Namanya Wulan Cayarini, anak kelas X-1. Wulan ini teman semasa kecil dari Emin, pantas saja Emin tahu nomor telepon gadis itu tetapi Emin tidak memberikan nomor telepon Wulan padahal dari kemarin Ezra memintanya. Alasannya karena Emin memang tidak pernah membawa ponsel ke sekolah, ditulis di secarik kertas saja katanya lupa.
Ezra tidak meminta nomor Wulan pada teman-temannya yang lain, yang ada nanti malah geger, soalnya Ezra sudah mengantongi nomor telepon cewek-cewek yang kecentilan padanya, nanti kalau tahu Ezra juga mendekati Wulan, bisa-bisa Wulan yang kena masalah, dimusuhi oleh murid-murid hits itu.Kenapa Ezra tidak meminta langsung nomor telepon pada orangnya? Jawabannya sudah, tetapi Wulan sama sekali tidak menggubrisnya dan tidak terlihat tertarik sama sekali. Itulah yang membuat Ezra geregetan setengah mati karena ingin sekali segera menaklukkan cewek jutek itu."Airnya agak bau gak, sih?" tanya Ezra ketika dirinya di hari Minggu pagi sedang menimba air untuk mencuci pakaiannya.Tiga hari yang lalu semua baju kotor dicuci oleh Ceu Itoh, dan sekarang apa-apa Ezra harus melakukannya sendiri karena ternyata selama ini mamanya mengawasi Ezra dan menanyakan kegiatan Ezra setiap hari pada Jajang, si anak yang tidak bisa berkata bohong."Iya, agak bau bangkai," jawab Jajang sambil mengendus air di ember timba. "Sepertinya ada tikus atau katak terjebak di dalam sumur.""Apa?!!" Ezra berseru kaget. Ia langsung melemparkan ember tersebut ke tanah dan airnya langsung tumpah berserakan. "Yang bener? Ih jorok banget, huek!""Sudah sering, kok, seperti ini. Tadi malam bapak mungkin lupa menutup sumur, makanya hewan-hewan bisa masuk.""Terus kita nanti makan, minum, mandi, nyuci airnya dari mana?""Kita ke empang. Atau kita timba di dekat kebun singkong di dekat rumah Surya.""Rumah Surya jauh gak?""Dekat empang terus lurus aja, yang rumahnya di belakang sawah."Ezra membereskan baju kotornya ke dalam ember. "Antar gue ke sana."Jajang mengangguk. Ia juga menjinjing ember berisi baju kotor miliknya. Karena kebetulan hari ini Mang Dasa dan Ceu Itoh sedang pergi ke sawah karena sekarang musim menanam padi, makanya sekalian Jajang laporan perihal ada bangkai hewan di dalam sumur. Jadi nanti pas pulang dari sawah, Mang Dasa bisa memberitahukan pada tukang sumur untuk membantu menguras sumur supaya steril kembali."Mana sumurnya, Jang?" tanya Ezra ketika sudah sampai tetapi tidak menemukan sebuah sumur yang dimaksud Jajang. Yang ada hanya sebuah lahan cor-an sebesar lima kali lima meter dan sebuah papan penggilasan yang terbuat dari kayu, ada juga yang dari batu."Itu, Akak Ezra, yang besi itu." Jajang sudah duluan berada di lahan cor-an itu sambil melepaskan sandalnya."Ini yang kayak monumen apa?" tanya Ezra yang penuh dengan rasa penasaran dan keheranan."Ini namanya pompa air. Akak Ezra tinggal tarik ini kayak lagi pompa ban, terus lama kelamaan juga nanti airnya muncul." Jajang mempraktikkan duluan. Karena pompa air tangan itu sudah lama dan banyak karatan, makanya agak susah untuk digerakkan.Setelah mengeluarkan banyak tenaga, akhirnya Jajang berhasil memompa dan air tersebut keluar dengan deras juga jernih."Oh, gitu." Ezra manggut-manggut mengerti.Sementara Jajang sudah mulai mencuci pakaiannya, Ezra mengamati apa yang anak kecil itu lakukan. Di selokan yang airnya jernih, letaknya tidak jauh dari rumah Surya, ada beberapa ibu-ibu dan anak-anak seusia Ezra sedang mencuci pakaian dan piring.Ezra dengan cermat mengamati bagaimana cara orang-orang mencuci baju. Bukannya Ezra tidak yakin dengan apa yang Jajang lakukan, soalnya Jajang itu masih kecil, anak laki-laki pula. Pasti untuk masalah kebersihan sangat jauh berbeda dengan ibu-ibu. Tapi ternyata, cara mencuci Jajang cukup sama dengan yang ibu-ibu itu lakukan, bedanya ibu-ibu itu ada yang mencuci menggunakan sikat."Airnya segini, deterjen-nya segini, kucek-kucek sampai berbusa, masukkan baju yang sudah basah terus kucek-kucek lagi sambil diaduk-aduk, terus gilas di atas batu ini," gumam Ezra.Jajang yang mendengar suara Ezra itu hanya bisa menahan tawanya. Sekuat tenaga ia merapatkan bibirnya supaya tidak kelepasan.Selama mencuci, Ezra banyak mengembuskan napas saking pegalnya. Dan kini giliran membersihkan cucian, Ezra yang bertugas memompa air karena tidak tega pada Jajang."Pindah aja ke empang sana, yuk! Mumpung lagi kosong."Jajang mengangguk saja dan mengikuti Ezra.Karena air pancurannya cukup besar, jadi membersihkan cucian tidak begitu sulit."Kamu pergi ke luar, gih. Jaga. Gue udah gak kuat kebelet, nih."Jajang kembali mengangguk. Ia membelakangi empang karena Ezra ingin buang air. Saat sedang buang air pun Ezra merasa tidak nyaman, takut ada orang yang melihat atau datang. Kalau bukan karena kepepet, Ezra sungguh sangat tidak mau buang air di sini, soalnya kelihatan banget bom nyemplung ke dalam kolam."Yuk, pulang," ucap Ezra setelah selesai dengan panggilan alamnya."Sebentar, Jajang juga sakit perut. Kalau Akak Ezra mau pulang, gak apa-apa, kok, Jajang ditinggal.""Ya udah sana duluan, gue tunggu di sini."Sambil menunggu, Ezra mencoba memotret pemandangan sawah yang ada di depannya. Tapi begitu berbalik ke arah kanan, Ezra langsung kaget seketika saat melihat Wulan tepat berada di depannya, dengan jarak yang kurang dari sepuluh meter."Mampus!" ucap Ezra dalam hati. Merutuki dirinya yang terlihat tidak keren sama sekali.***"Ezra! Ezra! Ezra!""Den Ezra! Den Ezra! Den Ezra!""Akak Ezra! Akak Ezra! Akak Ezra!"Ezra yang sedang merenung di bawah pohon mahoni sambil mengisap rokoknya dan menatap langit perkampungan yang gelap cerah dari sinar rembulan dan bertabur bintang itu menolehkan kepalanya saat samar-samar mendengar suara yang memanggil namanya."Paling itu halusinasi gue," ucapnya pelan.Ezra mengembuskan napas. Sore tadi setelah makan, Ezra langsung pamitan pada Mang Dasa dan Ceu Itoh, Ezra bilang ia akan pergi ke pasar untuk membeli sesuatu, padahal aslinya Ezra akan melarikan diri alias kabur ke Jakarta.Sayangnya, di tengah jalan Ezra tersesat. Ezra lupa lagi jalan yang dilaluinya saat datang dulu. Dan pada akhirnya, Ezra terdampar di jalanan becek dan berbatu yang di samping kanan dan kirinya adalah perkebunan, bisa dibilang mirip hutan saking rindangnya pepohonan di sini.Alasan kenapa Ezra tidak nekat melanjutkan perjalanan dan mencari jalan lain karena mamanya meneleponnya dengan suara yang amat murka, ternyata mamanya mendapatkan laporan dari Mang Dasa kalau sudah jam setengah tujuh Ezra tidak kunjung pulang, selain itu tas dan baju-bajunya yang ada di lemari hanya tersisa tiga setel pakaian dan seragam sekolah saja.Alasan yang kedua yaitu karena motornya kehabisan bahan bakar, juga Ezra beberapa kali terjatuh gara-gara terjalnya jalanan ini.Sebab musabab Ezra ingin kabur dari kampung karena ia sangat tidak betah tinggal di sini, bayangkan saja, Ezra yang anak gaul hobi nongkrong tiba-tiba berubah menjadi anak rumahan yang setiap hari hanya rebahan di kamar, Ezra berasa berubah menjadi anak yang culun banget, kuper alias kurang pergaulan. Selain itu masalah makanan, Ezra tidak terbiasa makan seadanya. Sebelum ke kampung, Ezra yang setiap hari ia makan itu empat sehat lima sempurna. Setiap hari yang dimakan itu daging dan daging. Makan yang enak-enak dan mewah pokoknya. Dan masalah yang utama, tentu saja masalah air.Setiap hari ketika ingin mandi atau buang air harus menimba dulu, sebagai anak yang setiap akhir pekan pergi ke tempat gym, bukan masalah besar untuk Ezra karena menimba air di sumur hitung-hitung sebagai pengganti angkat barbel. Tapi jika keadaan sedang darurat, menimba air di sumur itu tidak bisa diajak kompromi, seperti kejadian tadi pagi saat Ezra harus terpaksa buang air di empang dan dilihat oleh orang-orang.Asli! Ezra malu pakai banget! Saking malunya, Ezra jadi ingin pergi saja dari kampung ini dan gak balik-balik lagi. Titik!"Akak Ezra!""Ezra!""Emak! Pak! Akak Ezra sudah ketemu di sini!"Ezra menatap dua orang yang berdiri di depannya sambil menerangi wajah Ezra dengan senter yang membuat mata Ezra silau."Ezra, kamu kenapa gak pulang-pulang? Orang-orang di rumah panik nyariin kamu, lho.""Elo beneran Emin, kan?" tanya Ezra sambil menatap wajah Emin dengan penuh selidik. Takut-takut jika nanti yang dihadapinya ini adalah Emin jadi-jadian."Iya, ini aku Emin. Teman sebangku kamu.""Akak Ezra kenapa pergi dari rumah?" tanya Jajang.Ezra membuang puntung rokok yang sudah hampir habis. Ia diam-diam mencubit lengannya yang kebas karena hawa dingin malam. Ah, ternyata rasanya lumayan sakit juga. Berarti ini bukanlah halusinasi."Deeennn!" Ceu Itoh berlari kemudian memeluk tubuh Ezra. Sambil menangis terisak, Ceu Itoh menanyakan pertanyaan yang sama seperti Emin dan Jajang yang belum sempat dijawab oleh Ezra.Senin pagi Ezra sudah berpakaian rapi, siap berangkat ke sekolah. Setelah malam Senin yang panjang dan penuh drama kabur yang berujung tersesat di hutan belantara yang ternyata dua minggu yang lalu tempat tersebut pernah ada orang yang meninggal gara-gara dibunuh dan dibuang di sana.Mendengar cerita tersebut membuat Ezra ketakutan dan memilih untuk kembali pulang ke rumah Mang Dasa. Tapi bagi Ezra, ancaman dari mamanya lebih membuatnya ketakutan daripada kengerian dari si arwah hantu yang gentayangan.Tidak ada satu pun yang bisa mengalahkan dari kekuatan seorang ibu-ibu."Mbok, Mang, Ezra berangkat dulu." Ezra mencium kedua orang mantan asisten rumah tangganya dulu.Kebiasaan yang diajarkan oleh Ceu Itoh itu sampai sekarang tidak hilang dan masih dipertahankan oleh Ezra. Makanya mamanya Ezra lebih memilih dan mempercayai Ceu Itoh untuk kembali mengurus Ezra.Kemarin malam juga Ezra sudah meminta maaf kepada Mang Dasa, terutama pada Ceu Itoh. Ezra janji tidak akan kabur lagi, apalagi
Sekolah tiba-tiba dihebohkan oleh Ezra yang datang ke sekolah dengan membonceng seorang murid yang merupakan kakak kelasnya di kelas sebelas. Siapa lagi kalau bukan Febri, kakak kelas hits yang menjadi salah satu primadona sekolah.Dengan dibonceng motor sport yang keren abis karena hanya Ezra satu-satunya yang punya, dibonceng oleh cowok super ganteng dan keren yang berasal dari kota, hidup Febri bagaikan ketiban durian runtuh. Rezeki ini punya pacar yang bisa membuatnya seperti ratu sejagat dan membuat para kaum hawa iri. Kaum adam juga iri karena si anak baru dari kota itu bisa dengan cepat menaklukkan Febri hanya dalam waktu kurang dari dua minggu."Kamu beneran pacaran sama Teh Febri, Zra?" tanya Emin begitu Ezra sudah duduk di sebelahnya.Karena Emin ini jenis murid yang selalu datang paling pagi, jadi ia bisa langsung mendengar kasak-kusuk gosip dari orang-orang yang datang setelahnya."Iyalah, makanya gue bisa boncengin dia ke sekolah. Ternyata gampang juga buat dapetin dia."
Motor trail KLX milik Ezra terparkir di kebun sepetak yang teduh dan dipinggirnya ada selokan kecil. Selain motor Ezra, ada beberapa motor yang lain termasuk motor Mang Dasa.Langkah kaki Ezra mengikuti pijakan kaki Emin yang sangat luwes berjalan di atas galengan sawah yang tanahnya agak lembek karena ini musim menanam padi, jadi semua sawah dipacul dan dialiri oleh air dari sungai irigasi.Emin berhenti di sebuah petakan sawah yang belum dipacul, masih banyak rumput liar yang tumbuh di sana. Emin langsung mengeluarkan celurit dan mulai menyambit rumput-rumput yang terlihat hijau dan segar tersebut.Ezra memilih untuk duduk di sebuah batu berukuran sedang. Tangannya sibuk membidikkan kamera ponselnya untuk memotret pemandangan yang menurutnya sangat indah. Sekalian nanti foto tersebut ia kirimkan ke mama dan papanya. Pasti mereka mengiri melihat Ezra bisa bermain di sawah yang dari dulu sangat diidam-idamkan oleh mereka berdua."Kapan-kapan kamu mau ikut aku ke sawah yang ada di daer
"Besok Ezra pulangnya agak sorean. Jadi mamang sama mbok gak usah cemas nyariin Ezra, ya," ucap Ezra ketika mereka berempat sedang makan malam."Memangnya Aden mau ke mana?" tanya Ceu Itoh, yang terlihat sedikit kepedasan karena makan sambal terasi dan ikan asin berserta lalap daun singkong. Yang terlihat memakan daging hanya Ezra saja, tuan rumah semuanya tidak ikutan. Katanya lebih nikmat makan lalap dan ikan asin, apalagi pakai sambal. Beuh, makanan Italia saja rasanya kelewat jauh."Mau main, sekalian keliling kampung. Sudah hampir satu minggu di sini tapi gak jalan-jalan, bosan juga di rumah terus.""Kenapa gak main ke sawah lagi aja, Kak? Rencananya besok aku dan teman-teman mau berenang di sungai dan ngeliwet di sana.""Masa aku harus main sama anak kecil?""Tapi Akak Emin dan Teh Wulan juga suka ikutan, lho. Teman-temannya yang lain juga suka ikutan.""Kapan-kapan aja." Yang artinya itu tidak akan pernah, kecuali kalau mainnya tidak di sungai atau sawah, pokoknya di tempat yan
"Den, mau ikut ke masjid nggak?" tanya Mang Dasa.Ezra yang baru saja mematikan televisi langsung menoleh. "Gak dulu deh, Mang," jawabnya."Kapan-kapan Aden ke masjid, ya. Ini perintah langsung dari ibu soalnya. Kata ibu biar Aden rajin solat dan bisa ngaji." Ceu Itoh datang sambil membenarkan letak mukenanya.Di belakang Ceu Itoh, Jajang juga sudah rapi dengan sarung, peci dan juga baju kokonya yang terlihat licin."Iya, Mbok.""Semua pintu kunci ya, jendela juga kunci. Soalnya akhir-akhir ini banyak kabar kalau maling mulai berkeliaran lagi. Kunci garasi dari dalam saja ya, Den, biar nanti kalau ada apa-apa maling susah buat masuk ke sana." "Iya, Mang.""Kami pergi dulu, ya. Hati-hati di rumah. Assalamualaikum." "Waalaikumsalam."Setelah ketiga orang itu keluar dari rumah dan berbelok jalan menuju masjid, Ezra langsung mengunci pintu depan pergi ke belakang untuk mengecek pintu-pintu yang lain, terutama pintu garasi. Kara harga barang yang ada di garasi lebih mahal dari harga bara
"Kalau ada orang yang mau lewat, seharusnya kamu sadar diri. Minggir dong sana, jangan ngehalangin jalan."Ezra tersenyum simpul sambil menoleh ke arah Wulan dan teman sebangkunya, Kemala."Kalau ada orang yang udah nolongin, seharusnya lo juga bilang terima kasih, dong."Wulan menautkan alis, bingung. Soalnya Wulan tidak merasa berhutang budi apa pun."Lo jangan pura-pura gak tahu ya, Lan. Gue itu udah nolongin ternak para warga yang dicuri, gue juga udah menangkap malingnya. Seharusnya lo berterima kasih ke gue karena ayam paman lo gak jadi raib gara-gara maling itu."Ezra tahu pamannya Wulan jadi korban kemalingan itu dari Mang Dasa dan Emin. Ezra semakin bangga pada dirinya sendiri karena berhasil mencuri perhatian dari anggota keluarganya Wulan. Kalau seperti ini, pandangan keluarga besar Wulan akan terus menilai Ezra dengan positif. Siapa tahu nanti kalau Ezra berniat mendekati Wulan keluarganya akan langsung memberikan lampu hijau."Kamu pamrih? Perasaan pak polisi yang suka me
Di rumah Mang Dasa sekarang banyak orang, lebih banyak teman-teman Jajang, sih, sebenarnya. Soalnya mereka datang atas rekomendasi undangan dari sang tuan rumah. Bukan suatu rahasia lagi kalau sekarang semua perabot yang ada di rumah itu serba baru, apalagi sebuah televisi LED 32 inch terpampang jelas di ruang tengah, menonton di layar televisi slim dan super cerah berasa sedang menonton layar di bioskop."Sini, Mbok biar Ezra aja yang bawa ke luar," ucap Ezra saat melihat Ceu Itoh hendak membawa satu nampan berisi goreng bakwan dana tahu isi.Gorengan tersebut akan disuguhkan pada orang-orang yang sedang bekerja memperbaiki bak kamar mandi, membuat cor beton untuk penyangga toren air juga membuat tempat cuci piring di luar, samping sumur. Selain itu sumur juga sudah dipasang mesin air, jadi Ezra dan yang lain tidak usah repot-repot menimba lagi. Di dapur juga sudah dibuat wastafel, jadi sekarang kalau Ezra mau mencuci piring tidak harus repot-repot keluar. Ah ya dan satu lagi yang pa
"Kata Wulan kamu nyariin rumah aku? Bener, nih? Kamu mau ngapel? Kenapa nggak pas malam Minggu aja, sih?" tanya Sulis. Ia terlihat tersipu karena tidak menyangka Ezra akan menemuinya.Ezra mengerutkan kening. Tetapi kemudian ia tersenyum. "Iya, nih. Aku tiba-tiba kangen sama kamu."Pipi Sulis sedikit merona. "Kamu bisa aja. Kan kalau kamu kangen sama aku, kamu bisa telepon aja. Besok juga, kan, kita bisa ketemu di sekolah.""Karena aku kangennya sekarang, jadi pengen ketemu sama kamunya sekarang.""Iiih... kamu bisa aja." Sulis memukul-mukul lengan Ezra dengan gemas.Rumah Sulis itu menyatu dengan sebuah warung. Rumahnya juga bertingkat dua. Tidak terlalu megah, tetapi untuk ukuran orang kampung sini keluarga Sulis itu cukup berada. Di samping warung, ada sebuah garasi dan mobil pickup yang di dalamnya terdapat beberapa tumpukan kardus dan sembako. Mungkin tadi habis belanja dari pasar dan belum dibereskan.Tidak berapa lama Wulan sudah kembali sambil menjinjing kantong kresek berukur