Danang harus menelan pil pahit ketika niat baiknya meminang Ayu kekasihnya mendapat penolakan dari orang tua Ayu. "Kami sangat berterima kasih atas niat baik Nak Danang untuk meminang putri kami Ayu. Namun mohon maaf lamaran tidak bisa kami terima," putus Pak Suryo, ayah kandung Ayu. "Ta ... Tapi kenapa?" tanya Danang tak percaya. "Sudah Pak, langsung bilang saja apa alasannya. Gini ya Danang, kami sudah berembug kalian tidak berjodoh. Jumlah neptu dan weton kalian adalah 25, ini akan menjadi petaka bagi kehidupan rumah tangga kalian!" putus Bu Ratmi, ibu Ayu sambil mengangkat dagu dan membuang muka. Penolakan ini dianggap konyol oleh kedua sejoli itu. Mereka pun berusaha keras untuk mendapatkan restu, tapi keluarga Ayu tetap bergeming. Kedua orang tua Ayu sudah membuktikan kalau angka 25 tidak akan membuat langgeng, karena pengalaman pribadi mereka yang akhirnya bercerai. Selain itu Ayu juga akan dijodohkan dengan Wira, putra teman Budhenya yang memiliki hitungan weton yang sempurna, yang akan membuat mereka langgeng berumah tangga dan disegani.
View MoreDanang duduk dengan tegak di ruang tamu kediaman kekasihnya Ayu. Kedua telapak tangannya terasa dingin, dan jantungnya berdegup kencang. Sesekali kakinya bergerak naik turun seperti mengoperasikan mesin jahit.
Ayu yang duduk di sebelahnya pun melirik kekasihnya, ini kedua kalinya Danang terlihat sangat gugup. Pertama saat kekasihnya maju untuk sidang skripsi beberapa tahun lalu. Kedua adalah hari ini, saat sang kekasih berniat menyampaikan niat baik untuk meminangnya.
Sebelumnya Ayu menyemangati Danang dengan mengusap lengannya lembut. Namun hal itu tak mungkin dilakukan saat ini karena kedua orang tuanya duduk berseberangan dengannya.
Sepasang kekasih ini sudah cukup lama menjalin hubungan, tepatnya saat mereka masih kuliah dulu, tapi hubungan itu sempat kandas lantaran Danang diterima kerja di luar kota. Mereka berdua tidak setuju dengan hubungan jarak jauh, dan sepakat jika bertemu lagi dan masih ada rasa sebaiknya mengulang kembali.
Dua tahun lalu, Danang mendapatkan kesempatan untuk kembali ke kota kelahirannya Surakarta, dan menduduki jabatan sales manager. Secara tak sengaja ia bertemu dengan Ayu di tempat cuci mobil, dan bertukar nomor ponsel.
Semenjak kejadian itu, frekuensi pertemuan mereka pun semakin sering. Hingga mereka memutuskan untuk merajut kisah cinta kembali.
“Hmm jadi kamu benar-benar ingin meminang Ayu, putri saya?” tanya Pak Suryo ayah kandung Ayu memecah keheningan.
Danang mengangguk, “Injih Pak (Iya Pak).”
Pak Suryo mengangguk-angguk, kemudian memilin-milin kumisnya yang tidak seberapa tebal.
Pak Suryo melirik ke arah ibu Ayu, Bu Ratmi yang duduk di sofa panjang yang sama dengannya, mereka hanya dipisahkan oleh sebuah bantal duduk diantara mereka. Pak Suryo dan Bu
Ratmi memang sudah berpisah secara hukum, tapi mereka berdua masih mengurus kepentingan anak bersama. Apalagi tugas menikahkan anak perempuan adalah tanggung jawab sang Bapak.
“Bapak saja,” kata Bu Ratmi.
Pak Suryo menghela napas panjang, kemudian melirik ke arah Ayu dan juga Danang di seberangnya. Pria paruh baya ini berdehem sekali sebelum menyampaikan sesuatu.
Danang semakin gugup begitu Bu Ratmi mempersilakan Bapak kandung Ayu untuk menyampaikan jawaban dari mereka. Selama ini keluarga Ayu memang tak pernah menunjukkan ada kebencian atau rasa tidak suka terhadap Danang, meskipun mereka hampir tidak pernah ikut menemui Danang saat ia datang ke rumah Ayu. Setiap kali Danang berpamitan pun sikap Bu Ratmi biasa saja, tidak menunjukkan rasa risih atau terganggu dengan kehadirannya.
Danang sudah memiliki pekerjaan yang mapan, rumah tinggal tipe 36 dan mobil sudah dimiliki olehnya, jadi secara ekonomi ia sudah siap untuk menjadi seorang suami. Harusnya ia patut berbangga dan percaya diri kalau pinangannya akan diterima oleh keluarga Ayu. Namun pada kenyataannya, rasa was-was terus saja menyelimutinya.
“Kami sangat berterima kasih dan menghargai niat baik Nak Danang untuk meminang putri kami Ayu, tapi maaf kami tidak bisa menerima pinangan Nak Danang,” putus Pak Suryo, ayah kandung Ayu.
Putusan ini seperti hantaman palu godam di dada pemuda berambut lurus ini. Wajahnya seketika terasa panas. Hal ini benar-benar jawaban yang tak ingin didengar oleh mereka berdua.
Ayu yang duduk di sampingnya pun tersentak kaget. Ayahnya baru dua kali bertemu dengan Danang dan sikapnya ramah pada kekasihnya, tapi hari ini saat niat baik untuk meminangnya disampaikan justru menimbulkan penolakan.
“Ma ... maaf Pak, apa benar pinangan saya ditolak?” tanya Danang tak bisa mempercayai apa yang ia dengar barusan.
“Iya Nak Danang, maafkan Bapak ya. Bapak tidak bisa menerima pinangan Nak Danang,” Pak Suryo mengulangi.
“Ta … tapi mengapa Pak. Apakah saya pernah melakukan hal yang tidak semestinya, atau mungkin saya kurang sopan atau bagaimana Pak?” tanya Danang meminta penjelasan.
Bibir Ayu terlihat bergetar, ia seperti tengah menahan emosinya kali ini.
“Bapak, kenapa dengan Mas Danang. Mas Danang bukan laki-laki kurang ajar, selama ini selalu melindungi dan bisa menjaga Ayu. Mas Danang juga sudah mapan kerjaannya, bahkan rumah dan mobil juga sudah disiapkan supaya nanti ketika kita berumah tangga tidak perlu mengontrak lagi,” sangkal Ayu.
“Bukan masalah itu Yu, tapi ada pertimbangan lain yang harus diperhatikan, dan ini sudah menjadi pakem yang tidak bisa diganggu gugat,” kata Pak Suryo mencoba meyakinkan putrinya.
“Sudah Pak, langsung bilang aja alasananya. Gini Danang, kalian berdua tidak jodoh, keluarga besar kami sudah menghitung dari weton kalian yang jumlahnya 25, ini adalah petaka bagi kehidupan rumah tangga kalian!” putus Bu Ratmi, Ibu dari Ayu sambil mengangkat dagunya dan membuang muka.
“Hah, karena weton?” tanya Ayu dan Danang secara bersamaan.
“Lho yo iyo to nduk*. Kowe ki lahire 15 Mei 1995 pas senin wage, lah Danang kuwi lahire yen ora salah 16 Januari 1993, yo to (Benarkan nak. Kamu lahirnya 15 Mei 1995, hari senin wage, kalau tidak salah Danang lahir 16 Januari 1993) ?”
Danang mengangguk, “Njih Bu, leres (Iya Bu, benar).”
“Lha iki iki bahaya yen omah-omah mengko (Ini bisa bahaya saat berumah tangga nanti),” tambah bu Ratmi kemudian berdiri.
Wanita berperawakan sedang itu pun mulai berjalan mondar-mandiri dan memaparkan tentang rahasia di balik tanggal lahir mereka berdua.
“Ibu sudah melihat penanggalan, Ayu ki wetone Senin Wage. Dina senin ki neptune papat, yen pasaran wage ki neptune yo papat, yen dijumlah ki dadi wolu. Lha Danang ki tibane Sabtu Kliwon. Sabtu kuwi neptune sanga, yen kliwon ki wolu, dadine pitulas. Lah pitulas tambahi wolu ki lak selawe to iki sujanan wes ra iso iki. (Ibu sudah melihat penanggalan, weton Ayu adalah Senin Wage. Neptu untuk senin adalah empat, dan wage empat, jika dijumlah hasilnya delapan. Sedangkan Danang Sabtu Kliwon, Sabtu neptunya sembilan dan kliwon delapan, dijumlah tujuh belas. Jadi delapan ditambah tujuh belas hasilnya 25, ini artinya akan ada pertikaian, dan ini tak bisa dibiarkan).”
“Sudah sejak jaman leluhurmu dulu kalau tiap pasangan yang perhitungannya ketemu angka 25 dalam penjumlahan weton, maka akan memiliki nasib pernikahan Bale Kedhawang. Bale itu pendopo yang menjadi tempat keluar masuk orang yang artinya dalam pernikahan akan banyak keluar masuk masalah. Sedangkan kedhawang sendiri artinya kejatuhan,” tambah Ayah Ayu.
“Tapi Yah, itu semua kan cuma mitos,” sanggah Ayu.
Bu Ratmi tersenyum sinis, kemudian memandang ke arah putrinya, “Ojo ngeyel to (Jangan ngeyel). Ibu dan Bapakmu ini sudah membuktikan sendiri. Dulu Bapak dan Ibumu ini dikasih tahu tidak nurut, padahal sudah dihitung berkali-kali kalau weton tidak cocok, sampai akhirnya dipilihkan tanggal satriyo wibowo yang bisa menolak bala dan memberi kerkatan. Namun karena tanggalnya jatuh tidak di hari libur, akhirnya Bapak dan Ibumu melanggar. Akibatnya apa, pernikahan kami tidak langgeng dan berujung perceraian.”
Ayu dan Danang hanya menunduk.
“Iya Ayu, Ayah dan Ibu ini sayang sama kamu, makanya nggak ingin kamu mengalami nasib yang sama seperti kami. Bukankah lebih baik mencegah?” kata Pak Suryo.
Ayu hanya bisa mengerucutkan bibirnya mendengar penuturan kedua orang tuanya ini.
Note :
* Tembugan : Meminang
* Nduk : Panggilan untuk anak perempuan di Jawa
Dengan frustrasi Danang meninggalkan ruang perawatan saat Dinda terlelap sebagai reaksi obat bius yang disuntikkan. Manager marketing itu menyusuri koridor klinik bersalin dengan keresahan yang pekat. Dia sama sekali tak menyangka acara gathering yang diadakan oleh bank tempatnya bekerja menjadi awal masalah.Mendengar ancaman Dinda tadi, dia merasa seolah langit runtuh di atas kepalanya. Entah bagaimana cara mencari bukti-bukti yang dia butuhkan. Untuk saat ini Danang hanya meyakini perasaan dan analisa berpikirnya bahwa dia tak bersalah.Danang hanya ingat merasa ngantuk setelah makan malam bersama Dinda. Bahkan dia tak sanggup untuk menyetir mobil dan membiarkan Dinda mengambil alih kemudi. Setelah itu dia tak ingat apa pun lagi yang diperbuatnya."Aaarrgh ... sial banget siih! Bisa-bisanya perempuan itu mengancam untuk melaporkan ke polisi atas tindakan yang tidak pernah kulakukan! Hiiih!" Danang berteriak dengan rasa sesal dan kesal saat tiba di taman depan klinik sambil bergumam
Danang menghindari Dinda dan menjauh menuju meja makan. Sementara Dinda yang kesal dengan sikap Danang terus mengekori lelaki itu. Dengan kasar Dinda menarik kursi di samping Danang yang duduk dekat meja makan."Mas, ini anakmu. Masa kamu lupa kalau sudah meniduriku malam itu?" Dinda memaksa meraih tangan Danang yang terlipat di atas meja makan.Danang bergeming. Dia diam sambil kembali berusaha mengingat kejadian malam itu. Namun tak satu pun potongan ingatan meniduri Dinda terlintas dalam benaknya. Dengan kesal Danang menggebrak meja makan."Jangn membodohiku, Dind. Malam itu tidak terjadi apa-apa di antara kita!" Danang mengepalkan kedua tangan dengan marah hingga buku jari-jarinya memutih."Lalu bagaiman aku bisa hamil kalau kamu nggak meniduriku, Mas? Ini anakmu! Jangan jadi pengecut kamu!" Amarah Dinda terpancing hingga berteriak memaki DanangDinda sama sekali tak menduga jika ternyata Danang sulit ditekan. Pria yang tampak baik dan santun itu nyatanya keras keapla dan tak mau
