Danang terlihat was-was di atas motor maticnya yang berhenti di dekat hik tak jauh dari kediaman Ayu. Dia memang tidak mengabari Ayu lebih awal kalau akan datang menemuinya. Danang berpikir kalau Ayu pasti ada di rumah, dan berniat mengabari begitu tiba di lokasi.
“Kamu kemana to Yu, kok dari tadi telepon nggak diangkat, wa nggak dibalas,” gumam Danang was-was.
Kembali ia mencoba untuk menelepon Ayu, baik menggunakan layanan whatsapp ataupun sambungan langsung tanpa internet.
“Ya ampun nggak diangkat juga,” gumamnya semakin was was.
Danang berpikir jika Ayu mungkin dikurung oleh kedua Ibu dan Budhenya. Kedua wanita itu paling getol untuk menentang hubungannya dengan Ayu.
“Ya udah aku tunggu di hik sebentar, kalau setengah jam nggak ada kabar aku balik aja ke rumah. Mungkin benar kalau Ayu masih repot atau dilarang keluar oleh keluarganya,” guma
Perasaan tidak nyaman menyelimuti ayu pasca melihat Danang dan mendapati pesan dan panggilan tak terjawab dari kekasihnya. Ia terlihat gelisah, posisi duduknya tampak tidak nyaman. Sesekali ia tegak, kemudian menoleh kanan dan kiri.“Aduh, Mas Danang kira-kira bakal lewat depan rumah apa nggak ya?” tanya Ayu dalam hati.“Kamu kenapa sih, mual lagi? Makanya Yu kalau mau makan pelan-pelan aja. Nggak usah susah-susah buat Mas nggak suka sama kamu. Apapun kamu Mas akan tetap suka kok,” kata Wira kembali meledek.“Apaan sih!” balas Ayu ketus.Wira tak peduli, ia terus mengemudikan mobilnya dan berhenti di depan pagar rumah Ayu.“Kita udah sampai nih.”Ayu hanya diam tak mengubris perkataan Wira. Ia justru menoleh ke belakang dan melihat motor Danang yang semakin mendekat.“Mmmm kamu masih p
Hawa dingin dan sunyi di kawasan ringroad, jalan raya Solo- Sragen tak dipedulikan oleh Danang. Ia terus saja mengemudikan motornya meskipun hanya mengenakan jaket tipis membungkus tubuhnya. Mungkin rasa panas dalam hatinya telah memberikan kehangatan pada tubuhnya.“Assalamualaikum,” ucap Danang begitu memasuki sebuah rumah dengan pekarangan yang luas.Seorang anak kecil bersama perempuan yang usianya sedikit lebih tua dari Danang menyambutnya. Anak kecil itu langsung melompat pada pelukan Danang dan seperti biasa meminta untuk digendong. Sementara perempuan yang lebih tua itu tampak menengok ke belakang mencari-cari seseorang.Perempuan itu Mbak Diah kakak kandung Danang yang tinggal bersama kedua orang tuanya lantaran sang suaminya ditempatkan di wilayah timur Indonesia. Mendapatkan tugas di berbagai wilayah termasuk di pelosok bukan menjadi hal yang asing bagi seorang abdi negara di bidang pertahanan sepe
Wira melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya kemudian mengangguk pada wanita paruh baya yang ada di hadapannya.“Waduh budhe nggak usah repot-repot, sekarang sudah malam saya pamit saja,” pamit Wira mencoba untuk memberikan kesan baik pada Budhe Ning.“Loh kenapa buru-buru, seperti bersama orang lain saja?” tanya Budhe Ning yang memang sangat mendukung hubungan Ayu bersama Wira.Wira hanya tersenyum mendengarnya kemudian mengangguk dengan sopan.“Maaf Budhe bukannya saya menolak, tapi saya hanya berusaha menjaga hubungan baik keluarga ini dengan para tetangga. Saya hanya menghindar dari tuduhan yang tidak-tidak terhadap keluarga ini karena bertamu malam-malam tanpa ada ikatan apa-apa,” jelas Wira.Tentu saja hal ini semakin membuat Budhe Ning memberikan nilai sempurna untuk calon suami Ayu yang dipilihnya.
