Azfer PoV
Aku langsung pulang ke apartemenku setelah mengantarkan liana, entah kenapa selera humornya membuatku sedikit lebih banyak tersenyum dan tertawa, ternyata dia tidak seperti yg ku pikirkan saat kami bertemu pada awalnya aku mengira dia akan sangat sopan, pendiam dan bayangkan es bertemu es jadinya pasti gunung es, tapi ya aku menyadari aku salah besar, mungkin waktu itu kami belum terlalu nengenal satu dengan yang lain, budaya orang timur sangat sopan. semoga dia tidak mundur seperti banyak advokat yg telah menangani kasus ini sebelum sebelumnya.
Ku hempaskan tubuhku pada primadani empuk, aku benar benar masih memikirkan Xavi, kami bersahabat lama tentu saja, tapi ternyata bersahabat lama itu tidak menjamin bisa mengenal seseorang luar dalam, kenyataan yg baru baru saja terungkap membuat hatiku sedikit tercubit, aku tidak mengenal orang ter
Author PoV "Boleh aku masuk?" Kepala Xavi menyembul dibalik pintu kerja Cansu, sedangkan yang ditanya tidak mau repot-repot menoleh pada orang yang barusan saja datang. "Masuk saja" ucap Canzu tenang, pandanganya tidak beralih dari dokumen yg bertumpuk di mejanya, tanganya masih sangat sibuk mencoret-coret beberapa lembar, sebelum akhirnya dia berhenti dan memandangi orang yang barusan saja datang secara tidak sopan itu. "ada waktu sekarang?" Dengan muka agak badmood Xavi mengehempaskan pantatnya di kursi, dia menghembuskan nafas penat. ”ada yg penting?" Canzu memandangi Xavi dengan seksama di mejanya. "Mengenai?" Dahinya agak berkerut, Xavi langsung memandang Canzu tajam.
Author POV Akhirnya Azfer harus kembali lagi kesini, ya ke tempat orang tua Hatice, tidak ada jalan lain, tidak mungkin ia menginterogasi Xavi langsung tampa bukti yang cukup kuat. "Selamat pagi, bisa saya bertemu pak Ahmet, bilang saja saya detektif Azfer" katanya ketika seseorang muncul dibalik lubang gerbang. Orang itu menganguk dan menbukakan pintu. "Mari saya antar anda tuan komisioner" lalu pembantu itu membawa Azfer ke ruang tamu. "Tunggulah sebentar saya pangilkan tuan dulu" katanya menghilang dibalik tembok penyekat ruangan. Setelah beberapa menit seorang tua berjalan cepat ke arah Azfer, dia adalah ayah Hatice yang Azfer temui, beberapa hari yang lalu sebelum pergi ke Paris. "Hai tuan komisioner, apa kabar?" Dia mengulurkan tangan pada Azfer. Azfer meyambut hangat uluran tangan Ahmet. "Kabar baik pak, bagaimana keadaan bapak?" "Baik baik, ada perlu apa? apakah ada perkembangan kasus Hat
Author POV Cansu telah selesai dengan semua ritual harianya. Kegiatanya hari ini memang tidak banyak, selain kekantor dan mengurus anak buahnya untuk perkembangan penyelidikan Azfer. Dreeettt dreeettt Ponsel di meja nakas nya bergetar. Dia menuju kesana dan melihatnya, salah satu orang yang dia punya, yang bertugas dikepolisin memberikan kabar. //Halo nona Canzu// "Ya halo, ada perkembangan?" //Detektif Azfer menemukan bukti baru, anda harus berhati hati// "Apa?" Desisnya tajam, matanya menjam dan pikiranya sekarang sedang mencari strategi baru. //Burak Demir, seorang saksi lain perdagangan ilegal anda// mata Cansu seolah ingin melompat dari persediaanya. "Ok, terima aksih dan informasinya" jawab Canzu kalut. //Kalau ada perkambangan segera saya informasikan// jawab diseberang lalu telephonenya ditutup. Pikiran Canzu tergangu sekarang, semuanya jadi rumit saat kasus ini dipegang
