Suasana menjadi begitu hening setelah perkataan dari Rina. Aku menghembuskan napas beratku, mataku masih memandang ujung sepatu yang kukenakan.
"Bersihkan wajahmu sebelum menemui Naka! Dengar, jangan pernah membahas ini bersamanya, kamu mengerti?" Aku mengangguk samar.Rina dan Alma telah pergi di hadapanku. Badanku merosot ke lantai, suara tangisan yang kutahan sejak tadi keluar. Aku memukuli dadaku, rasanya aku sangat bodoh. Terjebak ke dalam hubungan percintaan yang begitu rumit, sulit untuk dideskripsikan.Menghirup udara saja begitu sulit rasanya, dadaku dipenuhi dengan rasa sesak. Rasa bersalah dan membenci diri sendiri begitu mendominasi. Sulit untuk dikendalikan, bahkan aku tak bisa mengendalikan perasaan ini.Aku melirik ponselku yang bergetar, nama Naka terpampang di sana. Aku menghapus sisa-sisa air mata di wajahku segera, menetralkan suara sebaik mungkin dan segera beranjak menghampiri pemuda itu.Begitu tiba di sana, aku hanya menunduk dan berpuAku memandangi Naka dari samping, pemuda itu sedang fokus menyetir mobil. Kami sedang dalam perjalanan menuju kampus.Dilihat dari samping sekalipun, wajah Naka tetap saja tampan, hatiku kembali berdebar. Pandanganku turun menuju tangan kami yang saling bertautan, sekarang aku yakin, perasaanku telah sempurna. Tak ada keraguan lagi di dalam hatiku, aku begitu mencinta pemuda di sampingku.Aku menatapnya dengan pandangan bahagia, entah bagaimana kehidupanku setelah ini, untuk sekarang aku ingin selalu bersama Naka, menghabiskan sisa waktuku bersamanya. Saling berpelukan, berciuman, dan melakukan kegiatan yang lebih intim.Karena ... aku sudah mencintanya terlalu dalam."Ada apa, Alice?" ucapan Naka membuatku tersadar bahwa sedari tadi aku memandanginya terus menerus.Aku tersenyum hangat, "Tidak ada ....""Ada apa dengan senyumanmu, hei?" aku menggeleng dengan diam, memilih untuk tidak menjawabnya.Naka terkekeh, mobilnya ia tepikan, pemuda itu menarik tengkukku
Naka mengalihkan pandangannya, ia meantapku dengan pandangan hangatnya. Tangannya yang berada di pundakku ia lepaskan. Aku menatap itu dengan perasaan yang sesak.Kemudian Naka berkata dengan sedikit kekehan, "Tidak, kami hanya berteman. Iya, 'kan, Alice?"Aku menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca, walau aku dari awal sadar jika kalimat itulah yang akan ia katakan, namun tetap saja mendengarnya langsung dari mulut Naka membuat hatiku nyeri.Aku mengangguk patah-patah, terkekeh pelan menutupi perasaanku yang patah berkeping-keping. "Iya, kami hanya berteman, Rio ...." Ujarku membenarkan.Naka terkekeh, ia memegang tanganku melanjutkan perjalanan menuju kelas. Naka berkata pelan, "Kenapa semua orang menganggap kalau kita berkencan? Bukankah itu terlalu berlebihan, Alice?"Aku lagi-lagi hanya mengangguk, wajahku kubuat seceria mungkin agar Naka tak menyadari hatiku yang sakit mendengar perkataannya."Kamu benar, ini terlalu berlebihan ...."Naka menangguk semang
Pancaran kemarahan dapat kutangkat dari mata Naka, aku membenahi posisiku dan berdiri dengan tegap.Naka mengeratkan tangannya pada tubuhku. Ia melingkari pinggangku dengan tangannya, terkesan sedikit posesif. Aku menunduk menatap ujung sepatuku, tak berani mendongakkan wajahku walau sejenak."Ada apa ini?" Diva datang dan berbicara memecahkan raut ketegangan.Naka masih diam, ia menatap Rio tajam. Sedang Rio terkekeh pelan, ia berucap santai, "Tidak, tadi Alice hampir menabrakku dan aku hanya membantunya. Itu saja,"Diva beralih menatap Naka meminta kebenaran. Naka tak mengalihkan pandangannya, ia masih menatap Rio dengan raut tak suka, terlihat sangat kentara sekali."Jangan menyentuh Alice!"Rio menatap Naka tidak mengerti, "Apa maksudmu? Bro, aku hanya membantunya yang hampir terjatuh, apa itu salah?""Tentu saja salah, kamu menyentuh Alice dan itu kesalahanmu!" Naka menjawab dengan marah."Maaf, tapi aku merasa tidak melakukan kesalahan. Bro,
Aku sedang duduk sembari menikmati susu panas. Mataku memandang televisi yang sedang menampilkan film romantis.Bibirku tersenyum televisi menampilkan adegan romantis, aku jadi membayangkan setiap interaksiku bersama Naka. Bibirku tersungging senyuman hangat begitu kepalaku membayangkan interaksi tersebut.Aku terpekik kaget begitu tangan lembut menutupi mataku. Tanganku mulai meraba-raba ujung tangannya dengan senyuman yang merekah. Aku berkata semangat, "Naka, ada apa?"Naka berbisik pelan, "Mau ikut bersamaku, hm?"Wajahnya mulai digesek-gesekkan disepanjang batang leherku. Aku menyusuri pahanya dan berkata, "Kamu mau kemana?"Naka menarik tangannya, ia duduk di sampingku dan berkata, "Makan malam keluarga, ayo ikut, sayang ...."Aku menatapnya, ragu-ragu aku berkata, "T-tapi ...."Naka menggelengkan kepalanya, ia memeluk badanku, "Ayolah, aku ingin kamu bisa dekat dengan keluargaku. Kamu mau, ya, hm?"Aku membelai puncak kepalanya le
