dagu di atas meja sembari menyingkirkan mangkok bakmi nya yang sudah kosong. “Ngga ada istilah kayak gitu!” kujawab ketus sambil tetap melahap nasi goreng teri medan, menu makan siangku hari ini. “Ya kalau statusnya masih pacar sih biarin aja ditikung!” timpal Bara menambahi. “Dulu gue pernah tuh nikung cewek orang, tapi biasa aja.”
Hari ini sempurna. Sempurna, seperti biasa kalau aku melewatinya bersama Ellie. Walaupun siang tadi dia ngambek, walaupun kami hanya melakukan hal-hal biasa, walaupun kami hanya menghabiskan hari sambil nonton TV di kamar dan makan junkfood sampai kekenyangan, walaupun kami seharian hanya mandi sekali karena malas dan cuacanya dingin, walaupun Ellie tidak pakai make up dan tidak pakai baju seksi. Ellie sudah terlelap, di sampingku, semantara aku masih nonton TV karena tanggung film nya belum selesai. Kulihat HP Ellie menyala, tapi tak ada suaranya. Kuambil dan kulihat, ternyata ada pesan dari Ryan. Ryan, atau Ellie menyimpan namanya sebagai ‘Hubby to be’, tentu saja adalah calon suami Ellie. Ya Tuhan. Rasanya aku seperti habis ditonjok. Saat sang calon istri tidur bersama lelaki lain, sang calon suami masih dengan manisnya mengucapkan selamat tidur tanpa tahu calon istrinya tidak tidur sendirian. Mendadak rasanya aku menjadi orang paling jahat dan paling t
Perjalanan ke Bali itu pun memang akhirnya terjadi. Para bos kami dan keluarganya sudah berangkat lebih dulu dari kemarin, sehingga menyisakan aku dan Ellie dan beberapa karyawan yang memang diikutsertakan. Dan karena hanya ingin berduaan, aku sengaja reschedule jadwal pesawat sehingga dapat jadwal penerbangan tengah malam dan kondisi sepi penumpang. Ellie tampak menikmati dengan antengnya bergelayut di sebelahku, walaupun sebenarnya pikirannya sedang kemana-mana karena Ryan pun akan berkunjung juga ke Bali, tepatnya besok. “Besok Ryan minta aku jemput dia di bandara.” ujar Ellie sambil menyeruput kopi panasnya. “Kamu temenin aku, ya?” “Apa ngga jadi canggung nanti?” balasku tak yakin sambil ikut mencicipi kopinya. Bagiku aneh, karena Ellie selalu menikmati kopinya tanpa gula. Dia bilang sudah terbiasa karena sudah dari kecil ikut-ikutan menyicipi kopi racikan kakeknya yang memang dibuat tanpa gula. Malah baginya aneh kalau minum kopi tapi rasanya manis.
Kalau Bara selalu mendukungku untuk merebut Ellie dari Ryan, Lily adalah kebalikannya. Dia selalu berceloteh kalau aku dan Ellie lebih baik pisah saja daripada menjalani hubungan tidak jelas seperti ini. Jadi begitu ada kesempatan seperti ini, Lily dengan semangatnya mengirimiku foto-foto dari beberapa temannya yang dia bilang sedang ada di Bali saat ini. “Pick one and I’ll give you her number.” Begitulah kata Lily tadi di akhir chat-nya padaku. Kulihat-lihat dia mengirim foto dari tiga orang wanita, yang ketiganya terlihat cantik dan seksi. Kuteliti satu-satu dan kucari yang paling mirip dengan Ellie. Walaupun tidak ada, tapi yang paling sesuai seleraku adalah yang bernama Jessica, si rambut panjang dengan ujung bergelombang tipikal cewek salon. Jadilah aku menunggu Jessica ini di salah satu beach club tempat kami janjian tadi. Sebenarnya kalau mau cari pacar itu gampang, contohnya seperti ini, tinggal minta Lily untuk promosikan aku di hadapan teman-tem
Terdengar ketukan di pintu kamarku. Ketukan yang terdengar buru-buru, yang kutahu siapa yang sudah pasti mengetuk dengan cara seperti itu. Pasti Elliane. “Kenapa sih, Ell?” ujarku begitu kubukakan pintu. Dan benar, itu Ellie yang terlihat marah dan dia langsung menghambur masuk ke kamarku. “Kenapa sih, Ell?” ulangku lagi sambil menariknya dan berusaha mengajaknya untuk duduk di atas tempat tidur. Tapi dia menolak. Dia buru-buru mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya dan menunjukkan sesuatu padaku. “INI APA? INI KENAPA BISA KAYAK GINI?” serunya dengan semakin marah dan menunjukkan isi ponselnya padaku. Yang Ellie tunjukkan adalah tangkapan layar dari akun sosial media yang pasti milik Jessica, menampilkan foto kami berdua yang terlihat begitu dekat dan sungguh mengesankan orang pengar yang baru saja bangun tidur. “Kamu dapat foto ini darimana?” balasku balik bertanya, dan jujur rasanya panik seperti orang yang ketahuan selingku