Share

Riana's Diary 7

Hampir tiga tahun di negeri asing tidak terlalu membuat Riana kesepian.Keluarga Finch menyambut hangat kehadirannya begitu pula dengan anak laki-laki yang dijodohkan dengannya.Namun, ia tetap merindukan keluarganya dan Rafael sebab selama ini ia belum pernah pulang ke Kota Golden Valley.

Bukannya keluarga Finch tidak mengizinkannya pulang, namun setiap kali liburan tiba selalu ada saja yang menghalanginya.Mulai dari badai yang menganggu pelayaran hingga acara mendadak dari keluarga Finch membuat Riana tidak bisa meninggalkan negeri itu.Oleh karena itu pula entah sudah berapa kali Riana mengirimkan surat permohonan maaf  kepada keluarganya dan Rafael.

Saat ini Riana duduk di kelas tiga di sekolah menengah pertama di negeri itu, sementara anak laki-laki dari keluarga Finch yang dijodohkan dengannya sedang menempuh semester kedua dari program sarjana yang diikutinya.

Victor Finch, itulah nama lengkap dari anak itu.Seorang pewaris tunggal dari keluarga Finch, keluarga yang menjalankan berbagai bisnis di berbagai belahan dunia.Meskipun disebut-sebut sebagai keluarga terkaya di benuanya, tidak membuat Victor Finch tinggi hati.

Victor Finch adalah lelaki populer di kampusnya bukan sekadar karena penampilan, nama besar, dan kekayaannya namun karena tabiatnya yang luar biasa baik.Ia tak pandang bulu pada temannya dan selalu menolong siapapun yang membutuhkannya selama ia sanggup melakukannya.Dengan demikian ia dicintai dan dikagumi oleh semua orang di kampusnya, mulai dari mahasiswa, dosen hingga pekerja kebersihan pun juga kagum kepadanya karena sering ditolong olehnya.

Bagi Riana Victor adalah sosok kakak yang baik, bahkan dalam beberapa hal ia lebih baik dari kakak kandung Riana sendiri, Frans. Setiap harinya Victor akan menemui Riana mengajarinya banyak hal, mulai dari sejarah keluarga Ficnh, etika, ranah sosial dan banyak lagi.Di sela-sela pengajarannya, ia juga akan mengajak Riana berbicara santai.

Seperti yang mereka lakukan saat ini dalam salah satu ruang khusus di kediaman Finch, mereka di temani oleh dua orang pelayan yang bersiaga di depan pintu.Sementara itu, mereka duduk berhadapan dipisahkan oleh sebuah meja kayu ukir yang rumit bentuknya.

“Jadi, begitulah setelah sekian lama akhirnya aku memberanikan diri untuk mengajaknya pergi.Jantungku hampir berhenti berdetak ketika aku mengatakannya,” kata Victor

“Baguslah kalau begitu kak,aku akan mendukung kakak dari sini,” balas Riana.

“Oke, doakan aku yang terbaik malam ini.”

“Pastinya.”

Mereka berdua tertawa bersama entah apa yang sedang mereka bahas.

“Tapi apa ini tidak masalah bagimu? Kamu kan telah dijodohkan denganku,” tanya Victor

“Tidak masalah, selama kak Victor tetap jujur pada perasaan kakak aku akan mendukungnya.Lagipula kak Victor sudah kuanggap seperti kakakku sendiri,” balas Riana.

“Terima kasih” Victor mengelus kepala Riana “Kamu tahu, sebagai anak tunggal tidak ada orang yang bisa ku ajak bicara disini.Namun, sejak kamu datang kemari hari-hari sunyi di rumah berubah menjadi lebih menyenangkan. Mungkin begini rasanya punya adik perempuan ya,” ujar Victor.

“Aku senang mendengarnya.” Riana tersenyum

“Tapi masalahnya, jika ayahmu tidak bisa melunasi hutangnya kita bisa benar-benar bertunangan loh.”

“Aku percaya pada ayahku dan juga Rafael, mereka akan datang menyelamatku.”

“Baik-baik, kesatria agung Rafael akan datang menyelamatkanmu dari cengkraman Raja iblis Victor,begitu kan?” ucap Victor dengan nada sedikit mengolok.

“Ti-tidak bukan begitu maksudku “ Riana mengembungkan pipihnya dengan wajah kemerahan, ekpsresi yang sangat jarang ditunjukkannya bahkan kepada Rafael sekalipun.

“ Ja-jangan bicara begitu dong, aku jadi malu,” tambah Riana.

Victor melihat ke arah Riana, memerhatikan kalung manik-manik dengan cincin plastik berwarna hijau sebagai pusatnya melingkari leher Riana. Selama di kediaman itu, Riana selalu mengenakannya. Bahkan ketika ada acara keluarga Finch yang harus diikutinya, ia tidak pernah berniat menggantinya dan lebih memilih menyembunyikan kalung itu di balik bajunya, daripada melepasnya.

“Melihat wajahmu yang malu-malu begitu, entah mengapa terasa sedikit menyenangkan,” ungkap Victor dengan tertawa kecil. “Riana, sebentar lagi kamu akan lulus SMP apakah kamu ingin meminta sesuatu dari Ayah?” tanya Victor.

“Permintaan?” Riana tampak kebingungan

“Apa aku lupa memberitahumu? Di keluarga Finch, anggota keluarga yang akan menginjak Sekolah menengah atas boleh meminta apapun sebagai hadiah, tapi harus rasional tentunya,” kata Victor.

“Apa itu juga berlaku untukku?” tanya Riana.

“Tentu saja, kami sudah menganggapmu bagian dari keluarga ini.”

“Begitu, yah. Jadi apakah aku boleh meminta untuk melanjutkan sekolah menengah atas di kota asalku? Sudah lama sekali aku tidak pulang ke sana.”

Victor mengelus pelan dagunya. “Hmm, sepertinya itu akan sulit.”

“Begitu ya.” Riana tampak sedih.

Victor tersenyum. “Tapi bukan berarti mustahil, aku akan mendukungmu tenang saja.”

“Benarkah?” mata Riana membulat melihat ke arah Victor. “Kalau begitu mohon bantuannya ya, kak.” kata Riana.

“Oke serahkan saja padaku.” kata Victor dengan percaya diri.

***

Seminggu kemudian, Riana dan Victor membicarakan hal tersebut kepada tuan Finch. Awalnya tuan Finch menolak keras hal itu, namun dengan bantuan dari Victor serta negosiasi yang di ajukannya berhasil membuat tuan Finch tunduk dan mengizinkan Riana untuk melanjutkan sekolah di kota golden valley.

Namun, selama di sana tuan Finch akan mengirim beberapa orang-orangnya untuk mengawasi Riana dan melindunginya.Selain itu setiap liburan, Riana harus pulang ke kediaman Finch sebab Riana juga begitu disukai oleh keluarga Finch dan seisi kediaman itu.Riana menyetujui segala persetujuan itu dan malamnya dengan semangat ia menuliskan surat untuk Rafael dan Keluarganya terkait rencananya ini.

Waktu berlalu begitu cepatnya dan setelah sekian lama akhirnya ia dapat menginjakkan lagi kakinya di Pelabuhan Golden Valley.Dengan ditemani oleh lima orang penjaga berbadan kekar dengan jas dan kacamata hitam, membuat Riana kelihatan mencolok di tempat itu.Di pelabuhan, Riana telah ditunggu oleh ayahnya dan kakaknya Frans yang sedang berlibur dari kuliahnya.

Ada dua hal yang membuat Riana terkejut saat itu, pertama adalah ibunya yang turut datang untuk menjemputnya membuat Riana sangat senang bahkan menetaskan air mata.Ia mendekap tubuh rapuh ibunya itu dan melepaskan kerinduannya yang ia tahan sejak kecil.Hal kedua yang membuat Riana terkejut sekaligus sedih adalah ketidakhadiran Rafael di pelabuhan itu, padahal dalam suratnya ia mengatakan akan datang menjemputnya.

***

Keesokan harinya yang merupakan hari pertama Riana masuk ke sekolah barunya, di SMA Star Peak.Ia berdiri di gerbang depan memandangi papan nama SMA itu, sampai suara yang tak asing terdengar di telinganya.

“Riana, kamukah itu?”

Riana tersentak mendengar suara itu, langsung berbalik mencari sumber suara

“Rafael?” ucap Riana ketika melihat sosok laki-laki yang berjalan mendekatinya dengan tersenyum ramah.Jika ia tidak menahan dirinya mungkin ia sudah memeluk Rafael saat itu juga, setelah sekian lama tak bertemu namun berhasil ditahan terlebih lagi ketika sosok perempuan lain yang berjalan disisinya.

Dengan rambut hitam sebahu serta jepit rambut berwarna biru laut di kepalanya.Tingginya sekitar bahu Rafael, tampak manis dengan seragam sekolahnya. Riana memperhatikan baik-baik perempuan itu dari ujung kaki hingga wajahnya yang putih bersih dan matanya yang kebiruan cocok dengan warna jepit rambut yang dikenakannya.

Manis sekali perempuan ini, ia terlihat seperti boneka saja batin Riana

“Riana perkenalkan, dia Frieda temanku. Kami sudah berteman sejak SMP, rumah kami ada di jalur yang sama.Jadi, kami sering berangkat sekolah bersama,” kata Rafael tersenyum ramah mengenalkan Frieda pada Riana.

Sejak SMP ya, bukankah itu terlalu kebetulan dengan waktu keberangkatanku batin Riana. Pikirannya telah dikacaukan oleh kehadiran perempuan itu.

“Na-namaku Fri-Frieda,” perempuan di samping Rafael itu mengulurkan tangannya hendak berkenalan.

Riana menraih tangan perempuan itu “Riana, salam kenal ya.”  Ia memaksakan dirinya untuk tersenyum di tengah tengah badai yang melanda pikirannya.Frieda hanya mengangguk kecil sebelum mereka melepas jabat tangan tersebut.

“Maaf ya Riana, aku tak dapat ikut menjemputmu kemarin. Dia tiba-tiba jatuh sakit dan di rumahnya ia hanya tinggal bersama neneknya, jadi aku membantu merawatnya bersama seorang mantan perawat yang juga merupakan kerabatnya.” Rafael menjelaskan.

Riana tersenyum. “Ah, begitu ya tidak masalah kok.”

“Syukurlah, aku khawatir kamu akan marah karena hal itu.” Rafael mengelus dadanya. “Ayo, kita masuk acara penyambutan murid baru akan segera dimulai,” ajak Rafael.

Mereka bertiga memasuki sekolah dari gerbang itu, berjalan perlahan dan membaur dengan beberapa murid lainnya yang mulai berdatangan.

“Hei Frieda, haruskah kamu mengenakan benda itu sekarang? Entah mengapa perasaanku jadi sedikit tidak enak.” tanya Rafael pada Frieda yang membuat perempuan itu mengalihkan pandangan darinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status