Aku menatap wajahku dipantulan cermin, ujung tanganku segera membenahi wajahku yang berantakkan. Badanku masih bergetar, aku kembali menitikkan air mata, hubunganku dengan Naka tidak semudah yang aku pikirkan.Pemuda yang kusukai, tetapi keluarganya menentang keras hubungan ini. Aku memang bukan gadis baik, tetapi yang mengawali hubunganku dengan Dean pun bukan atas keinginanku. Semuanya berawal dari Dean, pria itu yang memaksaku ... tetapi kehidupanku yang menjadi imbasnya.Bagaimana aku menghadapi Naka jika ia tahu yang sebenarnya ... maksudku, jika ia tahu kalau aku pernah memiliki hubungan dengan Dean lebih dari seorang dosen dan anak didiknya. Apa Naka akan menolakku juga seperti mama dan kakaknya?Aku memejamkan mataku, rasanya sedikit menyesal pada pertemuan pertamaku dengan pria itu. Andai saat itu koperku tidak tertukar, hidupku pasti akan baik-baik saja.Semuanya berawal dari satu tahun yang lalu ....Kepergianku dari kota kelahiran mengawali
Kenzo masih berada di samping Naka, aku dan Naka sudah berada di hadapan Rina dan Faiz—Papa Naka. Aku menundukkan pandanganku, ujung tanganku meremas gaun yang kukenakan, perasaanku tidak enak. Instingku mengatakan jika akan teejadi hal yang buruk, dan aku ketakutan.Mataku bertatapan dengan Alma, tatapan sedikit tajam membuat pikiranku bercabang kemana-mana. Aku takut jika apa yang tengah aku pikirkan menjadi kenyataan."Mama, papa aku dan Alice akan pulang." Aku menampilkan senyuman sebaik mungkin, seolah kejadian beberapa waktu yang lalu tidak terjadi.Naka memegang ujung tanagnku lembut lalu menghampiri Alma dan Dean, Naka berucap dengan suara pelan, "Selamat hari jadi pernikahan untuk kalian, aku dan Alice turut bahagia."Aku mengangguk tersenyum, "Selamat hari jadi pernikahan, pak Dean dan bu Alma. Semoga pernikahana kalian bahagia."Dean menatapku lembut, pria itu tersenyum hangat memandangku lalu berkata, "Terima kasih sudah hadir, Alice. Dan untuk doanya ...
Begitu aku turun, mobil Naka kembali melesat dengan laju yang kencang. Aku berteriak memanggil namanya, namun ia tidak menghentikan mobilnya.Aku menatap ujung sepatuku, Naka pasti marah padaku, ini salahku. Sekarang ... sebaiknya apa yang harus kulakukan?Aku berjalan masuk menuju Apartemen Naka sembari mengiriminya pesan singkat yang menyatakan permintaan maaf dariku.Naka benar, tidak seharusnya aku mengatakan bahwa Naka hanya teman biasa bagiku. Tidak, Naka lebih dari itu, aku juga mencintainya. Tetapi ... belum pernah sekalipun aku mengungkapkan perasaanku padanya. Aku menyesali itu, seharusnya aku pun mengatakan isi hatiku padanya.Naka ... sekarang kamu ada dimana? Malam semakin larut, tetapi kamu belum juga kembali. Maaf, ini salahku. Baiklah, kita akan tetap bersama, kita akan melewati ini bersama-sama, tetapi tolong ... pulanglah. Aku begitu khawatir ....Naka ... aku juga merasakan sakitnya ketika kamu mengatakan jika aku menganggap omonganmu hanya lelucon,
Aku memandang setumpuk jurnal di hadapanku dengan hembusan napas berat, kepalaku rasanya pusing, pandanganku mulai berkunang-kunang. Aku menghela napas, "Kapan tugas ini akan selesai," ucapku pelan pada diriku.Sedang di sampingku, Diva tertidur dengan santainya seolah setumpuk jurnal yang ada di hadapannya tidaklah penting. Aku sudah menegurnya berulang kali, namun ia selalu menjawab dengan polosnya, "Alice ... aku sedang mengantuk, percuma saja jika aku mengerjakannya aku juga tidak akan paham, jadi biarkan aku tidur, mengerti?"Dan aku hanya bisa mengangguk membiarkan matanya terpejam.Aku menatap sekeliling, semua mahasiswa sedang terfokus pada tugas menyelesaikan kasus yang dosen berikan. Bisa dikatakan kasusnya tidaklah sulit, bisa dijawab dengan mudah, tetapi ... dosen meminta penyelesaian harus mengutip beberapa jurnal. Dan itu yang sulit, mencari jurnal yang sesuai dengan isi kasus, memahami setiap isinya sungguh membutuhkan waktu yang cukup lama.Dan ...