Jasmine terjebak dalam kecelakaan satu malam dengan seorang pria asing bernama Reiner. Hatinya hancur berkeping-keping saat kesuciannya direnggut dalam semalam. Jasmine, seorang gadis sederhana yang terpaksa bekerja di tempat karaoke, tiba-tiba malam itu Reiner, CEO arogan dan perfeksionis, berhasil membawanya dalam malam yang memabukkan. Tanpa disangka, malam itu tidak hanya mengubah hidup Jasmine, tetapi juga mengikat mereka dalam sebuah takdir tak terduga. Jasmine mengandung anak dari Reiner, pria yang meruntuhkan tembok pertahanannya. Akankah mereka menemukan jalan keluar dari situasi ini, atau malah tersesat dalam lingkaran takdir yang kelam?
View More"Tidak! Kumohon, jangan lakukan ini padaku."
Jasmine menepis dengan kasar tangan seorang pria tua yang mencoba menyentuh pahanya.
Dia tak sudi disentuh oleh tangan nakal pria hidung belang seperti ini. Rasa jijik dan marah bergejolak di dalam dirinya, membuat darahnya mendidih.
"Berani-beraninya kamu menolakku?!" bentak pria itu.
Jasmine berjengit sambil meringis menahan sakit di rahangnya saat pria itu mencengkeram dagunya. "Tidur denganku! Atau aku akan membuat kamu dipecat dari tempat ini!"
"Silakan saja kalau memang Bapak bisa membuat saya dipecat!"
Tanpa ragu, Jasmine menendang pangkal paha pria itu saat dia semakin tersudut. Tendangannya penuh kekuatan, penuh kemarahan yang tak tertahankan.
Jasmine berlari menyusuri lorong dengan napas tersengal. Saat melihat sebuah kamar yang pintunya setengah terbuka, tanpa pikir panjang ia langsung masuk ke dalam kamar itu, lalu menutup pintunya rapat-rapat.
Jantungnya berdebar kencang, berharap pintu itu bisa menjadi perisai dari ancaman di luar sana.
Setelah napasnya kembali normal, Jasmine memutuskan untuk berbalik. Namun, alangkah terkejutnya dia ketika mendapati seorang pria berdiri di hadapannya dalam jarak yang begitu dekat.
Jasmine nyaris berteriak, tetapi dengan cepat membungkam mulutnya sendiri.
Pria itu … Jasmine mengingatnya. Pria ini sempat ia layani di tempat karaoke, sebelum kedatangan pria buncit gila yang barusan mengejarnya.
Jasmine menelan ludah dengan susah payah. Selain tubuhnya yang tinggi tegap, pria di hadapannya memiliki ketampanan di atas rata-rata. Sorot mata tajam dengan iris berwarna hazel menatap Jasmine begitu dalam, namun sulit sekali terbaca.
Sebelah alis pria itu terangkat, kearoganan nampak jelas di wajahnya. Namun, Jasmine melihat peluh bercucuran di dahi dan pelipis pria itu, napasnya tidak teratur, persis seperti habis berolahraga.
"Maafkan aku sudah lancang masuk ke kamar ini. Aku dikejar-kejar seseorang dan tidak sengaja me—"
"Jadi setelah mencampurkan obat ke dalam minumanku, kamu juga datang ke sini menjadi wanita bayaran untukku?" Suara bariton yang terdengar berat dan dalam itu menyela kalimat Jasmine.
Jasmine terkejut. "A-apa maksudmu? Aku tidak mencampurkan apa-apa ke dalam minumanmu," bantahnya, berusaha untuk tetap tenang. “Aku hanya bekerja sebagai pemandu karaoke di sini.”
Reiner, pria itu, melangkah mendekati Jasmine, jarak di antara mereka kian menipis. Jasmine terpaksa mendongak untuk menatap pria itu dengan raut bingung.
"Jangan pura-pura bodoh!" seru Reiner geram, sebelum memejamkan matanya sesaat, menelan ludah dengan susah payah.
Tubuhnya semakin terasa panas dan gelisah seakan-akan efek dari obat itu ingin membakar tubuhnya.
"Katakan, siapa yang sudah menyuruhmu menjebakku mencampurkan obat ke dalam minumanku, lalu datang ke sini? Siapa?!" serunya dengan mata menatap nyalang pada Jasmine.
Jasmine menggeleng cepat. Sepertinya ada kesalahpahaman di sini yang membuat pria itu seenaknya menuduhnya.
"Aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan. Aku benar-benar hanya mencoba menyelamatkan diri dari pria gila yang mengejarku. Tolong, percayalah padaku," pintanya dengan suara yang terdengar gemetar.
Sekitar dua jam yang lalu, Jasmine memang melayani pria ini bersama dua pria lainnya, menjadi pemandu lagu dan membawakan minuman untuk mereka.
Namun, Jasmine sama sekali tidak berurusan dengan obat apa pun, apalagi bekerja sama dengan orang lain untuk menjebak pria ini.
"Demi Tuhan, aku tidak melakukan hal itu padamu. Kamu hanya salah paham dan sudah menuduhku tanpa bukti," kata Jasmine, suaranya bergetar namun penuh keyakinan.
"Apa kamu pikir aku akan percaya setelah apa yang sedang kualami sekarang?" desis Reiner dengan napas memburu dan tubuh yang semakin terasa panas.
Jasmine terkejut melihat kondisi Reiner. Ternyata, anggapan Jasmine salah. Pria ini bukan habis berolahraga, tetapi peluh dan napas tak beraturannya adalah efek dari obat perangsang, dan entah siapa yang sudah mencampurkan obat itu ke dalam minumannya.
"Maaf, aku harus pergi dari sini. Aku tidak tahu apa masalahmu dan aku tidak ingin terlibat," ujar Jasmine mulai waspada, rasa takut merambati hatinya.
Ia segera berbalik dan hendak memutar kenop pintu. Namun, tubuhnya seketika terasa melayang saat tangan pria itu menariknya, lalu mendorongnya keras ke dinding.
Jasmine terkejut setengah mati.
“Mau ke mana?” bisik Reiner dengan suara beratnya, penuh ancaman terselubung. “Kita belum memulainya.”
"Aku mengerti," jawab Jasmine singkat.Dia menempatkan ponselnya di atas nakas dengan hati-hati sebelum naik ke atas ranjang, menghindari tidur di sofa yang terasa tidak nyaman. Kakinya terasa pegal setelah berdiri sejak siang di pelaminan.Jasmine menarik selimut hingga ke dada, berbaring membelakangi Reiner yang masih terjaga.Reiner kemudian bangkit dari ranjang untuk mematikan semua lampu di kamar.Kegelapan menutupi ruangan, sesuai dengan keinginannya untuk tidur tanpa ada cahaya sedikit pun."Bisakah lampunya dinyalakan saja? Aku tidak bisa tidur dalam keadaan ge—""Tidak bisa! Kalau kamu tidak suka, silakan tidur di ruangan lain," potong Reiner dengan tegas, membaringkan tubuhnya kembali membelakangi Jasmine."Reiner... tolong—""Sekali tidak, tetap tidak!”Jasmine menggigit bibir bawahnya, perasaannya mulai waspada. Kamar itu terasa semakin menekan, gelap dan dingin tanpa selimut.Dia harus segera keluar sebelum terlambat. Dengan gemetar, Jasmine meraba-raba ponselnya di atas
"Hidupnya dan pendidikannya akan terjamin. Dia juga tidak akan kekurangan kasih sayang, jadi kamu tidak perlu khawatir.“Setelah kamu melahirkan segera pergi jauh-jauh dari anak itu karena saya tidak bisa selamanya hidup denganmu."Pria itu benar. Hidup anak ini akan terjamin jika dibesarkan oleh Reiner. Berbeda jika hidup bersama Jasmine.Jasmine tak yakin dapat memberikan kehidupan yang layak untuk anaknya kelak. Untuk biaya hidup diri sendiri pun cukup sulit, belum lagi dia dibayang-bayangi hutang sang kakak.Jasmine mengepalkan tangannya. Menguatkan tekad pada keputusan yang akan ia buat meski suatu saat mungkin akan menyesali pilihannya. Tetapi, Jasmine tidak punya pilihan lain demi nasib anaknya kelak."Aku setuju. Asalkan anakku hidup bahagia dan mendapat kehidupan yang layak, aku akan menyetujui perjanjian ini."Usai menyepakati isi perjanjian pernikahan dan menandatanganinya, Reiner segera pergi dari rumah Jasmine untuk mengurus pernikahan mereka yang akan digelar besok malam
