Share

8.. MASIH SAJA TERPISAH

”Katakan apa yang sudah kamu ketahui? Jangan membuatku seperti orang bodoh,” sergah Meyra tegas dengan tatapan nyalang yang segera membuat Kenrich merasa sedikit tersudut.

Meski pada akhirnya lelaki itu bisa kembali menampakkan sikapnya yang wajar dengan menyunggingkan segaris senyuman datar yang selalu tampak arogan di mata Meyra.

”Tak ada yang terjadi, tak ada apapun, aku hanya sembarangan menebak karena tadi aku sempat mendengar apa yang kalian bicarakan,” jawab Kenrich biasa.

Meyra mengernyitkan dahinya masih merasa tak yakin dengan kejujuran Kenrich.

”Aku merasa kamu sedang menyembunyikan sesuatu. Aku tadi bahkan berbicara dengan memakai bahasa Indonesia dengan sahabatku itu, bagaimana kamu bisa tahu dengan apa yang kami bicarakan.”

Kenrich mengangkat sebelah sudut bibirnya membentuk senyuman yang terlihat sarkas.

”Apa kamu pikir tak menguasai bahasa Indonesia?”

Meyra menarik nafas panjang, rupanya ia salah duga. Bukankah Sony berasal dari Indonesia dan bisa dipastikan jika Kenrich belajar bahasa Indonesia dari ayahnya sendiri.

”Sudahlah sepertinya sekarang aku harus ke bandara,” gumam Meyra memilih untuk menghentikan perdebatan mereka itu.

Pria muda berusia berusia 25 tahun itu segera menghadang langkah Meyra ketika sosok wanita cantik yang memiliki gingsul sebelah kiri itu akan keluar dari dalam rumah.

”Aku yang akan mengantarmu ke bandara, aku sudah berjanji pada saudara sepupuku untuk memastikan kamu bisa sampai di sana dengan selamat. Sekarang kamu bisa batalkan taksi yang sudah menjemputmu itu,” tegas Kenrich.

Meyra yang enggan untuk berdebat akhirnya hanya bisa mengikuti apa yang diinginkan saudara sepupunya suaminya itu.

Ia diam ketika Kenrich membatalkan taksi pesanannya yang membuat taksi yang sudah berada di depan pintu itu berlalu pergi setelah pria muda itu memberikan semacam uang kompensasi.

”Ayo aku antar kamu ke bandara sekarang,” ajak Kenrich sembari membukakan pintu untuk wanita cantik itu sementara tangannya yang lain menggeret kopor-kopor milik Meyra.

Setelahnya dalam waktu singkat Kenrich memasukkan semua barang-barang Meyra ke dalam mobil milik lelaki itu, kemudian ia melajukannya menuju bandara.

Di tempat itu mereka akhirnya berpisah, tanpa lagi diselingi percakapan karena Meyra masih saja memikirkan firasat di hatinya, dan ia hanyut dalam pikirannya sendiri itu, yang membuatnya memilih untuk diam.

***

[”Apa tadi kamu menghubungiku, sayang?”] tanya Nehan dari seberang sana. Meyra segera menerima panggilan suaminya setelah ia baru saja sampai di rumah.

[”Iya Mas, bagaimana keadaan mami, Mas?”] tanya Meyra sambil meletakkan semua barang bawaannya di dalam rumahnya.

Setelahnya Meyra benar-benar memusatkan perhatian pada pembicaraan dengan suaminya sembari duduk di kursi dapur sambil menikmati secangkir teh yang baru saja dibuatnya sendiri tadi.

[”Mami sudah jauh lebih baik sekarang, tak ada yang perlu dikhawatirkan,”] sahut Nehan dengan suaranya yang terdengar berat.

Meyra merasakan firasatnya telah terjadi sesuatu pada suaminya saat ini.

[”Apa tidak ada yang sedang kamu sembunyikan dariku Mas, sekarang?”] tanya Meyra penuh selidik.

Terdengar sebuah helaan nafas dari seberang sana.

[”Kenapa kamu berpikir aku sedang menyembunyikan sesuatu darimu, sayang?”]

Meyra tercenung sembari mengeluarkan gelang pemberian sang suami di hari ulang tahunnya yang kini telah putus.

[”Apa benar tidak terjadi sesuatu pada mami?”] Meyra malah memikirkan tentang ibu mertuanya lagi.

[”Tidak sayang, mami sudah sehat, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi aku masih akan tinggal di sini untuk beberapa hari ke depan. Ada beberapa hal yang harus aku selesaikan.”]

[”Iya baiklah Mas, berhati-hatilah di sana dan jaga kesehatan.”]

[”Kamu juga sayang. Aku mencintaimu, selalu akan mencintaimu apapun yang terjadi dan kuharap kamu juga akan tetap mencintaiku walau apapun yang terjadi.”]

