Ran terkejut saat ada seseorang yang menyodorkan minuman kaleng dingin ke arahnya. Wanita ini menengadahkan kepala melihat siapa yang melakukannya.
Bola matanya memutar saat tahu siapa orangnya. “Sedang apa kamu di sini?”
“Tentu aja kerja, Pumpkin. Kamu pikir ngapain lagi aku di hotel ini,” balas seseorang itu. Seseorang itu menarik kursi, lalu duduk di depannya.
“Kamu pasti tahu bukan itu maksudku! Yang aku tanyakan, sedang apa kamu di kantin karyawan?”“Mau jenguk calon tunangan.”
“Aku gak lagi sakit, Aryan Kusumo!”“Ya maksudku mau nemenin calon Nyonya Aryan Kusumo istirahat.”Semburat merah tiba-tiba saja muncul di kedua pipi Ran.“Aku sudah bilang, tidak perlu menggombaliku!”
“Siapa yang mau gombal sih. Orang ngomong jujur dibilang gombal.”“Lalu apa namanya pakai bawa-bawa“Bagus kan?”“Bagus, Tant__ ehm—Mama… maksud Ran, Mama,” ucap Ran meralat panggilannya untuk wanita paruh baya di depannya ini. Wanita ini sudah menatap Ran galak, sampai membuat Ran menciut.Sementara itu, di sebelah Ran, terdengar kekehan geli seorang pria. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Aryan. Pria ini sepertinya puas menertawakan calon tunangannya, karena bukan sekali ini saja Ran salah memanggil Kania dengan sebutan ‘Tante’.“Anak cantik harus biasain ya panggil ‘Mama’. Awas saja kalau tidak terbiasa!” ancam Kania.Aryan lagi-lagi terkekeh. Namun itu tak berlangsung lama, karena detik selanjutanya, pria ini meringis nyeri karena Ran menginjak kencang kakinya.“Barbar!” bisik Aryan tajam, yang hanya dibalas Ran wajah datar seperti biasa.“Kita beli dress kembaran ya, Sayang…” ucap Kania. Ran ingin menolak, karena sejak tadi Kania tak
//Aryan KusumoPumpkin, aku beneran gak ada apa-apa sma cwek2 tdi. Kamu percaya sma aku kan?Ran hanya menatap datar sebuah pesan yang baru saja masuk ke dalam ponselnya. Wanita ini sengaja tak membuka pesan itu, dan hanya membaca melalui notifikasi yang masuk. Ini sudah pesan ke sekian sejak tiga puluh menit yang lalu. Dan sudah beberapa kali pula panggilan tak terjawab memenuhi notifikasi ponselnya.Ran menatap langit-langit kamar. Pikiran wanita ini kembali berputar di kejadian tadi siang saat dirinya, Kania dan Aryan berjalan-jalan di sebuah mall. Tiga orang wanita itu teman-teman Aryan? Circle pertemanan yang seperti apa yang dijalani Aryan? Mengapa teman-teman pria itu sebagian besar berjenis kelamin wanita?“Memang dasar playboy cap cicak ekor buntung!” monolog Ran sambil tertawa kesal.RED PARADISE…Tiba-tiba saja nama yang disebut salah seorang wanita tadi
“Rrrr… Aryan, bisa kamu membiarkan aku makan sendiri?!” geram Ran dengan suara berbisik. Wanita ini menatap tajam sang calon tunangan yang saat ini menyodorkan daging sapi yang sudah diolah menjadi daging masak kecap ke depan mulutnya.“Sekali lagi. Ayo buka mulutmu, Pumpkin.”“Ini sudah ‘sekali lagi’ yang ke sekian kali, Aryan! Sejak tadi kamu menjejalkan makanan yang ada di piringmu ke dalam mulutku! Lihatlah, bahkan piringmu sudah hampir tak ada isinya!” Kesal Ran sambil menatap piring di depan Aryan yang sudah berkurang banyak dari sejak mereka makan siang di kantin Hotel Kusumo.Wanita ini tak habis pikir dengan sang calon tunangan yang sepertinya sengaja memamerkan kedekatan mereka pada para karyawan di hotel ini. Kemarin saja, saat Ran sibuk di kitchen hotel ini, Aryan masuk ke dalam kitchen dengan dalih ingin mencicipi sendiri makanan buatan Ran yang akan menjadi maka
“Seandainya kamu bukan sepupuku, udah aku pacarin kamu, Ran. Cantik banget kamu hari ini.”Ran memutar bola mata malas mendengar rayuan tak berfaedah itu. “Percaya dirimu itu sudah melewati garis finish, Ano. Kamu pikir kalau aku bukan sepupumu, aku mau menjadi kekasihmu?” balas Ran datar pada sepupu dari pihak sang mama.Wanita ini dan sepupunya terus berjalan menuju pintu masuk Hotel Kusumo untuk menghadiri acara ulang tahun salah satu rekan bisnis sang sepupu. Mengapa Ran yang menemani? Karena sepupu lajangnya ini tak suka menjadi incaran para wanita. Dia tak suka menjalin hubungan serius, makanya meminta Ran menemaninya agar tidak ada yang mendekati pria ini. Bukannya pria ini terlalu percaya diri, tapi dia memang selalu menjadi incaran para wanita sejak dia remaja.Sebenarnya, Ran dan sepupunya ini bisa saja menjalin kasih. Mengingat hubungan mereka bukan benar-benar sepupu, karena mama Ran bukanlah ibu kandung wanita ini. Tapi peras
