Share

Bab 7

Author: Lestari
Elara tidak ikut pulang dengan Darren, melainkan bersikeras pergi ke hotel.

Darren merasa khawatir, lalu menawarkan diri untuk menemani Elara.

Elara menulis di buku catatannya. "Tidak perlu, kamu pulang saja."

"Elara… aku tahu kamu marah padaku." Darren mulai menjelaskan sendiri. "Waktu kamu mengalami kecelakaan, aku minum-minum setiap hari. Evelyn menaruh sesuatu di minumanku, dan aku menyangka dia adalah dirimu. Aku sangat marah, lalu memutuskan hubungan dengannya sepenuhnya. Tapi dia terus mengejarku, bilang dia hamil…"

"Setelah dia hamil, aku menyuruhnya menggugurkan, tapi dia menolak. Dia melahirkan anak itu sendirian, merawatnya hingga usia dua tahun. Dia juga tidak mudah…"

Jari Elara mengepal. Darren benar-benar menganggap Evelyn yang mendapatkan anak dengan cara apa pun juga sudah menderita.

Heh…

"Lalu, anak itu sakit. Dia seorang wanita, tapi hamil di luar nikah. Jadi, Pak Rinto memutuskan hubungan dengannya. Dia diusir dari rumah. Karena tak ada jalan lain, akhirnya dia datang memohon padaku… Awalnya aku hanya peduli pada anak itu, Elara… Bagaimanapun, anak itu tidak bersalah," kata Darren sambil berjongkok di tepi tempat tidur, menatap Elara dengan cemas.

Elara tetap diam, pikirannya melayang entah ke mana.

"Elara, aku tahu selama ini kamu sudah menderita. Yang paling kusesali sekarang… adalah dulu membiarkanmu pergi…" Darren tersedak-sedak, memegang tangan Elara. Matanya memerah karena menahan emosi.

Sekarang, sudah terlambat untuk berkata apa pun.

"Apa rencanamu terhadap aku dan dia?" tulis Elara di atas kertas.

Hukum menetapkan satu suami satu istri, jadi Darren harus memilih antara Elara dan Evelyn.

"Elara, beri aku sedikit waktu, oke?" Darren menggenggam tangan Elara erat-erat, memohon agar dia memberi waktu.

Elara menarik napas panjang, menundukkan pandangannya, dan dengan jari yang gemetar menulis, "Tidak usah buat hal ini jadi rumit. Kita batalkan saja pernikahan ini."

Elara mengalah.

Tidak ada yang tahu, betapa sakitnya di dadanya, betapa pedihnya hatinya.

Dia sudah kehilangan segalanya. Kini satu-satunya motivasi untuk bertahan hidup adalah mengungkap kebenaran tentang penculikan mereka dulu, dan memberikan jawaban bagi Ayah dan Ibu yang telah tiada.

"Elara…" Mata Darren memerah saat menatapnya. Dia menggenggam tangan Elara dengan erat, merebut pena dari tangannya. "Tolong jangan ucapkan hal seperti itu. Aku butuh waktu untuk mencerna semuanya. Aku tidak akan meninggalkanmu. Kamu tahu orang yang kucintai adalah kamu… Hanya saja Evelyn sudah menemaniku selama bertahun-tahun. Dan Fesilia, dia juga kasihan. Aku butuh waktu…"

"Aku butuh waktu untuk merapikan semuanya. Tolong beri aku waktu, oke?"

Darren memohon pada Elara untuk memberinya sedikit waktu.

Namun, jarak di antara mereka berdua, sudah bukan sekadar lima tahun yang memisahkan lagi.

Kring… Ponsel Darren terus berbunyi.

Darren kesal dan menutup telepon, tetapi tak lama kemudian, telepon itu berdering lagi.

Elara tahu itu pasti Evelyn.

"Pergilah." Elara memberi isyarat dengan tangan, menyuruh Darren kembali.

Darren sepertinya mengerti, lalu menggelengkan kepala. "Elara, aku sudah tanya ke Dokter Andre di psikiatri. Dia bilang kondisimu termasuk reaksi stres, semacam sindrom trauma psikologis. Sekarang yang kamu butuhkan adalah orang yang bisa menemanimu. Aku akan selalu menemanimu sampai kamu bisa keluar dari ini."

Elara menarik tangannya dari genggaman Darren, seluruh tubuh dan jiwanya menolak.

Elara pernah berpikir, dengan kehadiran Darren, dia pasti akan sembuh.

Dia akan menjadi obatnya, penenang bagi jiwanya.

Namun kini, dia dan Evelyn menjadi jerami terakhir yang menindih kesabaran Elara hingga nyaris hancur. Semua ketegangan, semua kekecewaan yang menumpuk, seakan meledak bersamaan di dadanya.

"Darren, Fesilia demam. Kamu apaan sih? Tengah malam begini tidak menemani istri dan anak. Kamu ke mana?" Telepon Darren berdering lagi. Kali ini yang menelepon adalah Pak Rinto dari rumah sakit mereka.

Itu adalah mertua Darren yang sekarang, ayah dari Evelyn.

Karena khawatir Elara akan terkejut, Darren berjalan ke sudut ruangan.

"Ayah… Tim Pak Saud sudah kembali. Anda pasti sudah dengar. Elara… dia juga kembali." Darren berkata pelan.

Di seberang telepon sunyi sesaat, kemudian suara Pak Rinto terdengar berat. "Darren, kamu tahu berapa banyak yang anakku berikan padamu selama ini. Dia sudah melahirkan anakmu, menemanimu selama lima tahun. Memang benar Elara adalah mantan istrimu, tapi kalian baru menikah, bahkan pernikahannya saja belum sempat dilangsungkan. Kamu tahu bagaimana harus memilih."

Akhirnya, Pak Rinto kembali membuka suara. "Kariermu sekarang sedang naik. Pikirkan baik-baik. Sebaiknya segera buat keputusan untuk menyelesaikan masalah ini. Lagi pula, Elara juga dokter di rumah sakit kita."

"Dia sekarang yatim piatu, tak ada yang perlu dikhawatirkan." Pak Rinto kembali mengingatkan. "Keputusan ada di tanganmu."

"Ya……" Darren menurunkan suaranya, secara refleks menoleh ke arah Elara.

Elara duduk di atas tempat tidur, tenang, tetapi tampak begitu sepi dan pilu.

Pak Rinto tidak salah. Sekarang Elara tidak memiliki apa-apa. Tidak ada Ayah maupun Ibu, bahkan kehilangan kemampuan untuk berbicara… hingga tak bisa membela dirinya sendiri.

Seolah-olah, dia menjadi orang yang bisa diremehkan dan diintimidasi oleh siapa saja.

Orang-orang selalu bilang, nasib buruk memilih orang yang paling malang… tetapi itulah kenyataan, tak ada yang bisa dilakukan.

"Elara… Fesilia sakit, aku harus pulang," kata Darren pelan, sambil melangkah mendekat dan ingin mencium dahi Elara.

Elara menolak dan menghindar, menggenggam erat kedua tangannya.

Sebenarnya dia sudah mengerti, Darren telah mengambil keputusan.

Di antara dia dan Evelyn…

Dia memilih Evelyn.

"Elara, kita bukan lagi anak-anak yang polos dan tak tahu apa-apa. Dunia orang dewasa itu kejam," kata Darren sambil berjongkok di hadapan Elara, tatapannya tajam. "Tapi kamu harus percaya padaku, aku mencintaimu… Jadi aku akan mengatur semuanya dengan baik. Meski kita bercerai, aku akan selalu melindungimu, berada di sisimu. Oke? Selama aku di sini, aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu."

Elara menatap Darren dengan mata yang tak percaya.

Dia mau bercerai dengan Elara, lalu menjadikan Elara sebagai selingkuhannya.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Cinta Mekar di Tengah Kehampaan   Bab 100

    "Cepat panggil orang untuk buka kunci. Ini rumah kita. Dia tidak bisa seenaknya! Perempuan macam itu kalau tidak dipukul, tidak akan mau menurut. Kamu harus hajar dia sekali, biar dia tahu siapa sebenarnya kepala rumah tangga ini." Ibu Darren marah sambil mengeluarkan ide.Fesilia menangis sambil memeluk Darren. "Ayah, pukul dia. Dia jahat sekali."Darren mengernyit sambil menatap ibunya. "Ibu, jangan bicara seperti itu di depan anak."Ibu Darren menjawab dengan nada kesal, "Lalu sekarang harus gimana?""Panggil saja orang dari komunitas perempuan untuk bantu menengahi." Darren mengusap pelipisnya, lalu menelepon komite perempuan di komunitas setempat.Ketika ketua wanita datang, wajahnya tampak tidak enak, tatapannya pada Darren pun penuh ketidaksenangan. "Istrimu kemarin sudah datang melapor dan menceritakan semuanya padaku. Kamu diam-diam selingkuh di Kota Hadata saat dia tidak ada, bahkan sampai punya anak. Kamu yang salah duluan. Jadi kalau sekarang dia tidak mengizinkanmu masuk r

  • Cinta Mekar di Tengah Kehampaan   Bab 99

    Lani menelepon. Dia sudah menyerahkan bukti video tentang Darren yang terus mengganggu Elara dalam pernikahannya, bahkan sampai memaksanya, kepada tim investigasi kriminal. Akibatnya, Darren harus bekerja sama dengan polisi dan menjalani pemeriksaan. Meskipun sudah menyewa pengacara, dia tetap akan ditahan selama 48 jam.Selama 48 jam itu, ibu Darren menangis histeris ke mana-mana, mencoba mencari kenalan dan meminta pertolongan.Sayangnya, Keluarga Marvella sama sekali tidak menganggap Darren layak, bahkan dari lubuk hati mereka, mereka juga merendahkan ibu Darren. Oleh karena itu, Rinto, demi menjaga dirinya sendiri, memilih untuk mengacuhkan ibu Darren. Ibu Darren pun hanya bisa membawa anaknya tinggal di hotel.…Arseta Residence.Elara sudah akrab dengan semua orang di grup chat komplek. Dia mengirimkan hadiah, bahkan menaruh permen di setiap lantai dan menjelaskan bahwa dia adalah istri dari Darren.Sementara itu, kabar bahwa Evelyn adalah pelakor sudah tersebar luas di kalangan

  • Cinta Mekar di Tengah Kehampaan   Bab 98

    Ibu Darren ketakutan. Dia buru-buru melindungi Fesilia di belakangnya. "Kamu mau apa...""Aku gila dong... Bukannya putramu tahu aku gila?" Elara tersenyum, lalu mulai mengayunkan pisaunya tak beraturan di dalam rumah. "Ini rumahku, aku bebas mau melakukan apa saja.""Jangan sentuh boneka rubahku!" teriak Fesilia sambil menangis menatap Elara.Baru saat itulah Elara menyadari boneka rubah di kakinya. Dengan seringai dingin, dia meraih boneka itu dan berdiri, lalu di depan mata Fesilia, dia mengayunkan pisaunya, memotongnya menjadi beberapa bagian."Ah!" teriak Fesilia ketakutan. Tangisnya makin histeris.Ibu Darren merasa marah, tetapi tak berani mendekati Elara yang kini di luar kendali. Dia mendekap Fesilia, membujuknya dengan penuh kasih sayang. "Fesilia, jangan nangis, Sayang. Ada Nenek di sini," bisiknya lembut.Elara mencibir, menatap Ibu Darren dengan dingin. "Kena batunya, ya? Giliran cucu kesayanganmu yang terancam, baru pura-pura peduli," gumamnya sinis.Fesilia terus terisak

  • Cinta Mekar di Tengah Kehampaan   Bab 97

    Lukas... ya, Lukas."Lani, aku pinjam ponselmu sebentar!" Elara mengambil ponsel Lani dengan tergesa-gesa, lalu menelepon Ferdian.Urusan Lukas adalah rahasia militer. Satu-satunya orang yang bisa menyelamatkan Nathaniel hanyalah Ferdian."Aku... Elara." Elara menarik napas dalam, berusaha menenangkan diri sebaik mungkin."Ponsel Nathaniel ada di tangan Darren. Darren bilang, ponsel itu dikasih Rinto. Anak buah mereka mengincar Nathaniel," ujar Elara cemas.Ferdian terdiam sejenak sebelum akhirnya bersuara, "Nathaniel hilang. Kami tidak bisa menghubunginya, tapi kami akan menemukannya secepat mungkin."Tubuh Elara bergetar. Air matanya tak terbendung saat memohon, "Kumohon..."Cepat temukan dia.Sudah lebih dari sepuluh jam dia menghilang. Dia pasti sudah mati."Kami sudah melacak posisi terakhir ponselnya. Dia... akan baik-baik saja."Pria di seberang telepon tidak bisa berkata lebih banyak, dan sambungan pun terputus.Sambil menangis, Elara mengembalikan ponsel itu ke Lani, dalam hat

  • Cinta Mekar di Tengah Kehampaan   Bab 96

    Elara menyeringai sinis, menatap Rinto. "Sangat mudah membuat orang waras jadi gila, bukan? Karena Pak Rinto tidak bisa menyelesaikan masalah, jadi lebih baik menyingkirkan orang yang menciptakan masalah, begitu?"Elara melihat Sena hendak menyelinap pergi, lalu berseru, "Dokter gadungan, kamu mau ke mana? Kamu sebagai staf humas rumah sakit, tapi malah menyuntikkan obat penenang dosis tinggi secara ilegal. Ditambah lagi, rumah sakit jiwa yang mengeluarkan resep obat penenang ilegal. Semua perbuatan ini adalah pelanggaran hukum pidana."Polisi selesai memeriksa rekaman CCTV rumah itu, lalu menatap Sena dengan wajah muram. "Apa kamu punya izin praktik?"Sena mengernyitkan dahi dan menoleh ke arah Rinto.Rinto saat itu tentu saja tidak berani banyak bicara."Dari video, memang benar pria ini yang sengaja memprovokasi wanita ini. Kalian terlibat dalam penahanan ilegal dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Ikut kami ke kantor polisi, dan kalian juga. Apa-apaan soal operasi lobotomi?""

  • Cinta Mekar di Tengah Kehampaan   Bab 95

    "Pihak psikiatri RS 456 sudah memberikan diagnosis yang sangat jelas. Elara hanya mengalami afasia. Tidak ada gejala lain, dan dia juga tidak menunjukkan adanya sikap agresif seperti yang kalian sebutkan. Dengan kata lain, dia baik-baik saja, hanya tidak bisa bicara." Lani mengeluarkan surat diagnosis Elara. "Aku punya alasan kuat untuk mencurigai kalian. Kalian memakai kedok rumah sakit jiwa, ini adalah penjara ilegal. Aku akan menuntut kalian dan bawa Elara pergi.""Tidak bisa!" Rinto dan dokter rumah sakit jiwa itu berseru bersamaan.Suara Rinto terdengar berat saat menatap Sena. "Dia memang tidak pernah bertindak agresif sebelumnya, tapi bukan berarti sekarang tidak. Luka di kepala Darren adalah buktinya. Lagi pula, Darren adalah walinya. Kalian tidak punya hak." Dia melanjutkan, "Tanpa izin Darren, Elara harus dibawa ke rumah sakit jiwa.""Kalau begitu, panggil Darren ke sini!" teriak Lisa, matanya menyorot tajam ke arah Rinto. "Hari ini, kalau Darren tidak datang untuk memberikan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status