Dinda termenung mendengar ucapan Wira. Serasa dihipnotis Dinda bahkan merasa saran Wira adalah sebuah ide yang cemerlang. Lagi pula semua orang sudah tahu foto-foto dirinya bersama Danang yang sengaja ia kirimkan ke grup-grup WA perusahaan."Tapi saat ini kan Danang sedang diskorsing, Mas. Gajinya juga dipotong. Aku nggak mau ya hidup dengan lelaki miskin. Kebutuhanku banyak." Dinda menyampaikan uneg-uneg yang mengganjal di hatinya.Bagaimanapun Dinda tak ingin hidup susah bersama lelaki yang memang disukainya. Ia khawatir selamanya gaji Danang akan dipotong. Sementara jika kehamilannya terus membesar akan butuh biaya yang lebih banyak.Wira tertawa mendengar ucapan Dinda. Perempuan matre seperti Dinda tak pernah ada tempat di hatinya. Apa lagi selama ini Dinda hanya lah sebuah mainan baginya."Nggak selamanya gaji Danang akan dipotong. Kalau pimpinan cabang bank dimana kamu bekerja tahu bahwa lelaki itu bertanggung jawab padamu, bisa jadi malah dia akan naik posisi." Wira mempermain
Dengan wajah penuh rasa sesal Dinda menatap pakaian Agil yang Kotor terkena muntahannya. Ia sendiri merasa jijik dengan cairan kehijauan dan berbau itu. Tak bisa dibayangkannya bagaiman perasaan Agil yang bajunya berlumuran cairan yang keluar dari lambung Dinda."Gil, maaf." Dinda menatap sendu seraya menangkupkan kedua tangan di depan dada. Agil berdecak mendengar permintaan maaf Dinda. "Sudah aku nggak apa-apa. Tinggal ganti baju aja. Kamu sebaiknya mengisi perut yang kosong. Itu makanannya masih bersih. Makan lah, meskipun sedikit." Kembali Agil membuka bungkusan makanan dan mengambil sepotong pizza lalu menyodorkan pada Dinda.Entah kenapa Dinda menutup mulut dan hidungnya. Aroma makanan favoritnya itu berubah layaknya monster yang menakutkan. Ia mendorong tangan Agil dengan sebelah tangan yang tak digunakan untuk menutup mulut. "Jauhkan, Gil. Perutku eneg membaui makanan itu."Pak Bambang yang ada di ruangannya memperhatikan interaksi antara Dinda dan Agil. Dia merasa heran den
Dinda merasa puas akhirnya pimpinan dan para karyawan di tempatnya bekerja mengetahui skandal yang dia ciptakan. Malam itu memang Dinda menjebak Danang. Saat makan malam diam-diam ia menaburkan obat tidur ke dalam makanan Danang. Dengan dibantu oleh Wira, ia membawa Danang ke kamarnya.Dengan bantuan Wira juga maka Dinda memperoleh hasil foto yang luar biasa manipulatif. Foto-foto topless yang seolah dirinya ditiduri Danang berhasil menimbulkan banyak spekulasi pendapat yang rata-rata menguntungkannya. Bahkan Danang sampai menerima sangsi skorsing dan pemotongan gaji dari bank tempat mereka bekerja.Meskipun puas foto-foto itu tersebar, namun Dinda kecewa karena hingga hari ini Danang belum juga dapat diraihnya. Lelaki itu bahkan makin dingin dan cenderung menghindari Dinda. Bagaimana bisa Dinda mengikat hati Danang jika sampai saat ini jarak masih membentang di antara mereka.Waktu terus berlalu sejak Danang diskorsing. Hari ini masuk Minggu kedua Dinda tak melihat kehadiran Danang d
Sesaat setelah masuk ke dalam rumah Ayu, Wira disuguhi teh hangat dan setoples penuh camilan. Budhe Ning juga mempersilakan Wira untuk salat di rumah itu. Namun Wira memilih untuk berangkat ke musala terdekat dan salat magrib di sana.Budhe Ning mencari keberadaan Ayu setelah Wira berangkat ke musala. Sedangkan Ayu memanfaatkan waktu yang ada dengan mandi dan bersiap untuk salat. Di pintu dapur menuju ruang makan, Ayu berpapasan dengan Budhe Ning."Nduk, kamu itu tadi ke mana? Ndak enak loh sama Nak Wira kalau kamu pergi tapi Ndak bilang-bilang dulu sama calon suamimu. Apa lagi Nak Wira tahunya kan hari ini kamu itu cuti." Budhe Ning menghalangi langkah Ayu yang hendak ke kamarnya.Ayu sendiri merasa jengah dengan segala ucapan budhe Ning yang terus saja nyerocos tentang perjodohan antara dirinya dan Wira. Padahal hingga detik ini Ayu masih terus meragukan ketulusan cinta Wira padanya."Ngapunten, Budhe. Saya mau salat dulu. Sebentar lagi waktu magrib habis." Ayu memotong ucapan Budhe
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments