Hampir tiga tahun di negeri asing tidak terlalu membuat Riana kesepian.Keluarga Finch menyambut hangat kehadirannya begitu pula dengan anak laki-laki yang dijodohkan dengannya.Namun, ia tetap merindukan keluarganya dan Rafael sebab selama ini ia belum pernah pulang ke Kota Golden Valley.
Bukannya keluarga Finch tidak mengizinkannya pulang, namun setiap kali liburan tiba selalu ada saja yang menghalanginya.Mulai dari badai yang menganggu pelayaran hingga acara mendadak dari keluarga Finch membuat Riana tidak bisa meninggalkan negeri itu.Oleh karena itu pula entah sudah berapa kali Riana mengirimkan surat permohonan maaf kepada keluarganya dan Rafael.
Saat ini Riana duduk di kelas tiga di sekolah menengah pertama di negeri itu, sementara anak laki-laki dari keluarga Finch yang dijodohkan dengannya sedang menempuh semester kedua dari program sarjana yang diikutinya.
Victor Finch, itulah nama lengkap dari anak itu.Seorang pewaris tunggal dari keluarga Finch, keluarga yang menjalankan berbagai bisnis di berbagai belahan dunia.Meskipun disebut-sebut sebagai keluarga terkaya di benuanya, tidak membuat Victor Finch tinggi hati.
Victor Finch adalah lelaki populer di kampusnya bukan sekadar karena penampilan, nama besar, dan kekayaannya namun karena tabiatnya yang luar biasa baik.Ia tak pandang bulu pada temannya dan selalu menolong siapapun yang membutuhkannya selama ia sanggup melakukannya.Dengan demikian ia dicintai dan dikagumi oleh semua orang di kampusnya, mulai dari mahasiswa, dosen hingga pekerja kebersihan pun juga kagum kepadanya karena sering ditolong olehnya.
Bagi Riana Victor adalah sosok kakak yang baik, bahkan dalam beberapa hal ia lebih baik dari kakak kandung Riana sendiri, Frans. Setiap harinya Victor akan menemui Riana mengajarinya banyak hal, mulai dari sejarah keluarga Ficnh, etika, ranah sosial dan banyak lagi.Di sela-sela pengajarannya, ia juga akan mengajak Riana berbicara santai.
Seperti yang mereka lakukan saat ini dalam salah satu ruang khusus di kediaman Finch, mereka di temani oleh dua orang pelayan yang bersiaga di depan pintu.Sementara itu, mereka duduk berhadapan dipisahkan oleh sebuah meja kayu ukir yang rumit bentuknya.
“Jadi, begitulah setelah sekian lama akhirnya aku memberanikan diri untuk mengajaknya pergi.Jantungku hampir berhenti berdetak ketika aku mengatakannya,” kata Victor
“Baguslah kalau begitu kak,aku akan mendukung kakak dari sini,” balas Riana.
“Oke, doakan aku yang terbaik malam ini.”
“Pastinya.”
Mereka berdua tertawa bersama entah apa yang sedang mereka bahas.
“Tapi apa ini tidak masalah bagimu? Kamu kan telah dijodohkan denganku,” tanya Victor
“Tidak masalah, selama kak Victor tetap jujur pada perasaan kakak aku akan mendukungnya.Lagipula kak Victor sudah kuanggap seperti kakakku sendiri,” balas Riana.
“Terima kasih” Victor mengelus kepala Riana “Kamu tahu, sebagai anak tunggal tidak ada orang yang bisa ku ajak bicara disini.Namun, sejak kamu datang kemari hari-hari sunyi di rumah berubah menjadi lebih menyenangkan. Mungkin begini rasanya punya adik perempuan ya,” ujar Victor.
“Aku senang mendengarnya.” Riana tersenyum
“Tapi masalahnya, jika ayahmu tidak bisa melunasi hutangnya kita bisa benar-benar bertunangan loh.”
“Aku percaya pada ayahku dan juga Rafael, mereka akan datang menyelamatku.”
“Baik-baik, kesatria agung Rafael akan datang menyelamatkanmu dari cengkraman Raja iblis Victor,begitu kan?” ucap Victor dengan nada sedikit mengolok.
