Zie mencoba menenangkan hati dan pikirannya, perlahan dia menoleh karena yakin Sean pasti sudah merapikan baju dengan benar. Wanita itu mengulum bibir, dia bingung harus berbuat apa karena sekarang hanya berdua dengan pria dingin nan manis yang sejak remaja dia kagumi di dalam kamar.“Kamu tahu?”Zie menggeleng cepat, bahkan saat Sean belum juga menyelesaikan ucapannya.Pria itu mengedikkan bahu, bahkan masih tak mau memperlihatkan senyuman meski geli dengan tingkah Zie.“Ada banyak hal yang ingin aku bicarakan denganmu,”tutur Sean.“Bicarakan? Soal apa?” tanya Zie dengan raut muka panik.Zie benar-benar takut. Takut kalau Sean tiba-tiba membahas kejadian di malam mereka menghabiskan waktu bersama untuk bercinta. Melihat gelagat Zie yang kurang nyaman, Sean memutuskan menunda niatan. Ia meminta sang istri untuk berganti baju atau sekadar cuci muka lebih dulu. Sean bilang masih bisa menunggu Zie untuk melakukan semua itu.“Aku akan menunggu, buat dirimu nyaman karena apa yang akan aku
“Masalahnya ada orang jahat yang mengincarku. Jika sampai pernikahan ini terpublis, apa kamu pikir semua akan baik-baik saja? Mungkin apa yang aku ucapkan sama sekali tidak penting bagimu maka dari itu kamu lupa, aku sudah bilang ada orang yang dengan sengaja memberiku obat perangsang malam itu,” balas Zie. “Dan aku harus menemukan siapa dia,”imbuhnya.“Apa kamu detektif? Apa kamu polisi? Bagaimana caranya menangkap orang jahat itu?”“Aku sudah memiliki beberapa nama, jadi tidak perlu cemas. Setelah pemilihan wali kota berakhir aku akan mulai menyelesaikan masalah ini.”“Bagaimana kalau kamu terpilih? Bukankah survei di banyak tempat menunjukkan kamu memiliki peluang menang? Atau jangan-jangan survei itu palsu dan timmu yang membayar?” tuduh Sean.“Sembarangan, aku bukan orang seperti itu.”Muka Zie seketika berubah garang, dia merasa tidak senang dengan tuduhan Sean yang terkesan menyudutkan dan meremehkan. Zie yang kesal memilih menghempaskan tubuh ke ranjang. Ia memeluk guling dan
"Aku tidak begitu buruk, Zie. Semua wanita pasti ingin mendapat suami sepertiku. Hanya kamu yang aneh tidak mau mengakui dan malah harus aku yang memaksamu.”“Bukan begitu,” jawab Zie. “Kamu berkata seperti ini seolah-olah hubungan kita ini normal dan wajar,” gumamnya di dalam hati.“Balas pesan dari orang yang menghubungimu dan mengganggu tidurku tadi. Kita temui dan jelaskan padanya!” titah Sean sambil berjalan menuju kamar mandiSikap seenaknya itu membuat Zie rasanya ingin menenggelamkan diri ke rawa-rawa agar habis dimakan buaya.“Zie, handuk donk di lemari. Aku lupa.”Zie mengembuskan napas kasar dari mulut. Apa sekarang ini dia sedang bermain rumah-rumahan dengan Sean?☘️☘️☘️Setengah jam kemudian, baik Sean dan Zie sudah rapi dan turun ke bawah untuk sarapan. Gadis itu merasa aneh, sepertinya dia kurang betul memakai korsetnya hingga kurang nyaman dibagian punggung.“Kalian rapi sekali, apa mau pergi?” Selidik Ghea melihat Zie dan Sean bergantian. Keningnya berkerut halus, bah
“Apa kamu pikir aku akan bertanya alasanmu? Aku tidak mau tahu.” Zie menatap nyalang, dia sudah berpikir apa yang dikatakan Sean pasti akan membuatnya sakit hati.Namun, tak Zie sangka Sean malah melepas seat belt dan merengkuh tengkuknya, Zie yang kaget pun sampai memejamkan mata berpikir Sean akan menciumnya, tapi apa yang Zie duga tak terjadi. Sean berhenti tepat saat puncak hidung mereka terlihat hampir menempel satu sama lain.Zie perlahan membuka mata, tubuhnya seketika lemas saat menyadari betapa dia masih sangat mencintai pria dingin yang wajahnya masih sangat dekat dengannya ini.“Orang itu masih mengikuti kita, bukankah lebih baik terlihat bermesraan dari pada bertengkar?”“Apa dia sudah pergi? Kamu bisa duduk dengan benar sekarang,” ucap Zie kemudian. Bukannya langsung menuruti ucapan sang istri, Sean malah memindai manik mata Zie. Hingga perasaan aneh muncul kembali di dada gadis itu. Matanya merambang, dia pasti akan menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini jika s
"Ti.. Tinggal bersama?""Hem ... aku akan tinggal di sini, denganmu!"Zie bingung, apakah berkah atau musibah yang akan dihadapinya ini. Ia masih tak percaya dengan ucapan Sean, dan bertanya lagi ke suaminya itu demi sebuah penegasan. "Apa main rumah-rumahannya pindah? Jangan becanda karena ini tidak lucu. Kamu tahu hubungan kita seperti apa.""Hubungan kita seperti suami istri, begitu saja tidak tahu." Sean malah menghina, wajah dinginnya itu semakin Menjengkelkan karena senyum di sudut bibir yang membuat Zie hampir saja terpesona. "Terserahlah! kita lihat saja berapa lama kamu akan bertahan," ucap Zie lantas menuju ranjang dan berbaring untuk berpura-pura tidur. Ia masih mendengar suara Sean membongkar koper, bahkan bertanya bolehkah memasukkan baju ke lemari miliknya. "Ya sudah, kalau tidak dijawab. Aku anggap kamu memberi izin," kata Sean. Pria itu tersenyum karena sang istri menggerakkan kaki seolah ingin berkata 'sesukamu saja'☘️☘️☘️Malam itu terlewati tanpa drama, hingga
Sean menyusuri jalanan yang lengang karena hari masih pagi. Dia beberapa kali berdecak karena belum menemukan mini market yang buka. Dirinya tidak mungkin kembali tanpa membawa sikat gigi karena khawatir Gani akan mengolok-oloknya nanti. Sean memutuskan berhenti di tepi jalan, dia melihat pedagang bubur ayam yang tak jauh dari tempatnya memarkirkan kendaraan dan berniat membelikan makanan itu untuk orang rumah. Namun, baru saja hendak meraih pintu dia tiba-tiba saja tersadar. "Tunggu, untuk apa Zie membersihkan mukanya pagi-pagi. Dia bahkan kemarin tidak mandi sampai hampir jam sepuluh pagi." Sean merasa tidak senang, jika Zie sampai pergi tanpa memberitahunya. Ia cepat-cepat turun untuk memesan sepuluh porsi bubur ayam lalu kembali ke rumah. Sesampainya di kediaman sang mertua, Sean memberikan bungkusan makanan itu ke pembantu yang berpapasan dengannya, dengan langkah terburu-buru, pria berwajah manis itu naik kembali ke kamar untuk menemui sang istri. Zie ternyata benar-benar a
Surya menjauhkan tangan yang hendak memegang Zie. Nampak jelas wajah semua orang kebingungan karena ucapan Sean barusan. Hingga mereka membiarkan saja Sean membopong Zie menuju tenda yang memang disediakan, jika ada peserta senam yang pingsan atau kelelahan. Sean begitu cemas, dia membaringkan Zie dengan perlahan ke atas ranjang yang tersedia, pria itu berdiri di samping sang istri saat tenaga medis mencoba memeriksa.Surya hanya diam memerhatikan, dia pun tidak bisa berbuat apa-apa saat melihat Sean yang begitu perhatian ke Zie. Pria itu hanya berdiri di depan tenda dan sesekali menjawab pertanyaan orang-orang yang mendengar ucapan Sean tadi. Pendukung Zie berbondong-bondong mendekat untuk melihat kondisi wanita itu. Mereka bahkan mengambil gambar Zie yang terbaring lemah, meski sudah di halau tapi tetap saja terlalu banyak orang yang memegang ponsel saat itu, hingga foto kondisi Zie pun tersebar luas.“Zie, apa kamu baik-baik saja?” tanya Sean dengan suara lembut, satu tangannya b
“Apa?” Raiga, Daniel, dan Ghea terkejut bersamaan saat mendengar cerita Sean jika Zie tadi sempat hampir tertabrak dan jatuh pingsan. “Apa pemotor itu sengaja?” tanya Ghea yang tentunya tidak akan terima, jika sampai calon cucu di kandungan sang menantu celaka. “Tidak tahu, Ma. Tapi yang jelas sekarang aku ingin mengecek kondisi janin Zie,” jawab Sean. Ia menoleh Zie yang terlihat kikuk karena semua orang kini mencemaskan dia yang sebenarnya sudah tidak apa-apa. “Kalau begitu ayo ke atas!” Raiga pun bersiap memeriksa sang kakak ipar. Zie sendiri merasa bingung, dirinya sudah berkata jika baik-baik saja, tapi Sean malah bereaksi berlebihan dan membuat semua orang cemas. Sean menatap ke lantai dua di mana kamar yang digunakan Raiga untuk memeriksa ada di sana. Tiba-tiba saja dia merasa cemas, hingga tak ada satu orang pun yang menyangka pria itu menggendong Zie tanpa permisi. Zie membelalakkan mata. Ia sangat terkejut karena Sean menggendong dirinya, meski ini sudah yang kedua