Wira memaju mobil mewahnya menuju club di pinggir kota Surakarta. Tengah malam waktu yang tepat untuknya bersenang-senang bersama kawan-kawannya. Para pebisnis muda yang menyukai kehidupan metropolitan.“Halo Bos Wira, gank nya udah nungguin tuh!” sapa seorang resepsionis perempuan yang berpakaian rapi.Meskipun ini club malam, tetapi semua pekerjanya berpakaian rapi seperti pekerja kantoran. Bedanya mereka memakai rok yang terbilang mini, mempertontonkan setengah dari bagian paha yang tertutup stocking hitam. Untuk atasannya mereka mengenakan kemeja pas badan dengan dua kancing atas terbuka, sedangkan untuk yang laki-laki kemeja lengan pendek dengan celana panjang.“Ok, makasi ya Git,” sapa Wira pada resepsionis perempuan yang bernama Gita.Dia bersama kawan-kawannya memang seringkali datang ke club Ellite ini. Mereka bisa bertemu dengan wanita-wanita cantik yang mendambakan
Bruk!Sedan mewah kepunyaan Wira menabrak pot koleksi milik Ibu Lastri.“Huft untung aja nggak sampai masuk ke dalam rumah ni mobil!” ucap Wira lega kemudian menutup pintu mobilnya dengan kasar dan membiarkan tanah dalam pot itu berserakan. Pikirnya ada asisten rumah tangga yang besok akan membereskan semua.Entah berapa banyak minuman beralkohol yang dikonsumsinya saat di club bersama teman-temannya. Yang jelas saat tiba di rumah kepalanya mulai terasa berat dan tubuhnya serasa lebih ringan. Untung saja efeknya baru terasa ketika tiba di rumah, jika tidak ia pasti tak akan selamat sampai di rumah.Baru saja Wira melangkah melewati ruang tengah hendak ke lantai dua menuju kamar tidurnya, ia dikejutkan oleh deheman yang sangat familiar di telinga.“Hmm Bapak, Ibu ternyata belum tidur juga,” sapanya sambil terkekeh.“Sampai kapan k
“Hmm kayaknya apa yang aku lakukan kali ini sangat tepat,” batin Dinda saat melihat Danang yang terlihat kelelahan dari kejauhan.Kali ini Dinda memang sengaja membawa kotak makan berukuran besar yang berisi aneka jajan pasar dan roti untuk dinikmati bersama rekan satu divisi. Ia memang sengaja melakukan ini untuk menarik simpati rekan kerja terutama Danang.“Pak Danang kenapa ya? Kok keliatannya lagi suntuk banget. Apa ada masalah ya? Atau mungkin sama pacarnya lagi yang keluarganya kampungan itu?” pikir Dinda kemudian melangkah mendekati Danang.“Pak … Pak Danang tunggu!” serunya.Dinda melangkahkan kaki dengan lebar, setengah berlari. Ia tak peduli akan rasa nyeri pada tepi jari kakinya lantaran sepatu tumit tinggi yang ia kenakan, ditambah lagi kantong plastik berisi aneka jajanan membuatnya kewalahan.Danang yang mendengar teriakan
“Pak, awas Pak!” pekik Dinda membuat Danang langsung saja menginjak rem mobilnya.Hampir saja mobil itu menabrak pengemudi ojol yang ada di depannya. Untung Dinda sadar dan langsung memberinya peringatan hingga kecelakaan itu tak terjadi. Pengemudi ojol yang tadi hampir saja ditabrak oleh Danang pun sudah beranjak jauh dari mobil yang ia kemudikan hingga mereka berdua tak perlu turun untuk meminta maaf.Danang memijit pelipis, kemudian menghembuskan napas panjang. Sementara Dinda mengambil botol air mineral yang tadi sempat ia beli di kantin kantor lalu menyerahkan pada Danang.“Minum dulu Pak,” katanya menyodorkan botol air yang baru saja ia buka segelnya.Danang belum merespons, ia masih terkejut dengan kejadian yang baru saja dialami olehnya.“Tenang aja ak, saya baru buka segelnya sekarang kok, jadi ini belum saya minum,” Dinda mencoba untu
Dinda tampak menggosok-gosok telapak tangannya saat ia menunggu Wiranata di lobi hotel. Sementara Danang tampak melihat ke sekeliling interior hotel yang bergaya minimalis.Meskipun sudah beberapa kali bertemu dengan Wira, tapi ini baru pertama kalinya ia menginjakkan kaki pada properti pengusaha muda itu. Biasanya Wiranata yang datang ke kantor tempat Danang bekerja.Perasaan kagum tak dapat disembunyikan oleh lelaki ini, meskipun ia tahu kekayaan yang dimiliki oleh Wira juga bukan sepenuhnya berasal dari pemuda itu. Wira memang beruntung lahir dari keluarga kaya, tidak seperti masa kecilnya yang harus rela berbagi satu buah telur untuk dimakan Danang bersama kakak dan adiknya.Keluarga Danang memang bukan tergolong keluarga berada, tapi bukan pula tergolong orang yang kekurangan. Almarhun ayahnya bekerja sebagai buruh pabrik dan untuk menambah pemasukan, sang Ibu suka menerima pekerjaan borongan yang bisa dibawa ke rum