Meyra menangkap sosok seseorang yang memakai baju bercorak flora tampak sedang melintas di belakang sang suami yang saat ini sedang duduk menerima panggilan video darinya.
Ada sebuah keresahan yang kian menjalar di hati Meyra, mulai menyeret Meyra dalam praduga yang membuatnya semakin tidak tenang.
Tapi nyatanya di seberang sana Meyra melihat wajah sang suami yang masih mengunggah sebuah ketenangan tanpa melirik sedikitpun ke belakang untuk melihat siapa sosok yang bersamanya saat ini.
[”Siapa itu tadi Mas?”] tanya Meyra mengulangi pertanyaannya.
[”Itu tadi mami, apa kamu ingin bicara dengan mami?”] tawar Nehan dengan cepat.
[”Apa mami sekarang sudah benar-benar sehat?”] tanya Meyra lagi.
Untuk beberapa hari ini ia masih belum bisa berbicara dengan ibu mertuanya karena Nehan selalu mengatakan jika ibunya sedang diharuskan untuk banyak beristirahat.
Tapi ketika melihat sosok yang ia lihat sebentar dan hanya menunjukkan tubuh bagian bawah saja dengan memakai rok bermotif flora Meyra beranggapan jika ibu mertuanya itu sudah benar-benar sehat sekarang.
[”Iya Mas, aku mau menanyakan kabar mami langsung, sudah lama juga aku nggak ngobrol sama beliau.”]
Sejenak Nehan tampak ragu menanggapi sebuah keraguan yang sempat ditangkap oleh mata Meyra meski ia tak langsung menanyakannya. Namun nyatanya Nehan kemudian bangkit dan mulai melangkah seperti sedang mencari sosok maminya itu. Tapi Meyra kembali menjadi kecewa ketika mendengarkan keterangan dari sang suami jika sang ibu mertua saat ini sudah masuk ke dalam kamar.
[”Mey, mami sepertinya sudah tidur, aku nggak mau mengganggu beliau,”] ucap Nehan dengan memasang wajah sedih.
[”Bagaimana jika besok atau nanti sore aku akan menghubungkan kamu langsung dengan beliau, sekarang aku harus bersiap, ada yang harus aku lakukan dan menemui seseorang untuk membahas awal pembukaan perusahaan. Doakan aku ya sayang,”] ucap Nehan.
[”Aku akan selalu mendoakan kamu Mas, cepat selesaikan semua urusan Mas di sana dan segeralah kembali. Aku sudah kangen Mas,”] sahut Meyra dengan melepaskan tatapannya yang selalu penuh cinta untuk sang suami.
Nehan mengulas senyumnya sembari menggerakkan tangannya di depan bibir memberikan isyarat ciuman jarak jauh dengan sepasang mata yang menyorotkan letupan kerinduan yang ia simpan di dadanya.
Setelah itu mereka mengakhiri panggilan itu dan kembali merasakan kesunyian yang semakin lama semakin menyiksa terutama untuk Meyra yang harus melewati hari-harinya sendirian di negeri asing.
***
Sudah nyaris dua bulan berlalu, sang suami yang dirindukannya masih belum kembali. Selalu saja alasan yang membuat sosok itu tak juga datang ke New York, terlebih sekarang Nehan sudah benar-benar mengundurkan diri dari perusahaan lamanya sementara perusahaan barunya sudah mulai berjalan di tanah air.
Sementara tak ada yang bisa Meyra lakukan kecuali menunggu kedatangan sang suami karena dirinya sendiri juga sangat sibuk saat ini.
Meski begitu Meyra berusaha menahan semua praduga yang sering hadir menghadirkan kegelisahan di benaknya.
Di kala ia melewati kesendiriannya dengan derap kesibukannya yang terkadang membuatnya sering lupa waktu, tiba-tiba ia kedatangan tamu yang tak pernah diduganya. Seseorang yang sebenarnya tak pernah lagi Meyra ingat.
Ketika Meyra menikmati kesendiriannya dengan membaca diktat kedokterannya di rumah mungilnya yang sekarang menjadi sangat sunyi, tiba-tiba bel pintu rumahnya berdenting.
Dengan agak malas Meyra melangkah ke depan untuk memastikan siapa yang datang di akhir pekan seperti ini. Selama tinggal di New York Meyra tak memiliki banyak teman, kecuali teman-teman kuliahnya yang sangat jarang ia ajak mengobrol karena mereka semua masing-masing sangat sibuk, juga segelintir orang yang ia kenal tak terlalu dekat di rumah sakit, selain itu Meyra tak memiliki kenalan di kota besar ini.
Sejenak Meyra berpikir itu adalah salah seorang dari mereka. Tapi ketika ia melihat pada lubang pintu dan mendapati sosok tegap itu berdiri di depan pintu membuat Meyra sedikit terperangah kaget.
Meski begitu Meyra tetap membukakan pintu karena bagaimanapun sosok pirang itu adalah saudara sepupu suaminya.
”Apa aku mengejutkan kamu?” tanya Kenrich datar ketika Meyra mulai membukakan pintu.
Meyra tercenung sesaat mengamati sosok pirang itu yang sekarang sudah menerobos masuk ke dalam rumahnya bahkan sebelum Meyra mempersilakan.
”Dari mana kamu tahu alamat rumahku?” tanya Meyra yang mendadak menjadi ingin tahu.
Sementara Kenrich sama sekali tak menjawab, malah mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruang depan yang ia masuki sekarang.
”Jadi sekarang kamu tinggal sendirian di rumah ini?” tanya Kenrich yang sekarang mulai mengarahkan tatapannya ke arah Meyra.
Meyra hanya mendesah sesaat menentang tatapan Kenrich dengan tajam.
”Untuk apa kamu datang ke sini?” tanya Meyra kemudian. Tatapan Meyra masih saja tajam. ”Suamiku sedang tidak ada di rumah sekarang.”
”Aku tahu, apa karena itu aku tidak boleh mengunjungimu?” tanya Kenrich santai sembari duduk di sofa ruang tamu tanpa menunggu persetujuan Meyra.
Meyra mendesah jengah selalu menjadi kehilangan kesabaran jika berhadapan dengan lelaki beriris biru itu.
”Katakan saja apa keperluan kamu?” tanya Meyra lugas masih bertahan untuk berdiri di hadapan lelaki yang sekarang sedang menelisik seluruh dirinya.
Meyra yang sedang memakai sweater warna pastel dengan rambut panjangnya yang dibiarkan tergerai tampak begitu manis di mata Kenrich yang sudah menjadi tertarik dengan istri dari sepupunya itu sejak awal mereka bertemu. Gigi gingsul Meyra malah semakin menjadikan ciri khas itu semakin membesut perhatian seorang Kenrich yang selama ini terkenal dingin dan angkuh dengan lawan jenisnya.
”Aku hanya berkunjung dan mengisi waktu kosongku itu saja. Lagi pula aku belum pernah ke New York sebelumnya jadi aku berpikir untuk mendatangi kota terkenal ini dan kebetulan kamu juga tinggal di sini sekarang.”
Meyra mulai sedikit mengalah, bagaimanapun lelaki menyebalkan itu adalah saudara dari suaminya jadi ia harus tetap menunjukkan keramahannya.
”Baiklah sekarang katakan padaku, kamu mau minum apa?” tawar Meyra meski wajahnya masih tampak tertekuk karena ia begitu terpaksa beramah tamah dengan sosok yang ia anggap sangat menjengkelkan itu.
Kenrich melebarkan senyumnya sebentar mendapati sikap Meyra yang sedikit berubah seperti memberikan ijin atas kunjungannya yang sangat tak terduga itu.
”Apa kamu tak menawariku makan? Aku sedang sangat kelaparan sekarang.”
Meyra sontak mendesah jengah sembari memberi lirikan jengkel pada sosok yang masih saja setia memperhatikannya.
”Aku tak memiliki apapun, di dapur hanya ada sebungkus spaghetii dan beberapa butir telur, kalau kamu mau makanan seperti itu, aku akan membuatkannya untukmu.”
Kenrich tersenyum lagi semakin lebar.
”Baiklah aku tak keberatan asalkan kamu sendiri yang akan membuatkannya untukku.”
”Di rumah ini tidak ada orang lain, jadi aku dengan sangat terpaksa akan membuatkanmu makan malam,” tegas Meyra setelah itu ia membalikkan badan untuk melangkah ke dapur.
Kenrich dengan segera mengikutinya, demi bisa melihat sosok yang dikaguminya itu memasak.
Ketika melihat Meyra mulai memasang apronnya Kenrich semakin terkesima. Setiap gerakan wanita cantik itu dengan detail terus ia perhatikan, begitu memikat bahkan caranya memegang spatula sudah memercikkan kekaguman yang semakin tak tertampik. Meski awalnya ia menganggap semua ini salah, tapi setelah dirinya tahu apa yang terjadi Kenrich merasa memiliki pembenaran untuk membiarkan perasaannya berkembang bahkan yang membuatnya datang dan melakukan sebuah kunjungan yang ia sendiri tak bisa mengatakan alasannya dengan terang.
Meyra yang semula sibuk menjerang air dan mengocok telur, akhirnya bisa merasakan tatapan tak biasa dari sepupu suaminya itu.
Meyra menyadari semuanya dengan nyata yang membuatnya segera menegur.
”Kenapa kamu melihatku seperti itu?”
***
Kenrich malah mengedikkan bahunya dan mengunggah segaris senyum. Ingin rasanya ia mengungkapkan kekagumannya dengan gamblang tapi ia yakin apa yang dikatakannya itu hanya akan membuat semuanya rusak, yang hanya akan membuat wanita yang dikaguminya itu semakin menjaga jarak dan bersikap semakin waspada. ”Aku hanya ingin melihat caramu memasak,” ucap Kenrich tak sepenuhnya berterus terang. Meyra menipiskan bibir indahnya itu yang selalu ranum bagai kuncup mawar, malah menampakkan daya tarik yang semakin menggelisahkan seorang Kenrich yang masih saja tak berhenti memindainya. ”Apa kamu sudah begitu lapar hingga terus menungguku seperti ini?” Meyra sama sekali tak terseret dalam kecurigaan, ia masih menganggap wajar tatapan sepupu suaminya itu. Meyra berusaha memasak secepat kilat bukan demi menuruti lelaki bermata biru itu yang tampak kelaparan tapi agar bisa segera mengusir lelaki itu dari rumahnya, supaya ia bisa segera beristirahat karena saat ini ia menjadi sangat lelah setelah ak
Demi memenuhi rasa ingin tahunya Meyra segera membuka pintu. Kedua matanya membeliak ketika melihat sosok yang tak pernah diduganya kini berdiri di hadapannya dengan menyajikan segaris senyum sempurna yang membuat hatinya berbunga bahagia. ”Bunda!” seru Meyra sembari segera menghambur ke dalam pelukan sosok yang sudah merawatnya sejak bertahun-tahun silam sejak ibu kandungnya sendiri sudah tak bisa menjalankan peran sebagai ibu, dan beberapa saat setelah peristiwa yang menghancurkan hidupnya terjadi. Meyra merasakan pelukan bundanya terlalu erat seperti disertai sebuah perasaan yang teramat dalam yang untuk beberapa saat bahkan tak bisa Meyra eja. Tapi Meyra selalu merasa bahagia bila mendapati sosok yang selama ini sudah membesarkannya dengan penuh kasih sayang itu, membersamainya. Ketika akhirnya pelukan mereka terlepas, Meyra sempat melihat tetes bening di wajah sang bunda, meski wanita yang selalu berpenampilan elegan itu menghapusnya dengan cepat. Meyra kembali merasa ada sesu
Meyra semakin tak bisa mengenyahkan segala prasangka yang kini meraja di hatinya. Rasa rindu yang bersarang di hatinya membuat hatinya lebih sensitif. Dia yang biasanya selalu bisa tegar menghadapi apapun kini malah tak bisa menahan air matanya. Di saat ia berbaring sendirian seperti ini di dalam kamarnya, tanpa kehadiran sosok Nehan yang sangat dicintainya membuat wanita itu merapuh. Untuk beberapa saat Meyra membiarkan dirinya menangis. Sampai akhirnya ia merasa lelah dan mulai jatuh tertidur dengan sendirinya. Meyra terbangun saat alarm yang selalu dipasangnya itu berbunyi. Meyra memaksa tubuhnya yang masih terasa lelah itu untuk bangkit. Ia dipaksa dengan tuntutan kewajiban yang harus dilaksanakannya di rumah sakit. Setelah menjalankan kewajibannya sebagai seorang muslim, Meyra kemudian bergegas bersiap, dan pagi-pagi sekali ia sudah tampak rapi. Selanjutnya Meyra bergegas turun dari kamarnya untuk menuju dapur demi menyiapkan sarapan. Meyra sudah terbiasa untuk mengisi perutn
”Mas Nehan!” seru Meyra sangat antusias ketika mendapati sosok yang begitu ia rindukan sudah berdiri di ambang pintu dengan melemparkan segaris senyum lebar penuh aura kebahagiaan. Meyra sontak bangkit dan menghambur ke dalam pelukan sang suami. Untuk beberapa lama mereka saling berpelukan. Sementara Kenrich dan Rida hanya melihat mereka dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Setelah melepas rindu untuk beberapa saat mereka segera mendekat dan duduk di bersama di sofa ruang tamu. Meyra tak dapat menyembunyikan aura bahagia terus saja menempel pada sang suami, masih merasakan rindunya yang sangat menggebu. Tapi kemudian suasana malah menjadi hening. Meyra menjadi tak mengerti mengapa sekarang bundanya malah menatap pada suaminya dengan tatapannya yang begitu tegas, bahkan juga Kenrich yang sekarang bersikap acuh di hadapan Nehan. Meyra sama sekali tak bisa mencerna apa yang sedang terjadi di antara mereka semua saat ini. Ada sesuatu yang luput dari perhatiannya hingga membuat Me
Untuk beberapa saat Nehan menentang tatapan mertuanya. Sementara Meyra semakin gelisah menyaksikan semua itu. Ia semakin bisa merasakan bahwa sesuatu sedang terjadi di antara mereka sekarang. Tapi mereka masih saja tak mengatakan apapun pada Meyra. ”Katakan ada apa sebenarnya? Apa yang kalian sembunyikan dariku sekarang?” Meyra mengunggah rasa ingin tahunya dengan lugas. Nehan dan Rida kembali berpandangan meski kemudian mereka kembali memalingkan wajah. Tapi kemudian Rida memilih bangkit dari duduknya dan melangkah begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Meyra sontak mengalihkan tatapannya pada sang suami. ”Katakan Mas apa yang sedang kalian sembunyikan?” Nehan terdiam sesaat lalu menarik nafas panjang. ”Kurasa semua ini hanya sebuah salah paham. Bunda tak bisa melihatku terus meninggalkan kamu, mungkin itu yang menjadi alasan beliau bersikap seperti ini.” Meyra mengernyitkan dahinya sesaat memandang wajah sang suami dengan sangat lekat. Meyra tak menemukan sesuatu y
Meyra sontak mengernyitkan keningnya ketika mendengar pertanyaan Kenrich yang membuat hatinya segera dihinggapi bermacam praduga. Tapi nyatanya setelah itu Kenrich malah terkekeh panjang. ”Aku rasa sekarang kamu memiliki sejuta alasan untuk mencurigai suamimu,” timpal Kenrich ringan. Meyra mendesah jengah. ”Kamu sudah membuat berpikir buruk pada suamiku.” Setelah itu Kenrich malah menatap wanita cantik yang sedang duduk di hadapannya itu. ”Apa kamu tidak lelah menjalani pernikahan yang semacam ini?” Meyra dengan tegas menggeleng. ”Kamu tak berhak untuk berkomentar mengenai pernikahan kami meski kamu adalah saudara sepupu suamiku.” Meyra semakin menegaskan tatapannya. ”Lagipula sebentar lagi kami akan bersama-sama lagi setelah aku kembali ke tanah air.” ”Jadi kamu akan benar-benar kembali ke Jakarta?” tanya Kenrich terdengar tak yakin. Meyra mengernyit gusar. ”Tentu saja aku harus kembali agar kami bisa kembali bersama-sama lagi.” Kenrich kemudian malah mendesah panjang da
”Katakan padaku kenapa Mas ingin aku menunda kepulanganku ke Indonesia?” Meyra kembali mengulangi pertanyaannya. Nehan kini bahkan tak kuasa menentang tatapan tajam dari sang istri. ”Kumohon jangan salah sangka dulu.” Nehan kembali menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar. ”Aku merasa belum menyiapkan apapun untuk tempat tinggal kita, bahkan kita belum melakukan apapun untuk mengurus semua dokumen yang kita butuhkan. Kurasa masih membutuhkan sedikit waktu sampai semua proses itu terlalui.” Meyra yang sudah tak bisa lagi menunggu untuk menjalani pernikahan yang wajar bersama sang suami tanpa harus tinggal berjauhan seperti selama ini, masih tak bisa menerima alasan Nehan. ”Untuk tempat tinggal kita bisa saja tinggal di rumah mami, aku nggak keberaran kok tinggal di sana. Lagian selama ini kamu juga tinggal di sana kan Mas sambil memantau kesehatan mami? Lalu untuk masalah dokumen kepindahan juga untuk urusan properti kita yang ada New York kita bisa memakai jasa agensi yang
Ketika semakin lama suara bayi itu semakin dekat, Meyra semakin menajamkan telinganya. Ia menjadi sangat ingin tahu, bayi siapa yang sedang menangis itu. Meyra sontak mengarahkan tatapannya ke ambang pintu di sana ia melihat bundanya sedang memunggunginya tampak sedang berbincang dengan seseorang dan beberapa saat kemudian suara tangisan bayi itu mulai menjauh. Meyra yang ingin melihat keluar langsung ditahan Nehan dengan membawa tubuhnya ke dalam pelukannya lagi. ”Aku sangat merindukan kamu sayang, aku sangat senang melihat kamu datang dan memberikan aku kejutan seperti ini,” ucap Nehan masih mempertahan tubuh Meyra dalam pelukannya. Meyra segera melupakan tentang suara tangisan bayi itu memilih membalas pelukan sang suami yang selalu membuatnya nyaman. Sampai kemudian terdengar suara sang ibu mertuanya yang sekarang mulai menyapanya. ”Meyra sayang, kamu kembali Nak?” tanya Cyntia sembari mendekat dan merentangkan tangannya berniat memberikan pelukan pada sang menantu. Meyra ya