“Ti-tidak bukan begitu maksudku “ Riana mengembungkan pipihnya dengan wajah kemerahan, ekpsresi yang sangat jarang ditunjukkannya bahkan kepada Rafael sekalipun.
“ Ja-jangan bicara begitu dong, aku jadi malu,” tambah Riana.
Victor melihat ke arah Riana, memerhatikan kalung manik-manik dengan cincin plastik berwarna hijau sebagai pusatnya melingkari leher Riana. Selama di kediaman itu, Riana selalu mengenakannya. Bahkan ketika ada acara keluarga Finch yang harus diikutinya, ia tidak pernah berniat menggantinya dan lebih memilih menyembunyikan kalung itu di balik bajunya, daripada melepasnya.
“Melihat wajahmu yang malu-malu begitu, entah mengapa terasa sedikit menyenangkan,” ungkap Victor dengan tertawa kecil. “Riana, sebentar lagi kamu akan lulus SMP apakah kamu ingin meminta sesuatu dari Ayah?” tanya Victor.
“Permintaan?” Riana tampak kebingungan
“Apa aku lupa memberitahumu? Di keluarga Finch, anggota keluarga yang akan menginjak Sekolah menengah atas boleh meminta apapun sebagai hadiah, tapi harus rasional tentunya,” kata Victor.
“Apa itu juga berlaku untukku?” tanya Riana.
“Tentu saja, kami sudah menganggapmu bagian dari keluarga ini.”
“Begitu, yah. Jadi apakah aku boleh meminta untuk melanjutkan sekolah menengah atas di kota asalku? Sudah lama sekali aku tidak pulang ke sana.”
Victor mengelus pelan dagunya. “Hmm, sepertinya itu akan sulit.”
“Begitu ya.” Riana tampak sedih.
Victor tersenyum. “Tapi bukan berarti mustahil, aku akan mendukungmu tenang saja.”
“Benarkah?” mata Riana membulat melihat ke arah Victor. “Kalau begitu mohon bantuannya ya, kak.” kata Riana.
“Oke serahkan saja padaku.” kata Victor dengan percaya diri.
***
Seminggu kemudian, Riana dan Victor membicarakan hal tersebut kepada tuan Finch. Awalnya tuan Finch menolak keras hal itu, namun dengan bantuan dari Victor serta negosiasi yang di ajukannya berhasil membuat tuan Finch tunduk dan mengizinkan Riana untuk melanjutkan sekolah di kota golden valley.
Namun, selama di sana tuan Finch akan mengirim beberapa orang-orangnya untuk mengawasi Riana dan melindunginya.Selain itu setiap liburan, Riana harus pulang ke kediaman Finch sebab Riana juga begitu disukai oleh keluarga Finch dan seisi kediaman itu.Riana menyetujui segala persetujuan itu dan malamnya dengan semangat ia menuliskan surat untuk Rafael dan Keluarganya terkait rencananya ini.
Waktu berlalu begitu cepatnya dan setelah sekian lama akhirnya ia dapat menginjakkan lagi kakinya di Pelabuhan Golden Valley.Dengan ditemani oleh lima orang penjaga berbadan kekar dengan jas dan kacamata hitam, membuat Riana kelihatan mencolok di tempat itu.Di pelabuhan, Riana telah ditunggu oleh ayahnya dan kakaknya Frans yang sedang berlibur dari kuliahnya.
Ada dua hal yang membuat Riana terkejut saat itu, pertama adalah ibunya yang turut datang untuk menjemputnya membuat Riana sangat senang bahkan menetaskan air mata.Ia mendekap tubuh rapuh ibunya itu dan melepaskan kerinduannya yang ia tahan sejak kecil.Hal kedua yang membuat Riana terkejut sekaligus sedih adalah ketidakhadiran Rafael di pelabuhan itu, padahal dalam suratnya ia mengatakan akan datang menjemputnya.
***
Keesokan harinya yang merupakan hari pertama Riana masuk ke sekolah barunya, di SMA Star Peak.Ia berdiri di gerbang depan memandangi papan nama SMA itu, sampai suara yang tak asing terdengar di telinganya.
