LOGINSejak lahir, Renee adalah gadis tuli yang selalu dihina orang lain. Di usia 20 tahun, ibunya memanfaatkan selembar hasil tes kehamilan untuk memaksa Keluarga Suryana menikahkan putra sulung mereka dengan Renee. Pernikahan itu akhirnya berlangsung selama tiga tahun. Arvin membencinya sampai ke lubuk hati terdalam, tetapi tidak bisa lari dari takdir untuk menikah dengannya. Setelah pernikahan, Arvin kerap bermain api dengan berbagai wanita dan selalu mengabaikannya. Demi mempertahankan citra istri yang baik dan demi anaknya, Renee menahan diri berkali-kali. Sampai suatu hari, cinta sejati Arvin datang mencarinya. Anak laki-laki yang telah dia lahirkan dengan taruhan nyawa, justru memanggil wanita itu dengan sebutan "Mama". Saat itulah dia baru sadar, hati Arvin bukan tidak bisa dihangatkan, tetapi sejak awal memang hanya menyala untuk wanita lain. Renee meninggalkan surat perjanjian cerai, lalu pergi tanpa menoleh lagi. Namun, Arvin justru datang mencarinya, menahan tubuhnya, dan bertanya dengan suara menekan, "Renee, kamu pikir pernikahan ini permainan anak-anak? Bisa nikah dan cerai sesuka hati?" "Mau cerai? Boleh saja, tapi setelah kamu melahirkan anak kedua."
View MoreTepat ketika dia hampir putus asa, sebuah mobil Rolls-Royce hitam berhenti perlahan di pinggir jalan. Jendela mobil turun setengah, menampakkan wajah Arvin yang tampan dan dingin.Dia menatap Renee yang basah kuyup dan berantakan, lalu mengalihkan pandangan pada beberapa pria mabuk yang tergeletak tak jauh dari sana. Di kedalaman matanya yang gelap, berkelebat emosi yang sulit ditebak.Sopirnya langsung turun dari mobil dan membuka payung, lalu berjalan cepat ke arah kerumunan. Hanya dengan beberapa gerakan sederhana, pria-pria mabuk itu dipukul hingga terkapar di tanah dan mengerang kesakitan."Bu Renee, silakan naik ke mobil." Sopir itu membungkuk ringan sambil memungut koper di tanah.Air mata menggenang di mata Renee. Dia menatap sopir itu, lalu melihat ke arah mobil. Di kursi belakang, Arvin duduk dengan tenang. Penampilannya tetap terlihat berwibawa dan rapi, kontras dengan dirinya yang tampak begitu lusuh.Arvin tidak mengatakan apa pun, hanya menatapnya, seolah sedang menunggu
Renee merapikan ujung gaunnya dan menunggu putranya masuk. Hatinya yang dipenuhi harapan, seketika runtuh saat Renji melihatnya."Nggak mau Mama!" Itu adalah kalimat pertama yang diucapkan Renji saat melihatnya.Si kecil langsung berbalik dan berlari ke pelukan Nissa. "Mama Nissa peluk .... Renji nggak mau Mama!"Nissa memeluknya, lalu tersenyum canggung ke arah Renee. "Bu Renee, jangan sedih ya. Renji cuma sudah terlalu lama nggak ketemu kamu, jadi dia agak canggung."Hati Renee terasa seperti disayat. Namun, di wajahnya hanya ada ekspresi datar. "Nggak apa-apa, aku sudah terbiasa."Dia berbalik menatap Arvin. Arvin berdiri bersandar santai di tepi meja, jarinya yang panjang memegang secangkir kopi sembari menatap reaksinya dengan tenang."Pak Arvin, aku pamit dulu," ucapnya dengan datar.Ekspresi rileks Arvin sedikit menegang. "Nggak mau tinggal menemani anakmu?""Nggak."Putranya sudah begitu menolak dan membencinya, tentu Renji tidak akan ingin ditemaninya. Lagi pula, Arvin akan me
Renee kembali menegakkan punggungnya, menatap Arvin dengan mata yang penuh tekad. "Arvin, apa yang kamu inginkan dariku sebenarnya?""Pulang." Hanya satu kata yang singkat."Aku sudah bilang, aku nggak mau hidup dalam pernikahan yang nggak ada kehangatan itu.""Kalau begitu, buatlah pernikahan itu jadi hangat." Arvin berdiri dari kursinya dengan langkah mantap. Kedua tangannya mencengkeram lengan Renee, lalu menariknya dengan kekuatan penuh hingga tubuh wanita itu terangkat dan terduduk di atas meja rapat.Renee seketika teringat kejadian di depan jendela kaca itu, dia berusaha keras untuk turun. Namun, Arvin menumpukan kedua tangannya di atas meja dan mengurungnya sepenuhnya.Napas hangatnya menyapu pipi Renee, menimbulkan tekanan yang membuat jantungnya berdegup kencang. "Renee, aku sudah bilang. Selama kamu patuh, aku nggak akan menyentuh kamu maupun teman-temanmu."Arvin benar-benar mengakuinya.Renee menatapnya dengan amarah yang membara. "Arvin, aku datang ke sini cuma untuk kasi
"Arvin itu sebenarnya mau apa sih?" Michela melihat koper di sisi kaki Renee, lalu berkata, "Jangan-jangan dia ngusir kamu dari apartemen sewaan? Keterlaluan sekali, aku harus cari dia untuk buat perhitungan sekarang juga.""Percuma." Renee menariknya kembali. "Arvin melakukan semua ini cuma untuk memaksaku kembali ke Keluarga Suryana. Selama aku belum pulang, dia nggak akan berhenti menggangguku."Yang paling menyebalkan, Arvin bukan cuma tidak melepaskan Michela, tapi bahkan menggunakan Michela untuk mengancamnya. Misalnya saja, soal studio ini."Terus kamu gimana? Masa kamu mau balik lagi?" Michela menggenggam bahunya dengan marah. "Renee, jangan mau diancam dia. Cuma studio kok, bisa sewa di mana saja!""Michela, percuma." Renee menarik napas dalam-dalam. "Kamu tahu sendiri gimana liciknya Arvin. Kalau dia mau nyusahin orang, dia punya seribu cara buat bikin sengsara."Pantas saja semua agen properti langsung menutup telepon begitu dengar namanya. Ternyata itu ulah Arvin. Kalau dia
Kalimat selanjutnya tidak lagi didengar oleh Renee, karena dia sudah melepas alat bantu dengarnya.Di balik pintu, dia tidak tahu apakah ibunya sudah pergi atau belum. Yang dia tahu hanyalah rasa sakit yang menusuk di dadanya. Sama sakitnya seperti waktu ibunya dulu menipunya minum susu beracun, lalu melemparkannya ke ranjang pria asing.Renee menangis sangat lama hingga akhirnya bisa menenangkan diri. Kemudian, dia memungut berkas yang diselipkan Ferawati, merobeknya jadi serpihan dan membuangnya ke tempat sampah. Dia bahkan tidak melihatnya sekilas pun. Dia tidak mungkin menjual dirinya untuk kedua kalinya.....Pagi harinya, Renee terbangun karena suara ketukan di pintu. Dia membuka pintu dan melihat nyonya pemilik rumah berdiri di depan dengan wajah menyesal."Bibi, ada urusan apa ya?" tanyanya heran.Pemilik rumah tertawa pelan. "Bu Renee, rumah ini baru saja dibeli orang lain dengan harga tinggi, jadi aku nggak bisa menyewakannya lagi padamu.""Tapi ... bukankah kita sudah sepaka
"Memangnya bisa aku bisa rencanain apaan? Kalau bukan karena kamu sendiri yang setiap hari ribut mau cerai, ditambah Juwita yang memaksaku, mana mungkin aku berharap kamu cerai?"Renee tetap merasa ada yang janggal. Kalau benar-benar tidak ada konspirasi, ibunya tidak akan sebegitu tenangnya duduk di sini dan mengobrol santai dengannya. Melihat kecurigaannya, Ferawati tersengal lalu berkata, "Hari ini aku datang untuk kasih tahu kamu, penagih utang adikmu itu sudah datang sampai rumah sakit, mereka menuntut agar dilunasi dalam waktu seminggu. Kalau nggak, mereka akan mematahkan kakinya.""Bukannya kakinya memang sudah patah?""Renee, Reno itu adik kandungmu!"Renee meletakkan semangkuk mie yang baru dimasak ke meja makan, lalu menatap ke atas dan bertanya, "Maaf, dia memperlakukanku sebagai kakak kandungnya nggak?"Tiba-tiba Ferawati duduk di kursi makan sambil menahan tangan Renee dan menangis tersedu-sedu. "Renee, kamu nggak boleh nggak peduli sama nasib adikmu. Penagih itu kelihatan












Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments