“Kayanya lagu kedua mesti diganti deh. Nggak cocok banget sama suara Matari, tahu nggak?” tanya Lisa akhirnya. “Kecuali, lo bikinnya akustik. Suara Matari tuh cocoknya di lagu slow gitu loh.”
Saat itu liburan Ujian Nasional sudah sepenuhnya usai. Masih tersisa beberapa hari menjelang pensi dan sekaligus pesta perpisahan anak kelas 3.
Gilang menatap teman-temannya di ruang studio band milik Lisa. Hampir semuanya merasa sepakat dengan ucapan Lisa barusan. Gilang mengecek materi lagunya yang kedua. Lagu kedua yang direncanakan oleh mereka adalah My Sacrifice dari Creed, namun jelas itu tak cocok dengan tipe suara Matari. Si kembar hanya berbisik-bisik di dekat Reza, drummer dari kelas mereka.
“Kenapa bisik-bisik?” tanya Gilang kesal.
“Menurut gue, coba lo tanya sama Matari aja, dia mau lagu apa. Nanti buat materinya, kita sama-sama cari. Kalau Matari suka, dia akan enjoy
Matari menatap lapangan sekolahnya yang telah disulap menjadi panggung pensi sekaligus perpisahan kelas 3. Saat itu begitu ramai. Runtutan acara berulang-ulang ditayangkan di layar proyektor yang dipasang di tengah panggung, dan beberapa titik yang cukup terjangkau untuk dapat dibaca oleh pengunjung. Acara belum mulai sepenuhnya. Sambutan pembukaan dari wakil wali kelas 3 telah berlalu satu jam yang lalu. Band Element masih bersiap di ruang VIP dadakan, yang terletak di dekat ruang Kepala Sekolah. Rencananya, Element hanya menyanyikan 3 buah lagu hitsnya. Sesuai yang sudah direncanakan panitia.Kali ini panitia dibantu EO besar, karena jika hanya mengandalkan panitia dari lingkungan sekolah tentu SDMnya tidak memadai. Apalagi memanggil band besar seperti Element. Keamanan harus diperhatikan. Mengingat acara dibuka untuk umum meskipun dikenakan HTM (Harga Tiket Masuk) yang murah dan terjangkau di kalangan pelajar SMP.“Nyokap lo dateng kan?” tanya Matari pad
Matari mengerjakan ujian demi ujian kenaikan kelas dengan baik, kecuali ujian IPS Akuntansi dan Matematika. Namun atas bantuan dari Mia, yang duduk di sebelahnya sesuai abjad, dia bisa mengerjakannya dengan baik. Sebagai gantinya, Matari memberikan jawaban Bahasa Inggris agar Mia dapat mengerjakannya dengan baik pula. Mia adalah rangking pertama di kelas. Disusul oleh Haidar, kemudian Matari. Mia dan Haidar sama-sama pintar namun Mia orangnya lebih serius. Selisih poin rangking mereka hanya 1 poin semester lalu. Poin matari berselang agak jauh sekitar 5 poin, namun tetap membuatnya ada di peringkat ketiga di antara teman-temannya.Saat ujian berakhir di hari Sabtu, secara mengagetkan, Bu Anita memanggilnya dan teman-temannya yang tergabung dalam satu band perwakilan kelas mereka kemarin.“Maaf, Ibu sibuk sekali sampai tidak tahu kalian membentuk band kelas yang penampilannya bagus untuk penutupan acara. Lagu-lagu kalian yang tidak terlalu keras dan mudah dipahami
Selama 13 tahun hidupnya, Matari bisa menghitung berapa kali dia pergi berlibur bersama keluarganya. Dulu, saat Ibunya masih ada, liburan akan diisi Matari dan Bulan secara bergantian di antar pergi ke Jakarta ke tempat Eyang atau ke tempat keluarga Ibu yang jauh di daerah Semarang. Namun itu pun hanya sesekali, karena berpergian ke Semarang membutuhkan biaya yang cukup lumayan. Paling sering dia akan menghabiskan waktu liburan di rumah Eyang saja. Sedangkan Kak Bulan akan berjalan-jalan sendiri tanpa dirinya keliling Jakarta bersama teman-teman barunya entah darimana. Bulan bisa dengan mudah mendapatkan teman di perpustakaan nasional, museum atau tempat-tempat seru lainnya. Berbeda dengan Matari, dia hanya akan bermain bersama Sandra jika sepupunya itu ikut datang juga. Sekarang, meskipun semuanya sudah berubah, Matari tetap sama. Akan menghabiskan waktu di kamar, menyewa buku novel dan komik sebanyak mungkin. Menghabiskan waktu liburannya hanya dengan membaca.
Mobil van besar yang disewa Tante Indira dan suaminya, Om Baskara, sekaligus membawa sopir pribadinya kali ini. Kata Iko, biasanya, Om Baskara yang menyetir jika hanya sekitar Anyer, Bandung atau Bogor. Namun, karena ingin benar-benar bersantai, Om Baskara pun akhirnya mengajak Pak Raden, sopir pribadi mereka, ikut serta. Tak lupa Kang Udin, salah satu ART laki-laki di rumah Om Baskara ikut menemani. Kang Udin dibawa karena mereka berencana untuk mengadakan pesta BBQ di malam terakhir diresortterbesar di kawasan Anyer tersebut.Matari sejujurnya malas satu kamar dengan Raline. Dia masih kurang cocok dengan gadis cantik itu karena berhasil menjadi pacar Iko. Walaupun sekarang Matari sudah tidak menyukai Iko seperti dulu, namun tetap ada yang mengganjal di hatinya.Raline sendiri tampak tak terlalu perduli dengan kehadiran Matari. Meskipun satu kamar, Raline lebih sering menelepon denganhandphone-nya. Raline yang dulu pertama kali dike
Matari membuka matanya lagi. Saat dilihatnya jam tangannya, sudah pukul 7 pagi. Dia ketiduran lagi. Samar-samar terdengar suara Iko dan Raline dari arah area dapur. Matari mendongakkan kepalanya. Tampak olehnya Iko dan Raline tengah memasak mie instan bersama sambil bersenda gurau. Matari menarik napas lega. Entah pikiran jelek apa yang merasukinya tadi pagi-pagi buta, namun dia senang melihat Iko dan Raline berada di sana.“Good morning, putri tidur. Enak bobo di sofa?” sapa Iko saat melihat Matari terbangun dan memperhatikan dirinya.“Hehehe. Maaf ketiduran…,” kata Matari sambil mengucek-ucek matanya.“Sorryya, semalam mau bangunin elo tu nggak enak, ya udah gue biarin aja di situ. Udah nyenyak banget kayanya,” sahut Iko sambil mengambil mangkok yang memang disediakan oleh fasilitas hotel. “Mau mie nggak? Sarapan baru dianter ke kamar sekitar jam 9 nan. Soalnya s
Malamnya, yang berarti malam kedua bagi Matari, setelah makan malam di restoran seafooddekat hotel, Matari kembali ke kamarnya bersama Dian. Matari cukup merasa beruntung ada Dian di sampingnya. Meski dia tak banyak mengobrol, setidaknya Matari merasa senasib dengan gadis kecil itu. Menumpang liburan dengan keluarga lain. Hal yang baru disadarinya, ternyata menumpang liburan, meski dengan hotel sebagus apapun, tidak terlalu membuatnya nyaman.Padahal, Tante Indira dan Om Baskara tidak terlalu ikut campur dengan urusan anak-anak yang ikut dengan mereka. Mereka benar-benar menikmati liburan dengan caranya sendiri. Anak-anak yang sudah dianggap lebih besar dan bisa bertanggungjawab, sama sekali tidak terlalu diatur ini-itu. Hal itu tentu berbeda dengan cara Eyang Putri atau Ayah Matari di rumah. Jika mereka ada di sini, pasti akan ada aturan-aturan tidak tertulis yang harus ditepati.Banyak hal yang dilakukan Matari bersa
Matari membuka matanya dan langsung merasa bersyukur. Dia benar-benar berada di dalam kamarnya sendiri sekarang. Liburan 4 hari 3 malam di Anyer terasa bagaikan mimpi. Dia masih agak linglung dan lelah setelah perjalanan jauh yang beberapa kali tersendat macet karena ada kecelakaan besar di tengah perjalanan pulang mereka kembali ke rumah. Sesampainya di rumah pun, Matari tak banyak bicara dan langsung tertidur di kamarnya hingga menjelang maghrib.“Neng, saya masuk ya?” suara Mbok Kalis mengagetkan lamunannya.Pintu kamarnya yang baru disadarinya tidak tertutup sepenuhnya, memperlihatkan siluet Mbok Kalis membawa nampan.“Iya, Mbok. Masuk aja. Aku udah bangun, kok!” sahut Matari.“Ini ada teh dicampur madu sama lemon. Kata Eyang Putri buat Neng. Soalnya tadi pas turun mobilnya Bu Indira mukanya pucet banget dan pandangan matanya kosong. Takutnya Eyang, ada yang nempel. Hehehe…,” sahut Mbok Kalis sambil tertawa k
“SUMPAH! GUE KESEL BANGET SAMA YANG NAMANYA IKO DAN EYANG POER!” seru Lisa saat Matari selesai menceritakan kejadian selama liburan di Anyer.“Gue nggak terlalu kebawa perasaan kan? Wajar nggak sih gue marah atau sekedar kecewa?” tanya Matari kemudian. “Soal Eyang gue, itu udah biasa sih. Kalo Iko….”“Wajar banget! Iko itu aneh ya, kalo nggak ada Raline kadang tuh sikapnya agak-agak perhatian sama lo. Kalau ada, kaya buta banget orang-orang di sekitarnya. Udah gitu sok-sok ngajarin soalfree sex, tapi dia sendiri ngelanggar! Aneh banget!”“Sebenernya, gue agak nggak yakin sih sama yang terakhir beneran ngelakuin apa nggak.”“Mau adu naif sama gue, Ri? Ri, gue nih hidup di dunia di mana semua itu lumrah terjadi. Bahkan beberapa temen di agensi gue, udah sering ngelakuin itu sama entah pacarnya, entah sutradara, entah fotografer. Itulah kenapa gue dimanagerin langsung sam