“Riana, kamukah itu?”
Riana tersentak mendengar suara itu, langsung berbalik mencari sumber suara
“Rafael?” ucap Riana ketika melihat sosok laki-laki yang berjalan mendekatinya dengan tersenyum ramah.Jika ia tidak menahan dirinya mungkin ia sudah memeluk Rafael saat itu juga, setelah sekian lama tak bertemu namun berhasil ditahan terlebih lagi ketika sosok perempuan lain yang berjalan disisinya.
Dengan rambut hitam sebahu serta jepit rambut berwarna biru laut di kepalanya.Tingginya sekitar bahu Rafael, tampak manis dengan seragam sekolahnya. Riana memperhatikan baik-baik perempuan itu dari ujung kaki hingga wajahnya yang putih bersih dan matanya yang kebiruan cocok dengan warna jepit rambut yang dikenakannya.
Manis sekali perempuan ini, ia terlihat seperti boneka saja batin Riana
“Riana perkenalkan, dia Frieda temanku. Kami sudah berteman sejak SMP, rumah kami ada di jalur yang sama.Jadi, kami sering berangkat sekolah bersama,” kata Rafael tersenyum ramah mengenalkan Frieda pada Riana.
Sejak SMP ya, bukankah itu terlalu kebetulan dengan waktu keberangkatanku batin Riana. Pikirannya telah dikacaukan oleh kehadiran perempuan itu.
“Na-namaku Fri-Frieda,” perempuan di samping Rafael itu mengulurkan tangannya hendak berkenalan.
Riana menraih tangan perempuan itu “Riana, salam kenal ya.” Ia memaksakan dirinya untuk tersenyum di tengah tengah badai yang melanda pikirannya.Frieda hanya mengangguk kecil sebelum mereka melepas jabat tangan tersebut.
“Maaf ya Riana, aku tak dapat ikut menjemputmu kemarin. Dia tiba-tiba jatuh sakit dan di rumahnya ia hanya tinggal bersama neneknya, jadi aku membantu merawatnya bersama seorang mantan perawat yang juga merupakan kerabatnya.” Rafael menjelaskan.
Riana tersenyum. “Ah, begitu ya tidak masalah kok.”
“Syukurlah, aku khawatir kamu akan marah karena hal itu.” Rafael mengelus dadanya. “Ayo, kita masuk acara penyambutan murid baru akan segera dimulai,” ajak Rafael.
Mereka bertiga memasuki sekolah dari gerbang itu, berjalan perlahan dan membaur dengan beberapa murid lainnya yang mulai berdatangan.
“Hei Frieda, haruskah kamu mengenakan benda itu sekarang? Entah mengapa perasaanku jadi sedikit tidak enak.” tanya Rafael pada Frieda yang membuat perempuan itu mengalihkan pandangan darinya.
Kembali ke masa kini di Perpustakaan Kota Distrik Utara. “Jadi begitulah yang terjadi selama beberapa tahun belakangan ini, beberapa bagian mungkin agak sedikit terdengar memalukan ya,” kata Riana tersenyum tipis pada Claudia. Claudia mengangkat tangannya, seperti murid sekolah dasar yang antusias bertanya pada gurunya.“Kak, boleh aku menanyakan beberapa hal?” “Ya, tentu saja.” “Di mana terakhir kali kakak melihat kupu-kupu emas yang tadi kakak ceritakan?” tanya Claudia dengan sedikit bersemangat, mengingat kemungkinan kupu-kupu itu adalah salah satu buruannya. “Kupu-kupu itu? Aku pertama kali melihatnya di taman rumahku dan itu jugalah terakhir kali aku melihatnya,” jawab Riana. Claudia tampak kecewa. “Begitu ya, jadi kak Rafael mengejar kupu-kupu itu dan ia tidak bisa menemukannya.” “Bagaimana menceritakannya ya … Aku tidak ingin membuatmu kecewa, tapi sepertinya kupu-kupu itu adalah fenomena supranatural yang tidak bisa dili
Di Kota Golden Valley untuk membantu memajukan pendidikan, sekitar lima puluh tahun lalu didirikanlah yayasan pendidikan Star Peak langsung di bawah nauangan Pemerintah Kota Golden Valley. Sebagian besar dana pembangunan tersebut berasal dari sumbangan keluarga Ellon. Star peak sendiri terdiri dari lembaga pendidikan mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini sampai perguruan tinggi. Selain universitas yang hanya didirikan di pusat kota dan distrik utara, lembaga lainnya tersebar di seluruh distrik secara merata. Sekolah Dasar dan Menengah didirikan dalam lokasi yang berbeda.Sekolah dasar didirikan sendirian, jauh dari Sekolah Menengah yang biasanya didirikan berdekatan.Bahkan di distrik utara kedua gedung sekolah itu, SMP dan SMA, didirikan bersebrangan. Universitas yang didirikan di pusat kota juga merupakan pusat penelitian dan pengembangan teknologi di Kota Golden Valley, selain sebagai tempat untuk meraih gelar pasca sarjana dan doktoral. Sementara itu
Sepuluh tahun lalu di Distrik Utara, pada suatu tempat yang dipenuhi dengan kios-kios di pinggir jalan, seorang anak laki-laki berjalan terengah-engah setelah berlarian ke sana kemari. Bajunya yang kotor dan luka pada kakinya tidak menyurutkan semangatnya untuk menggapai keinginannya. Ia sedang mengejar kupu-kupu emas yang bahkan tidak bisa dilihatnya. Ia hanya mengikuti instingnya, berlari ke sana ke mari berharap keajaiban membiarkan ia dapat melihatnya. Ia bersikeras untuk menangkapnya demi keinginannya sendiri dan untuk berteman dengan seseorang. Kupu-kupu emas adalah suatu fenomena yang tak bisa dilihat oleh sembarang orang, dan anak laki-laki itu benar-benar ingin melihatnya meskipun hanya sekali seumur hidupnya. Karena terlalu lelah anak laki-laki itu berjalan sempoyongan di trotoar. Ia tidak menyadari langkahnya terlalu dekat dengan jalan raya. “Awas ….” teriak seorang anak perempuan yang ditujukan pada anak laki-laki itu. *Ngenggg*
“Jadi, Frieda boleh aku bertanya satu hal?” tanya Tarisa. “Apa itu?” jawab Frieda penasaran. “Bisa kamu tolong hitung jumlah orang dalam ruangan ini?” Kemudian Frieda meihat sekelilingnya, memindai setiap orang yang terlihat oleh matanya. Mulai dari mereka yang duduk tenang di kursinya, mereka yang berkerumun dengan teman lama mereka sampai sekelompok besar murid yang mengelilingi Rafael. “Dua puluh lima, dan sepertinya seluruh siswa sudah hadir di ruangan ini,” jawab Frieda. “Benar sekali.” Tarisa tersenyum tipis mendengar jawaban Frieda. Namun, Frieda sepertinya merasakan sedikit ketidak puasan dari Tarisa. Ia pun mencoba memikirkan alasan mengapa Tarisa bertanya hal seperti itu kepadanya dan menemukan satu kesimpulan. “Tarisa, apa sebelum kemari kamu mendengar sesuatu tentangku dari orang-orang?” “Ya … sedikit sih, setidaknya namamu dan beberapa … hal mungkin.” “Jika kamu mengharapkan aku yang dulu, itu sudah tidak a
