Share

Riana's Diary 8

Kembali ke masa kini di Perpustakaan Kota Distrik Utara.

“Jadi begitulah yang terjadi selama beberapa tahun belakangan ini, beberapa bagian mungkin agak sedikit terdengar memalukan ya,” kata Riana tersenyum tipis pada Claudia.

Claudia mengangkat tangannya, seperti murid sekolah dasar yang antusias bertanya pada gurunya.“Kak, boleh aku menanyakan beberapa hal?”

“Ya, tentu saja.”

“Di mana terakhir kali kakak melihat kupu-kupu emas yang tadi kakak ceritakan?” tanya Claudia dengan sedikit bersemangat, mengingat kemungkinan kupu-kupu itu adalah salah satu buruannya.

“Kupu-kupu itu? Aku pertama kali melihatnya di taman rumahku dan itu jugalah terakhir kali aku melihatnya,” jawab Riana.

Claudia tampak kecewa. “Begitu ya, jadi kak Rafael mengejar kupu-kupu itu dan ia tidak bisa menemukannya.”

“Bagaimana menceritakannya ya … Aku tidak ingin membuatmu kecewa, tapi sepertinya kupu-kupu itu adalah fenomena supranatural yang tidak bisa dilihat kebanyakan orang, termasuk Rafael ia juga tidak bisa melihatnya,” kata Riana.

Claudia terkejut. “Tu-tunggu sebentar kak, aku jadi tidak mengerti di sini.Bagaimana mungkin Rafael mengejar kupu-kupu itu sementara ia tidak dapat melihatnya?”

“Ya, itu benar.Ketika ia mengatakan akan membantu menangkapnya, aku sangat senang sekali waktu itu.Namun, melihat ia berlari ke arah yang berlawanan dari kupu-kupu itu membuatku sempat menilainya sebagai seorang pembohong yang hanya ingin cari perhatian,” Riana berhenti sejenak, membalik halaman buku di hadapannya.

“Tapi, aku sama sekali tidak mendengar niat buruk darinya dan terlebih lagi setelah ia kembali dengan keadaan terluka dan bajunya yang kotor.Kemudian aku mendengar bahwa ia telah berlari ke sana kemari, memanjat beberapa pohon bahkan sempat di omeli oleh beberapa orang hanya untuk mengejar sesuatu yang bahkan tidak dilihatnya, demi orang yang baru dikenalnya, membuatku merasa bahwa ia adalah anak yang baik. Aku pikir  itulah pertama kali aku menyukainya,” tambah Riana.

“Begitu ya, Kak,” jawab Claudia singkat.

Bahkan sampai sekarang anak itu tidak berubah, dengan gigih ia berkeliling hutan untuk mencari sesuatu yang tidak mungkin ditemukan untuk gadis yang disukainya ini, batin Claudia.

Claudia memandang Riana, memerhatikan ada sedikit kilauan dari pantulan cahaya lampu perpustakaan dari daerah dekat leher bajunya.

Seperti katanya, ia selalu memakai kalung itu, namun sepertinya ia tidak pernah menunjukkannya kepada Rafael, entah apa alasannya. Seandainya Rafael menyadari, aku yakin anak itu akan senang bukan main melihat hadiah kecilnya yang selalu di bawa oleh orang yang disukainya, batin Riana.

“Lalu, apakah kakak dapat mendengar niat buruk dari kakak di sana itu,” Claudia menunjuk ke arah Frieda yang duduk di jauh disisi ruangan bersama Rafael, ia ingin menguji kemampuan Riana.

“Ah, kalau soal itu aku tidak bisa melakukannya lagi.Sepertinya kemampuan itu sudah hilang sejak aku kelas dua SMP.Lagi pula, Frieda bukanlah gadis yang jahat.Dia sangat baik, perhatian dan wajahnya manis pula.

“Sebenarnya kami juga sering keluar bersama, entah itu berbelanja atau makan siang di akhir pekan.Kami banyak berbicara tentang berbagai hal, namun ketika fokus pembicaraan mengarah kepada Rafael suasana pun jadi canggung”

“Sayang sekali ya.” Claudia kecewa karena tak dapat melihat langsung kemampuan spesial Riana.Claudia melihat sekelilingnya, matanya bergerak cepat menyisir ruangan itu.

“Claudia, seperti yang tadi aku ceritakan.Pada hari pemakaman adikku aku sempat melihatnya berdiri bersama seorang asing dengan pakaian serba hitam, menurutmu bagaimana itu?”

Soal itu ya, Jack mungkin tahu sesuatu tapi aku tidak  yakin dia mau menceritakannya padaku.Untuk sekarang akan ku jawab sebisaku, batin Claudia

“Mungkin saja, adikmu ingin menyapamu untuk terakhir kalinya sebelum ia menyebrang ke alam yang berbeda denganmu,” kata Claudia.

“Begitu ya, tapi setelah itu sebenarnya ia cukup sering mengunjungiku di malam hari.Awalnya aku berpikir itu hanya mimpi jadi aku selalu mengabaikannya. Ia datang berdiri di samping tempat tidurku sambil terus meminta maaf, hal itu membuatku takut namun karena merasa hanya mimpi aku terus menghiraukannya. Setelah cukup lama itu terjadi, akhirnya aku menyadari itu bukan mimpi jadi aku mengajaknya bicara sebentar dan sejak itu ia tak pernah kembali lagi,” cerita Riana.

Claudia sedikit terkejut mendengar cerita itu, namun ia berusaha mengendalikan raut wajahnya. “Baguslah,Kak, mungkin setelah itu akhirnya adikmu bisa pergi dengan tenang.”

“Semoga saja, sejujurnya aku sempat khawatir ia tak dapat menemukan jalan untuk pergi dan masih tersesat di dunia ini.”

Claudia kemudian beranjak dari tempat duduknya dan mendekati rak dengan setumpuk majalah dan koran di atasnya.Ia membawa beberapa dan menunjukkannya pada Riana.

“Coba lihat ilustrasi ini, kak.” Claudia menyerahkan majalah remaja yang baru saja diambilnya itu.Pada halaman sampulnya terlihat ilustrasi pasangan muda-mudi yang berteduh bersama di bawah payung dari hantaman hujan sepulang sekolah.

“Ilustrasi yang bagus ya, orang yang membuatnya pasti sangat berbakat.Kalau tidak salah ini ilustrasi dari cerita bersambung ‘cinta di musim hujan’ bukan?” tanya Riana.

“Maaf kak, aku tidak tahu cerita itu.Tapi ….”

“Tapi apa Claudia?”

“Tidakkah kakak menginginkannya?” Claudia bertanya dengan tatapan serius pada Riana.

Riana berpikir sejenak mencoba mencerna maksud Claudia. “Ti-tidak mungkin itu bisa terjadi, kamu lihat sendiri betapa dekatnya Frieda dan Rafael, sepertinya aku tidak punya kesempatan.Seperti yang dikatakan oleh pustakwan tadi, aku selalu di kawal ketat oleh ajudan yang dikirimkan tuan Finch, ia memang baik tapi jika ia tahu ada laki-laki lain yang dekat denganku selain putranya,entah apa yang mungkin terjadi dengan Rafael.”

“Lalu?” tanya Claudia.

“Selama masa SMA ini, aku selalu menjaga jarak dengan Rafael, terlebih  lagi sepertinya ayahku tidak sanggup membayar sisa hutangnya tahun ini dan kak Victor mungkin tidak bisa menentang kehendak ayahnya.Mungkin aku dan Rafael tidak ditakdirkan bersama, jadi setidaknya aku bisa melihatnya bahagia dari sudut pandang ini bersama orang lain.Terlebih lagi jika orang itu adalah Frieda, aku tidak akan protes akan hal itu,” kata Riana.

“Jadi kakak menyerah? Padahal ada kesempatan bagus di waktu dekat ini,” ucap Claudia.

Riana penasaran. “Maksudnya?”

Claudia menunjukkan koran yang diambilnya bersama dengan majalah tadi, ia membuka halaman yang memuat ramalan cuaca mingguan di Kota Golden Valley.

“Lihatlah empat hari dari sekarang akan turun hujan pada sore hari, jika bernasib baik ada kemungkinan kalian akan merasakan suasana dalam ilustrasi majalah tadi,” ujar Claudia.

Untuk beberapa saat wajah Riana sempat memerah, membayangkan apa yang dikatakan Claudia.Namun, ia hanya menghela nafas dan menggelengkan kepalanya.

“Sepertinya mustahil, biasanya ia akan pulang bersama Frieda.Terlebih aku harus mengikuti kelas khusus untuk persiapan studi di luar negeri yang disiapkan oleh keluarga Finch untukku”

“Tapi kak, setidaknya percayalah pada keajaiban, aku yakin hari yang baik itu akan datang kepada kakak,” kata Claudia.

Dan jika keajaiban itu tidak terjadi, biarkan aku yang membuatkannya untukmu.Setidaknya hubungan kalian harus menjadi jelas, bukan abu-abu seperti sekarang  atau  akan ada pihak yang lebih tersakiti lagi, batin Claudia.

Riana tersenyum pada Claudia sambil mengelus halus kepalanya. “Keajaiban ya … semoga saja aku mendapatkan salah satunya.” Sebenarnya ia sudah hampir tidak percaya lagi akan hal itu setelah apa yang diharapkannya tak kunjung terjadi, namun ia tidak ingin mengecewakan wajah polos dihadapannya itu.

Kemudian pustakawan yang bertugas di sana mendekati mereka, ia berbisik pada Riana, memberitahunya sesuatu.

“Begitu ya, mereka sudah menemukannku.Terima kasih kak Sisca.”

Riana segera membereskan barang-barangnya bersiap untuk pergi.

“Terima kasih banyak ya Claudia, mungkin selanjutnya kamu lah yang harus menceritakan tentang dirimu kepadaku.” kata Riana.

“Tidak masalah jika kita bertemu kembali.” Claudia merogoh tasnya dan mengeluarkan sekantung kerikil yang dikumpulkannya dalam perjalanan ke perpustakaan tadi. “Ambillah ini kak, hadiah dariku” Claudia menyerahkan kantong itu pada Riana.

“Ah, terima kasih banyak aku akan menjaganya.Sampai jumpa.”

Riana melambaikan tangannya bergerak menuju pintu keluar, saat itu Riana membalikkan badannya.Sementara Claudia mengeluarkan lensa yang diberikan oleh jack sebelumnya dan mengarahkannya pada Riana.

Begitu ya,setidaknya aku harap kamu dapat bertahan sampai empat hari lagi akan kulakukan sesuatu terhadap anak laki-laki itu.

Orang baik sepertimu setidaknya berhak untuk satu atau dua kebahagiaan kecil meskipun untuk waktu yang singkat.

Kata Claudia dalam hatinya sambil memandangi lensa yang tak memantulkan bayangan Riana, pertanda kematian yang telah dekat kepadanya.

Setelah Riana pergi, Claudia masih berada di perpustakaan itu, bersama dengan Frieda dan Rafael yang duduk jauh di sudut lain ruangan.Meskipun telah lama berada di sana mereka tidak menyadari kehadirannya, dan sebenarnya itu juga karena ulah Claudia membuat mereka menghiraukannya dan Riana.

Karena harus segera kembali, Claudia tidak sempat membaca buku yang dipinjamkan kepadanya.Selain itu, dia juga harus menyempurnakan rencana yang telah dipikirkannya selama bersama Riana tadi.

Karena penasaran dengan buku itu, ia pun memutuskan untuk meminjamnya .Namun, syarat untuk meminjam buku di perpustakaan adalah memiliki kartu anggota dan telah berusia tujuh belas tahun.Dengan tampilannya yang seperti anak berusia delapan tahun, dia memerlukan wali untuk menjaminnya.

“Maaf sepertinya aku tidak bisa meminjamkan buku ini, kembali saja lagi besok jika ingin membacanya,” kata pustakawan itu pada Claudia.

“Lalu, bisakah saya membelinya?” tanya Claudia.

“Tentu saja tidak, buku itu adalah milik perpustakaan.Namun, jika kamu bersikeras ingin memilikinya aku bisa menjual cetakan lain buku itu yang merupakan milik pribadiku.Aku juga sudah berulang kali membacanya,” jawab pustakawan tersebut sambil menyerahkan cetakan lain buku itu yang ia letakkan di mejanya.

“Baiklah, aku akan memba—“ Claudia teringat bahwa ia lupa membawa uang, saat ia merogoh tasnya ia menemukan sebuah kericil kecil yang tadi ia pungut, kemungkinan terjatuh dari kantong.Dengan kemampuan iblisnya ia pun merubah kerikil tadi menjadi berlian dan menyerahkannya pada pustakawan itu.

“Apa ini cukup?” tanya Claudia.

Ekspresi Sisca, pustakawan itu, tidak banyak berubah, ia hanya tersenyum pada Claudia dan menerima berlian itu.

“Mainan yang bagus, aku akan menerimanya silahkan ambillah buku ini,” jawab pustakawan itu yang mengira bahwa berlian itu adalah replika.

“Terima kasih banyak.” Claudia menundukkan kepalanya, lalu pergi meninggalkan perpustakaan itu dan segera pulang ke kediamannya di tengah Hutan Golden Forrest.

***

Setelah sampai di rumah dan beristirahat sejenak, Claudia teringat akan sesuatu yang seharusnya dikerjakan tadi selama di kota.

“Sial! Aku lupa menulis dan mengirimkan balasan surat darinya,” seru Claudia di rumahnya.

Dengan segera Claudia menulis balasan untuk surat yang diterimanya, singkatnya ia mengatakan pada temannya itu untuk mundur sementara waktu sampai situasi menguntungkan dirinya. Dengan kesabaran segala sesuatu mungkin bisa dapat di raih meskipun banyak pula yang tidak sesuai dengan harapan, tapi tak ada salahnya untuk berharap.

Meskipun saranku ini terdengar jahat dan seakan memanfaatkan kesedihan orang lain untuk keuntungan sendiri namun setidaknya inilah yang bisa kusarankan, batin Claudia menanggapi surat yang dibuatnya itu.

Pada tengah malam ia kembali memasuki kota golden valley, dan sampai di salah satu komplek rumah.Ia tiba di rumah berlantai dua dengan pagar berwarna hitam terbuat dari besi dengan kualitas bagus.Di halaman depan rumahnya banyak di tanami berbagi jenis bunga berwarna-warni dan beberapa tanaman merambat yang sulurnya megitari pagar.

Claudia menyembunyikan hawa keberadaanya dan memasukkan suratnya ke dalam kotak surat di dekat gerbang rumah itu. Dengan kotak surat itulah mereka bertukar surat sebab Claudia tidak pernah membeberkan alamat ruamahnya yang sudah pasti akan membingungkan tukang pos. Oleh karena itu, untuk menerima surat dan mengirimkan balasannya Claudia harus datang tengah malam ke rumah itu.

Setelah selesai memasukkan surat balasannya ia bersiap meninggalkan rumah itu. Ketika ia mencoba mendongak ke arah jendela di lantai dua, ia melihat gorden yang bergerak seperti baru saja ditutup. Claudia menghiraukan hal tersebut dan segera bergegas meningalkan tempat itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status