“Kamu benar tidak ikut?”“Ran besok harus kerja pagi-pagi, Ma, dan pastinya akan telat kalau berangkat dari villa Oma.”“Ta—”“Ayo kita berangkat sebelum macet, Ma.”Ran menatap sang ayah penuh rasa terima kasih saat pria ini merangkul bahu istrinya. Pria paruh baya ini mengusap sayang kepala sang anak, karena tahu sang anak selalu tak nyaman jika berada di dekat ibu pria ini, dan Rion tidak ingin anaknya tertekan.Adila menatap tak rela ke arah anak tirinya ini, tapi akhirnya menghela napas berat, lalu mengecup sayang pipi sang anak. “Mama sebenarnya tidak akan tenang kalau meninggalkan kamu sendiri. Tapi karena kamu bersikeras tidak ingin ikut, mama bisa apa.”Ran terkekeh geli, lalu memeluk sayang sang mama. Wanita ini menyandarkan kepalanya manja di bahu sang mama. “Ran udah besar, Ma. Lagian juga Ran memang gak bisa ikut kalau sampai menginap.” Ran menen
“Pergi ke mana?”“Kurang tahu, Den. Tadi Non Ran cuma bilang mungkin nanti pulangnya malam.”Aryan terdiam dengan wajah gusar. Sebenarnya, ke mana calon tunangannya itu pergi? Sejak semalam sang calon tunangan tidak bisa dihubungi. Ponselnya pun sepertinya sengaja dimatikan, karena tadi sebelum mengunjungi rumah Ran, Aryan mencoba menghubungi wanita itu. Tapi yang terjadi malah suara operator yang menyapanya.“Den Aryan mau masuk?” tanya asisten rumah tangga di rumah ini, karena tak tahu harus bersikap seperti apa di saat Aryan malah terdiam di depan pintu rumah ini.Aryan kembali mengalihkan pandangan ke arah asisten rumah tangga itu, lalu menggelengkan kepala sambil tersenyum kecil. “Saya pulang aja kalau gitu, Mbak. Biar nanti saya coba hubungi dia lagi.” Setelah mengatakan itu, Aryan pamit, lalu berjalan menuju mobilnya yang terparkir.“Dia gak lagi pergi sama sepupunya itu kan?”
Ran hanya melirik sebal ke arah Aryan tanpa ada niat menjawab lebih lanjut.Aryan kebingungan sendiri atas apa yang diucapkan calon tunangannya ini. Pria ini menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tak gatal sama sekali. Apa maksud wanita itu?Karena tidak tahan dengan rasa penasaran, Aryan mengubah posisi duduknya. Pria ini membuka lebar kedua kakinya, lalu duduk mengangkang di bangku panjang ini. Pria ini kini sudah berhadapan dengan calon tunangannya yang saat ini masih betah menatap lurus ke depan.Aryan mencondongkan tubuh ke arah Ran, yang refleks membuat wanita ini terkejut luar biasa, sampai hampir terjatuh. Dia memang duduk di ujung bangku panjang ini, karena sengaja menjaga jarak yang lumayan jauh dengan Aryan.Aryan segera menarik lengan wanita berwajah datar ini, sampai Ran dapat duduk dengan benar kembali.“Hati-hati dong!” seru Aryan galak. “Kalau kamu jatuh, terus luka gimana?! Jangan bikin aku jantungan deh!” uc
Aryan dan Ran refleks menoleh ke arah sumber suara. Ran melebarkan mata saat melihat gadis cilik yang kemarin dilihatnya di sebuah mall. Bocah kecil yang digendong Aryan kemarin saat ini sedang berada di dalam gendongan seorang wanita cantik berhijab merah muda yang Ran taksir kira-kira berusia dua puluh tahun. Wanita cantik itu melangkah ke arah mereka sambil tersenyum manis ke arah Aryan.“Unch..anak ayah udah bangun?” Aryan melepaskan tangan Ran, lalu memasang mimik lucu sambil membawa gadis cilik itu ke dalam gendongannya setelah sebelumnya menghampiri gadis cilik itu.‘Anak Ayah?’Ran memperhatikan dalam diam. Matanya terus memperhatikan Aryan dan gadis cilik itu bergantian. Aryan terlihat sangat ahli melucu. Lihat saja, gadis cilik itu kini tertawa renyah saat Aryan mengeluarkan sebuah lelucon. Pandangan Ran beralih ke arah wanita cantik yang tadi menggendong bocah cilik yang saat ini berada di dalam gendongan Aryan. Wanita