Satu tahun telah berlalu, hubungan pertemanan Frieda dan Rafael semakin baik. Seperti yang Rafael janjikan, ia bersedia mendengarkan setiap cerita Frieda dan juga membagi kisah miliknya. Bersama-sama mereka juga menjalani berbagai kisah dalam lika-liku kehidupan sekolah mereka. Berkat dukungan dari Rafael, Frieda juga dapat berteman dengan teman-teman kelas lainnya. Rafael juga membantu membersihkan namanya dari rumor dan tudingan buruk terhadap Frieda. Memang, tidak semua orang mau mendengarkan, setidaknya kehidupan sekolah Frieda menjadi lebih baik ketimbang di sekolah dasar dahulu. Semakin berjalannya waktu Frieda merasa bahwa ia telah jatuh hati pada Rafael, namun ia masih meragukan soal perasaannya itu terlebih lagi ia telah mendengar soal teman masih kecil Rafael yang diceritakan padanya. Frieda juga berteman baik dengan Tarisa. Menurutnya, Tarisa adalah teman bicara terbaik setelah Rafael. Meskipun ia sering usil jika berbicara soal Rafael.Selain itu,
Hari itu Frieda berjalan-jalan di taman kota. Ia melihat seorang anak perempuan, sendirian, duduk di kursi taman yang usang.Ia mendekati anak tersebut, perlahan berjalan ke arahnya. Anak tersebut hanya mengayunkan kakinya, menyanyi kecil sambil memerhatikan sekitar.Ia memerhatikan sosok yang kira-kira berusia enam tahun itu.Ketika ia semakin mendekat anak itu menyadari keberadaan Frieda, ia menatap balik Frieda membuatnya terkejut dan terduduk di tanah. Tubuhnya tidak bisa digerakkan membeku di hadapan sosok itu.Ia tidak bisa melihat wajahnya karena awan hitam yang menutupinya, hal itu jugalah yang membuat perasaan ngeri merasuki dirinya.Anak itu tertawa kecil, mengulurkan tangannya.“Kak Frieda, ayo kita bermain.Hari ini aku akan buatkan istana pasir yang besar untukmu, tempat di mana tidak seorang pun yang akan menghinamu, di mana kamu bisa membuang segala kesedihanmu dan mendapatkan kebahagiaanmu.”Frieda menggelengkan kepalanya, ia
Hari ini adalah hari yang buruk bagi Rafael. Dengan pakaian serba hitamnya dan perasaan berkabung yang meliputi hatinya, dia harus merelakan ayah tercintanya. Kemarin, ketika ia pergi meninggalkan ayahnya di rumah sakit, tak lama kemudian terjadi perburukan pada kondisi ayahnya. Penyakit jantung yang telah lama diidap ayahnya itu, dan membawa derita pada hari-harinya, kini telah membawanya kedalam ketenangan yang sejati. Rafael menangis pilu, ketika peti mati itu di masukan ke liang lahat, dikubur perlahan oleh beberapa orang di sana.Ia menaburkan bunga-bunga sebagai bentuk penghormatannya.Orang-orang di sana berusaha menghiburnya, namun hal seperti ini mungkin terlalu berat untuknya. Ia masih merespon ungkapan-ungkapan bela sungkawa yang diterimanya.Meskipun air mata tak lagi mengalir, perasaan sedih dan kehilangan yang besar tak dapat di sembunyikan. Pemakaman itu dihadiri oleh kerabat dan kenalan ayahnya, juga beberapa teman sekelasnya termasuk Fri
Hari itu dengan perasaan riang gembira Rafael mengenakan pakaian terbaik yang ia punya.Ia juga repot-repot sedikit mengubah gaya rambutnya dan membeli parfum baru untuk hari istimewa ini. Setelah tiga tahun tidak bertemu dengan teman spesialnya sudah pasti ia akan menyiapkan yang terbaik. Ia juga telah menyiapkan bingkisan kecil sebagai hadiah selamat datang, yang dibelinya kemarin setelah meminta banyak rekomendasi dari karyawan toko. Ia memerhatikan dirinya di depan cermin, melihat bagian apalagi yang kira-kira kurang darinya.Setelah merasa cukup ia menyambar bingkisan yang telah disiapkannya itu. Tak lupa ia berpamitan dengan ibu dan adiknya sebelum meninggalkan rumah. Jarak pelabuhan dari rumahnya cukup jauh, dan ada bus khusus untuk mencapi pelabuhan. Rafael memerhatikan layar ponsel pintarnya, mengecek kotak masuk untuk melihat balasan dari Frieda.Ia turut mengajak Frieda untuk menjemput Riana di pelabuhan karena ingin mengenalkannya, sebagai te