"Ada yang harus kita bahas dulu." Reiner menemui Jasmine ke rumahnya dan menaruh sebuah map di atas meja wanita itu.Meski tak mengerti apa yang perlu mereka bahas, Jasmine tetap mengangguk mengiakan. "Iya," balasnya singkat."Menikah dengan perempuan sepertimu tidak pernah ada dalam rencana saya," Reiner memulai pembahasannya."Kalaupun harus menikah, saya akan memilih wanita dari keluarga yang terpandang. Cantik, terpelajar, dan yang terpenting dia adalah wanita elegan. Bukan sembarang wanita apalagi wanita murahan," jelasnya tanpa perasaan.Jasmine yang mendengar hal itu seketika mengepalkan tangannya. Dia sering dihina sebelumnya oleh orang lain yang tidak suka padanya, tapi saat pria ini yang menghinanya kenapa terasa begitu menyakitkan?"Aku mengerti," Jasmine berusaha bersikap normal dan datar."Bagus kalau kamu mengerti," Reiner menghela napas sesaat. "Jadi, kita menikah hanya sebatas status. Saya akan melakukan tes DNA pada anak yang kamu kandung untuk membuktikan apakah dia
Jasmine menautkan jemari kedua tangannya yang entah sejak kapan menjadi terasa dingin. Ya, dia gugup sekarang.Tapi Jasmine memberanikan diri untuk meletakkan selembar kertas di hadapan Reiner, yang berisi tentang keterangan kehamilannya."Aku hamil. Dan dia adalah anakmu. Aku ingin kamu bertanggung jawab untuk—"BRAK!Kalimat Jasmine seketika terhenti oleh gebrakan keras di atas meja. Ia sempat tersentak oleh suara yang ditimbulkan dari telapak tangan yang beradu dengan material kaca tersebut. Rahang Reiner tampak mengeras. Jelas pria itu sedang marah sekarang."Siapa kamu berani-beraninya memerintah saya untuk menikahimu? Dan apa tadi kamu bilang? Hamil?"Terdengar kekehan meremehkan dari mulut Reiner, membuat sebagian hati Jasmine tiba-tiba terasa ngilu. Ah, seharusnya Jasmine tak boleh merasa sakit hati begini."Ya. Satu bulan yang lalu kamu melakukannya padaku. Aku tahu kamu tidak memakai pengaman malam itu. Aku tidak menstruasi lagi dan saat ini usia kehamilannya sudah tiga ming
"Berapa yang kamu inginkan? Seratus juta? Dua ratus juta?"Reiner berkata datar, seolah tak menyadari bahwa ucapannya telah melukai harga diri Jasmine."Anggap saja sebagai uang tip dari saya."Jasmine tersenyum pahit. “Aku tidak menjual tubuhku,” ucapnya lirih. Bahkan menatap wajah Reiner pun dengan tatapan penuh dengan kepahitan.Mendengar ucapan Jasmine, Reiner menaikkan sebelah alisnya. "Memangnya tanggung jawab seperti apa yang kamu harapkan? Pernikahan?" Reiner menahan tawa sinis."Yang benar saja! Menikahi wanita sepertimu adalah hal terakhir yang akan saya lakukan."Harga diri Jasmine terasa diinjak-injak. Demi Tuhan, dia bukan pelacur. Dia tidak membutuhkan uang itu.Meski rentenir sedang mengejar-ngejarnya karena utang yang ditinggalkan sang kakak, Jasmine sama sekali tidak mau menerima uang dari pria berengsek ini. Itu sama saja mengakui dirinya wanita murahan."Jangan mempersulit urusan ini, Nona. Saya tidak punya waktu berurusan dengan gadis sepertimu."Reiner melipat tan
"Me-memulai apa?”Tangan Jasmine mendorong dada pria itu kuat-kuat. Tetapi sayang sekali, hal tersebut tidak berpengaruh apa-apa bagi tubuh kekar Reiner.Pria itu malah mengunci kedua pergelangan tangan Jasmine di atas kepalanya."Ayo, kita lakukan sekarang." Bibir Reiner menyusuri leher Jasmine, tetapi gadis itu segera menjauhkan kepalanya. “Kamu datang kemari untuk memuaskanku, kan?”"Tidak! Kamu salah paham. Dan sekarang tolong lepaskan aku!" pinta Jasmine dengan wajah memohon, nyaris putus asa.Namun, Reiner tak mau mendengarkan ucapan Jasmine."Omong kosong! Kamu datang ke sini untuk menjebakku dan menghancurkan reputasiku. Bukankah begitu?" tambah Reiner lagi, lengkap dengan bisikan penuh kearoganannya."Aku tidak mengerti maksudmu. Lepaskan aku, aku mohon!” lirih Jasmine sambil berusaha menarik tangannya dari cengkeraman Reiner. Namun lagi-lagi, usahanya sia-sia."Sayang sekali, aku tidak mudah percaya dengan perkataan orang lain," ujar Reiner dingin.Meski begitu, Jasmine bisa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments