Share

Rindu Pada Abizar

Auteur: Ciety Ameyzha
last update Dernière mise à jour: 2023-02-09 22:24:23

Aruna mungkin kehilangan dua pelanggan hanya karena berdebat dengan mereka tentang sebuah pendapat. Namun, tidak masalah. Sebab, menurutnya perkataan pelanggan tadi lumayan memukul rata semua toko kecil itu sama.

Aruna kembali ke dapur, menyelesaikan adonan yang sempat tertunda. Di tengah kesibukan itu, ia mulai merasakan rindu terhadap Abizar. Ingin bertemu tak bisa terbendung, bahkan sudah sulit diungkapkan dengan kata-kata. "Aku harus fokus. Kalau tidak, semuanya akan berjalan buruk." Perempuan itu menyadari jika sesuatu yang sedang bergulir saat ini bukanlah keinginan dirinya, melainkan karena takdir Yang Maha Kuasa.

Waktu terus berjalan sampai tibalah saatnya salat. Aruna mengganti kata open dengan istirahat agar bisa memberitahu pelanggan. Dengan itu, ia pun bisa menikmati ibadah, menghadap Sang Khalik dengan khusuk tanpa takut diganggu manusia.

Ada ruangan kecil untuk beribadah dan beristirahat. Aruna mengambil wudu dan menghamparkan sajadah. Bersiap menghadap Sang Ilahi Rabbi dalam keadaan baik. Rindunya kali ini pada Abizar sulit dihindari, sudah tiga bulan perpisahan mereka membuat Aruna tersiksa. Bahkan, setiap malam perempuan itu selalu menangis tersedu-sedu. Dengan menggunakan mukena putih polos pemberian Naufal saat menikah lalu, Aruna mulai menjalankan salat. Kewajibannya sebagai muslim tidak akan luntur hanya karena mendapatkan ujian. Tidak peduli seberapa sulit ujian itu, ia akan terus berprasangka baik pada Yang Maha Kuasa.

Salat selesai. Aruna mengangkat kedua tangan ke atas. Tidak terasa cairan bening keluar begitu saja tanpa diminta. Dadanya sesak menahan kerinduan. Ini tak bisa dibiarkan terus menerus. "Ya Allah, aku rindu anak kecil itu." Hanya kalimat pendek yang terucap dari mulut Aruna. Tangisnya beranak sungai. Perempuan itu bahkan menurunkan kedua tangan dan bersujud. Tangis itu pecah, menyesakkan jiwa. Dunia ini memang tidak selamanya memihak pada kita, maka dari itu Aruna mulai merasa lelah. Hanya saja, sudah bisa bertahan sejauh ini pun itu sangat luar biasa.

"Aku rindu Abizar, Ya Allah. Aku ingin memeluknya sekali lagi saja." Aruna menangis dalam keadaan sujud. Air mata perempuan itu membasahi sajadah berwarna merah muda dengan gambar kabah. "Tolong, izinkan aku bertemu dengannya. Izinkan aku memeluknya, izinkan aku mengatakan pada anak kecil itu kalau sampai kapan pun kasih sayangku tidak akan luntur."

Detik demi detik terasa lama jika dalam keadaan ini. Padahal, biasanya setengah hari pun akan terasa cepat dalam keadaan bekerja.

"Aku bisa menerima perceraian ini, Ya Allah. Tapi, aku begitu sulit menerima perpisahan dengan Abizar. Entah bagaimana kabar anak itu sekarang. Apa Kakak mengurusnya dengan baik? Atau mungkin sebaliknya. Aku tidak bisa memastikan itu." Aruna terus menangis tanpa henti. Wajah manis dan lucu Abizar menari-nari di mata, mengusik pikirannya agar semakin menumpuk rasa rindu pada diri wanita manis itu. Kian menambah perasaan ingin bertemu, padahal sangat tidak mungkin. Naufal seolah menyembunyikan keberadaan anak itu.

Aruna pernah mendatangi rumah Naufal, tetapi semua satpam rumah dan pembantu di sana sudah diganti. Tentu mereka tidak akan mengenali Aruna, bahkan satpam muda itu tak mengizinkan ia untuk masuk selangkah pun melewati pagar berwarna hitam. Menyedihkan sekali.

"Abizar memang bukan anakku, tapi ikatan batin di antara kami pasti kuat. Aku mencintainya dengan tulus, aku menganggapnya anak kandungku. Ya Allah, jangan siksa aku seperti ini. Biarkan aku bertemu dengannya sekali saja," sambung Aruna masih ingin berada di hamparan sajadah.

Selang dua menit, terdengar pintu kaca tertutup. Tangis Aruna terhenti. Siapakah yang datang? Bukankah tulisan di depan itu sudah sangat jelas? Mungkin pelanggan yang sangat butuh. Biarkan saja. Bergegas Aruna menegakkan badan, berdiri dan membuka mukena. Melipat jadi satu dengan sajadah, tak lupa menyimpannya.

Sebelum keluar, perempuan itu memakai lebih dulu jilbab. Dan, siap menyambut pelanggan.

Aruna keluar ruangan istirahat sambil berkata, "Selamat datang." Kedua kakinya berhenti ketika dua bola mata itu melihat siapa yang datang. Mulutnya tertutup pula, tidak lagi mengeluarkan suara. Ini tidak mungkin. Aruna menelan ludah, saking tidak percayanya.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Cinta Istri Berbuah Luka   Kelahiran bayi(Tamat)

    "Cepat! Bus harus segera berangkat," jawab si sopir.Aruna segera berbalik badan dan mengambil tempat duduk, sedangkan pria itu juga ikut naik. Entah mengapa perasaan Aruna sedikit tak karuan melihat sosok lelaki yang terakhir naik, seperti sebuah gerbang sedang terbuka untuk menuju satu jalan. "Astagfirullah, aku harus fokus ke diri sendiri." Aruna meluruskan pandangan ke depan dan memantapkan hati untuk tidak terlalu mengikuti hati.***Waktu berjalan begitu cepat dan tak terasa Dzaki sudah ada di depan sebuah ruangan operasi menunggu sang istri melahirkan.Ya, Aruna harus melakukan operasi sesar karena ketuban lebih cepat dahulu pecah dan si bayi belum ada tanda-tanda siap keluar karena baru berusia tiga puluh tujuh minggu. Sebuah keputusan terbaik diambil untuk keselamatan keduanya.Bu Nani dan Pak Arya pun berada di sana, menenangkan Dzaki dengan terus mengingatkan anak bungsunya untuk pasrah pada Yang Maha Kuasa."Istigfar, Nak. Insya Allah, Istri dan anakmu baik-baik saja," ka

  • Cinta Istri Berbuah Luka   Mengunjungi Toko

    Amira pergi ke toko kue dengan diantar sopir. Ia menyuruh lelaki paruh baya yang sudah lama bekerja di rumahnya tersebut untuk pulang lebih dahulu. Sebab, Aruna berniat seharian berada di sini.Bi Mirna senang bisa melihat Aruna lagi. "Alhamdulillah, Neng sudah membaik," katanya dengan penuh rasa bahagia. Aruna sendiri merasa disambut oleh seorang Ibu. Hangat dan penuh rasa cinta."Maaf, ya, Bi, aku sudah lama tidak datang," imbuh Aruna.Bi Mirna mengelus perut Aruna pelan. "Tidak apa-apa, Neng. Jangan khawatirkan soal toko karena Bibi akan selalu berusaha menjaganya.""Terima kasih, Bi." Aruna memperhatikan sekitar. Semuanya masih sama seperti empat bulan yang lalu. Namun, sekarang ditambah dengan dua karyawan baru yang membantu. Menurut penuturan Bi Mirna, penjualan meningkat drastis di empat bulan terakhir. Aruna yang menerima laporan itu pun cukup senang. Selama ini Bi Mirna hanya melaporkan hasil keuangan ke kantor Dzaki karena tidak berani datang ke rumah Aruna."Bi, aku rindu s

  • Cinta Istri Berbuah Luka   Bagaimana Abizar?

    "Makanlah." Dzaki tampak lelah karena berkeliling mencari ramen di tengah malam. Namun, perasaan itu seketika hilang dengan melihat istrinya tersenyum bahagia.Aruna duduk di kursi makan yang berhadapan dengan Dzaki. Menelan ludah ketika melihat kentalnya kuah ramen yang bercampur dengan rasa pedas. "Masya Allah, pasti enak." Mengangkat kepala dan menatap Dzaki. "Terima kasih, Mas."Dzaki ikut tersenyum sambil mengulurkan tangan ke depan dan mengelus pucuk kepala istrinya. "Jangan ragu untuk katakan apa pun keinginanmu selama aku bisa. Ingat, kamu adalah istriku."Aruna mengangguk pelan. Benar-benar definisi diratukan oleh satu raja itu luar biasa bahagianya. "Tapi aku merasa bersalah karena Mas harus keliling untuk dapatkan ini."Tangan Dzaki masih berada di pucuk kepala Aruna. "Apa kamu tidak menganggapku suami?" Kedua pupil mata sontak membesar, lalu diikuti dengan gelengan kepala. "Kalau memang masih menganggap, biarkan aku membahagiakanmu dengan banyak cara. Kamu ratu di sini."H

  • Cinta Istri Berbuah Luka   Ramen

    "Sakitnya seorang Ibu itu nikmat, Sayang. Karena rasa bahagia ada adik bayi lebih besar dibandingkan rasa sakit," jawab Amira. Ia belum sanggup mengungkapkan identitas Abizar. Mungkin menunggu anak itu beranjak remaja saja.Pak Arya dan Bu Nani tidak berkat apa pun. Semua keputusan ada pada diri menantunya. Biarkan saja dahulu, Abizar pun belum tentu bisa memahami.Aruna berada di rumah sakit sekitar tiga hari. Setelah itu, ia kembali ke rumahnya sendiri dengan dibantu oleh asisten rumah tangga untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Aruna pun belum pergi ke toko. Mempercayakan semuanya pada Bi Marni.***Hari-hari berlalu dan akhirnya kehamilan Aruna menginjak usia enam belas Minggu. Rasa mual dan muntah berangsur membaik dan hanya dirasakan sesekali saja. Begitu pun dengan sakit kepala. Perut Aruna memang belum terlihat buncit karena usia kandungan masih kecil.Setiap harinya selalu ada saja yang diinginkan Aruna. Entah itu makanan ataupun sekadar ingin pergi ke suatu tempat. Selama itu

  • Cinta Istri Berbuah Luka   Masuk Rumah Sakit

    Aruna menjaga sekali kehamilannya. Tidak peduli rasa mual dan muntah itu semakin menyerang diri, ia terus berusaha untuk melakukan yang terbaik. Seminggu setelah vonis hamil dinyatakan, Aruna sama sekali tidak bisa bangun. Ia bahkan dilarikan ke rumah sakit karena terus menerus muntah yang mengharuskannya mendapatkan perawatan medis. Dzaki setia di samping. Bahkan saat Aruna merasakan mual di pagi hari, lelaki itu sigap untuk membawa sang istri ke kamar mandi."Aku ambilkan minum hangat, ya." Dzaki mendudukan Aruna di kasur. Mereka baru saja keluar dari kamar mandi hampir delapan kali. Wajah Aruna mulai terlihat pucat. Makanan dan minuman yang masuk akan kembali lagi. Lemas rasanya. "Iya, Mas." Aruna pasrah. Sakit ini akan berlalu dan digantikan kebahagiaan bertemu sang buah hati tercinta. Menginjak enam minggu memang masa-masa kritis, sekali pun ada ibu hamil yang memang baru merasakan mual di usia delapan minggu. Namun, ada sebagian lagi juga yang tidak merasakan morning sicknes

  • Cinta Istri Berbuah Luka   Selamat, Pak.

    "Selamat, Pak. Anda akan segera menjadi ayah." Dokter lelaki menyalami Dzaki. Pemeriksaan dilakukan sekitar dua puluh menit dan hasilnya Aruna positif hamil sekitar empat minggu. "Mungkin setelah ini gejala sakit kepala, mual dan muntahnya bisa saja bertambah parah. Tapi Ibu dan Bapak tidak perlu cemas karena itu hal biasa. Selalu pastikan Ibu mencukupi gizi si janin dan terus minum vitamin yang akan saya resepkan."Dzaki masih belum bergerak sama sekali, sedangkan Aruna terharu dengan mengucap kata syukur."Pak Dzaki baik-baik saja?" Dokter lelaki itu kembali bertanya.Dzaki sadar, kemudian berkata, "Apa benar Dok, kalau istri saya hamil?" Bertanya lagi untuk memastikan."Semuanya akurat dan ini hasilnya." Dokter memberikan isyarat mata pada suster untuk menyimpan hasil tespek di meja. "Garis yang satu memang masih samar, tapi ini sudah bisa membuktikan jika istri Anda hamil. Saya minta kerjasamanya untuk menjaga kandungan Ibu sampai waktu melahirkan nanti."Dzaki masih memegang tang

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status