Author POV Pagi ini istanbul cerah, pohon-pohon meniupkan semilir angin sepoi sepoi nan dingin, wanita cantik berwajah indo itu terlihat berjalan cepat ke arah bangunan tua beraksen kuning pastel, banyak orang berlalu lalang disitu mengingat sekarang jam kerja. Petugas-petugas penjaga sudah siap dengan semua detail seragam mereka, terlihat hakim Serge juga memasuki gedung yang sama. "Günaydın sir" sapa Liana cepat ke arah hakim. Yang disapa berhenti dan tersenyum lebar "Günaydın An, ada perlu mendesak, pagi sekali kamu datang?" Ana tersenyum pada hakim separuh baya itu. "Saya sedang ada perlu dengan detektif
Liana POV Pagi yang cerah sekali pagi ini. Aku jadi bersemangat untuk ke pengadilan Istanbul. katanya Azfer ingin bercerita tentang perkembangan kasus Emir. Jadi kemarin setelah Azfer membentakku. Aku memang baper dengan satu orang itu. Hari ku habiskan ke perpustakaan karena memang tidak ada yang ku tunggu disana. Akhirnya Azfer meneleponku dulu. Dia tanpa berdosa memintaku untuk membahas kasus Emir kembali, sedikit telepon dari dia sudah membuat hatiku langsung melupakan semua salahnya. ajaib kan? Aku juga merasa sangat bingung dengan hatiku, tapi percuma sakit hati pada laki-laki. karena mereka spesies yang tidak akan merasa bersalah ketika memang mereka tidak niat. Jadi salah paham bukan termasuk note untuk mereka. Akhirnya aku menyetujui hadir ke kantor Azfer, kenapa jadi aku sangat bersemangat? Akh tidak tau yang aku tau ini baik untuk kedepan.
Author pov Liana sudah sampai di depan halaman kantor polisi Istanbul ini. dia sudah janji kemarin dengan Azfer. tapi dia berniat sekalian ketemu dengan hakim Serge. Dilobi ia melihat Azfer sedang berjalan akan keluar atau entahlah, Liana langsung mengejar Azfer "Komisioner Azfer,,, tunggu!!" Teriak Liana. Kemudian dia berlari menghampiri Azfer cepat. Yang dipanggil berhenti dan menoleh, ia tersenyum, jenis senyuman yang sering Ana dapatkan dari komisioner tampan itu. Senyuman itu pula yang membuat Ana sampai mimpi, mimpi yang membuat Ana jadi malu sendiri ketika mengingatnya. "Günaydın" saap Azfer ketika ana sampai didepanya. "
Author POV Dalam sebuah distrik Sultanbeyli di kawasan sedikit menjorok ke dalam. Ada sebuah bangunan tua yang ditinggalkan dan rasanya juga sudah rusak. "Ikat dia" perintah yang ada luka dimukanya. Tinggggg "Ya halo bos" "Target sudah disini, bagaimana misi selanjutnya" mereka lalu berbicara serius. "Oh ok, ok,ok siap laksanakan" Telephone langsung ditutup. "Keluarkan bomnya" perintahnya pada yang botak. Spontan Ana mendelik mendengarkan bom. Mukanya sudah pucat pasi tidak karuan. Bagaimanapun dia tidak membayangkan sama sekali akan berdekatan denga
Author POV Satu minggu kemudian Azfer merangkul Ana dalam dekapanya sekarang. Inilah rasa syukur dan bahagia menjadi satu memenuhi ruang hatinya. Setelah sekian hari dirumah sakit ini hari ketujuh dimana Liana dinyatakan terbebas dari masa kritis. Liana mengerang sedikit, rasa sakit pada tubuhnya memaksa ia untuk sedikit protes ke Azfer. "Pak..." "Oh, maaf maaf, saya terlalu ekspresif" katanya mengurai pelukanya pada Ana. "Bagaimana rasanya?" Ia memandang gadis didepanya dengan tatapan lembut. "Sedikit sakit" "Sudah berapa lama saya tidur?" Tanya Liana lemah. "Suda