Meyra tersenyum simpul ketika mendengar kata-kata suaminya. Bahkan sekarang Meyra merasa kata-kata cinta itu diucapkan dengan penuh perasaan yang segera membuat Meyra tersentuh.

[”Aku juga mencintaimu Mas, cepat selesaikan urusan Mas, dan kembalilah bersamaku lagi.”]

[“Tentu saja aku sudah tak sabar untuk bisa kembali bersamamu lagi.”] Nehan mengucapkan kalimatnya dengan sangat lirih, sembari menarik nafas sangat dalam yang semakin menguatkan kekhawatiran Meyra pada sang suami meski ia tak bisa memastikan apapun karena nyatanya sang suami sejak tadi selalu menegaskan padanya jika tak ada yang perlu dikhawatirkan.

[“Sudah ya sayang, aku tutup dulu teleponnya, jaga dirimu dengan baik, jangan lupa untuk meminum vitamin dan pakailah mantel jika kamu keluar rumah, di sana pasti masih sangat dingin.”] Nehan menunjukkan perhatiannya yang selalu saja besar untuk sang istri.

[“Iya Mas,”] jawab Meyra singkat.

[”Aku mencintaimu, selalu mencintaimu,”] gumam Nehan lagi, setelahnya lelaki itu menutup panggilan mereka, tanpa menanti Meyra membalas kata-kata cinta itu.

Meyra tercenung untuk beberapa saat setelah panggilan itu berakhir. Ia memandangi wajah sang suami dari layar gawainya, mulai merasakan rindu yang besar meski mereka baru dua hari yang lalu berpisah.

***

Telah satu minggu berlalu dan Meyra kembali menjalani hari-harinya yang sibuk di kampus sembari melakukan pekerjaannya di rumah sakit. Menjadi seorang dokter membuat Meyra harus sangat pandai mengatur waktunya. Meski begitu ia sangat mensyukuri kesibukannya sekarang. Karena ia tak harus terlalu memikirkan sang suami yang masih bertahan di tanah air dan belum juga kembali, dengan alasan untuk mengurus segala persiapan karena rencananya memang Nehan akan memulai perusahaannya sendiri di Indonesia.

Tak ada yang bisa Meyra lakukan kecuali memberikan pengertiannya meski begitu hampir setiap saat mereka akan selalu melakukan panggilan video, untuk sekedar melepas rindu yang mengukung mereka saat ini.

[”Bagaimana dengan kuliah kamu sayang? Tentu kamu sudah menjadi sangat sibuk,”] sapa Nehan yang pada hari ini sudah ke sekian kalinya melakukan panggilan video demi bisa melihat wajah sang istri yang terlihat selalu menarik di matanya.

Meyra yang sedang menyiapkan makan malam untuk dirinya sendiri mengulas senyuman sembari menatap pada wajah sang suami yang terpampang sangat jelas di layar gawainya.

[”Bagaimana dengan perusahaan Mas itu? Lalu bagaimana dengan pekerjaan Mas di sini, ini sudah hampir satu setengah bulan Mas tidak datang bekerja?”] tanya Meyra sembari mengocok telur yang akan dijadikannya omelette.

[”Aku berpikir untuk resign meski untuk saat ini mereka masih akan memberiku kesempatan untuk beberapa hari ke depan,”] jelas Nehan.

Meyra mengernyit gelisah mulai memikirkan kemungkinan mereka akan tinggal berjauhan sementara ia masih memulai kuliahnya mengambil spesialisasinya demi bisa mendapatkan gelar sebagai seorang dokter anak. Sementara untuk menyelesaikan semua itu dia masih harus membutuhkan waktu dua tahun. Itu artinya mereka akan tinggal berjauhan lagi. Sungguh sekarang itu mulai membuat Meyra gusar.

[”Apa artinya Mas akan tinggal di Indonesia? Terus bagaimana dengan aku?”] Meyra semakin tak bisa menutupi keresahannya.

[“Kita masih tetap akan bertemu sayang.”]

Meyra mendesah jengah.

[”Tapi kita tetap tak akan bisa bersama-sama.”]

[”Tak ada yang berubah sayang, walau untuk sementara kita terpaksa tinggal berjauhan.”]

Meyra menarik nafas panjang bahkan ia sampai menghentikan kegiatan memasaknya dan memandangi wajah sang suami yang hanya bisa ia lihat dari layar gawainya.

[”Aku merindukan kamu Mas,”] gumam Meyra pada akhirnya.

Nehan tercenung memberikan tatapan yang intens untuk sang istri tercinta.

Di saat mereka saling menatap dalam mendadak Meyra menangkap bayangan sosok seseorang di belakang sang suami yang segera memantik tanya di hatinya.

[”Mas sedang bersama siapa sekarang?”]

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status