Share

Bab 3. Pertengkaran Dengan Susilo

****

"Kenapa lagi? Kamu mau ngajak aku bertengkar pagi-pagi kayak gini?" Susilo begitu sewot saat Sumiyati mengejar langkahnya lalu menarik tangannya dengan cepat.

Sumiyati menarik napas, ia menatap Susilo dengan tatapan begitu keras. Ya, calon suaminya ini memang berbeda dari yang lainnya. Ia terlalu keras seperti baru, bila ia bilang tidak ya seterusnya tetap saja tidak.

"Mas, kamu kok ngomong gitu sih?! Apa kamu nggak kasihan sama ibuku? Beliau udah tua Mas, harusnya aku tuh udah berhenti kerja dan merawat ibu di rumah." Sumiyati menerangkan, ia menundukkan kepala dengan wajah terlihat sedih.

"Lalu apa kamu nggak kasihan sama ibuku, Sum? Kalo sama-sama tua mah tuaan ibuku tapi aku tetep kuat, aku tetep jaga perasaan kamu. Kita sama-sama bekerja untuk masa depan kita, jangan lemah hanya karena rengekan orang tua. Kamu juga tahu kan ibuku juga minta aku supaya pulang terus nginep kayak apa yang dilakukan oleh ibu kamu tapi aku tetep kukuh, karena kita punya masa depan Sum. Kita nggak bisa makan kalo nurutin keinginan orang tua aja." Susilo mengeluarkan semua uneg-unegnya, menatap Sumiyati seolah ingin melahapnya mentah-mentah.

"Mas, tapi ibumu masih memiliki suami. Setidaknya ada orang lain yang jagain ibu kamu, terus ibuku—"

"Nggak ada alasan ya Sum, kita nggak boleh lemah karena rengekan orang tua. Aku tega sama ibuku, kamu juga dong. Sekarang kamu mau kerja apa enggak? Kalo enggak ya udah, aku mulai berangkat kerja nih." Susilo lalu melanjutkan langkah kakinya menuju ke ujung jalan dimana motor matik miliknya diparkir di sana.

Sumiyati hanya diam, ia mengikuti langkah Susilo untuk pergi diantar ke tempat kerja. Pagi itu perasaannya benar-benar ruwet, cukup sulit bagi Sumiyati untuk meluluhkan hati Susilo. Jika bukan karena cinta mati, sudah pasti ia akan meninggalkan Susilo dan memilih hidup sendiri.

Terkadang Sumiyati berpikir, terbuat dari apakah hati calon suaminya tersebut? Terkadang juga Sumiyati bertanya-tanya, kenapa setiap ucapan Susilo terkadang mengandung kebenaran meskipun menyakitkan?!

Pagi menjelang siang itu menjadi saksi pertengkaran Sumiyati dengan Susilo bab telepon dari kampung. Meski Sumiyati tidak tega untuk menolak keinginan ibunya, Sumiyati juga tidak bisa mengabaikan pemikiran Susilo mengenai masa depan mereka. Ya, kebenaran terkadang pahit tapi memang harus selalu dijalani. Bukankah begitu?!

****

"Terima kasih ya Nak Ilham, Nenek senang sekali bisa berbicara dengan Sumiyati. Anak ibu itu orangnya keras tapi hatinya lembut dan tidak tegaan, kadang Nenek merasa harus mikir, kenapa anak itu memiliki hati seperti itu." Nenek Saritun meletakkan ponsel di meja dengan hati-hati.

Nak Ilham hanya tersenyum, menatap nenek itu dengan sepenuh hati dan mendengarkan segala ceritanya dengan penuh seksama. "Nek, apa Mbak Sum nggak ingin pulang dan merawat Nenek? Nenek kan sudah tua, sudah waktunya tinggal di rumah dan tidak melakukan apapun."

Bu Saritun tersenyum, ia terkekeh hingga menunjukkan giginya yang walaupun tidak putih tapi tetap terlihat kuat dan masih utuh. "Nenek tidak ingin merepotkan siapa pun termasuk Sumiyati. Dia masih gadis tapi terlambat menikah karena banyak pria yang meninggalkannya. Nenek sedih menceritakan hal ini tapi Sum memang memiliki kenyataan seperti itu. Setahun ini ada tiga pria yang ingin melamarnya, setiap datang ke rumah maka keesokan harinya Sumiyati pasti bercerita jika calon suaminya memutuskannya."

Ilham mengerutkan kening, ada cerita yang membuatnya sedikit tertarik. "Memangnya kenapa Nek?"

Bu Saritun menggeleng pelan, mimik wajahnya terlihat sedih. "Nenek tidak tahu, setiap kali Nenek tanya, Sum tidak pernah mau jawab. Dia hanya bilang kalo lelakinya merasa tidak cocok saja sama Sum, begitu. Nenek sedih Nak Ilham, bagaimana jika nanti Nenek kembali pada Allah sementara Sum sama sekali belum menikah."

Kesedihan Bu Saritun dapat dirasakan oleh pemuda dua puluh tujuh tahun itu, perlahan Ilham mengulurkan tangan lalu mengusap tangan Bu Saritun yang keriput. Ia tersenyum manis lalu menenangkannya. "Mbak Sum pasti akan segera menemukan jodohnya Nek, doakan saja ya."

"Ya, sudah pasti Nenek doakan Sumiyati segera dapat jodoh yang baik. Nenek dengar dia akan pulang membawa calon suaminya yang keempat, Nenek harap kali ini pernikahan itu benar-benar terjadi dan membuat Sumiyati bahagia." Bu Saritun tersenyum, perlahan ia menghapus air mata yang merembes di sudut matanya yang sendu.

Ilham menganggukkan kepala, berdoa dalam hati supaya keinginan Bu Saritun segera diijabah oleh Tuhan.

"Lalu Nak Ilham sendiri kapan nikahnya?" Bu Saritun mendadak bertanya, ia terkekeh ketika menanyakan hal itu. "Nak Ilham sudah cukup umur untuk menikah."

Wajah Ilham memerah membuat Bu Saritun kembali terkekeh. Pemuda itu tersenyum malu sambil menggaruk kulit kepalanya yang tidak gatal. "Saya belum bertemu jodohnya, Nek. Seperti mbak Sum, saya juga ditolak perempuan."

"Loh kenapa Nak Ilham? Nak Ilham ganteng loh, sekolah tinggi, dan juga mapan. Perempuan mana yang menolak Nak Ilham?!" Bu Saritun sedikit terkejut dengan pengakuan pria muda tersebut.

Ilham tersenyum kecut, ia menunduk sejenak. "Gadis itu sudah hamil duluan dengan pria lain, Nek."

Bu Saritun kembali terkejut, suasana kembali menegang cukup lama.  Akhirnya wanita tua berambut putih itu menepuk bahu Ilham dengan lembut. "Kamu beruntung Nak dihindarkan dari malapetaka. Bersabar, kamu bakal dapat jodoh yang lebih baik. Nenek doakan supaya kamu segera didekatkan dengan jodoh kamu ya?!"

"Makasih ya Nek untuk doanya," ucap Ilham pelan lalu meraih tangan Bu Saritun. Tanpa rasa malu, Ilham mencium tangan wanita tua renta itu untuk meminta doa restu.

Bu Saritun mengangguk, tersenyum tipis sambil mendoakan dalam hati. Percakapan kembali tertunda, hanya terdengar suara kambing dan ayam yang bersahutan minta diberi pakan.

"Ehm, Nak Ilham Nenek bisa minta tolong satu lagi nggak?" Bu Saritun mengajukan pertanyaan, wajahnya sedikit sungkan saat mengatakannya.

"Apa Nek? Katakan saja."

Bu Saritun menatap Ilham, ia menunduk. "Maukah Nak Ilham menjemput Sumiyati di terminal nanti saat ia pulang kemari? Nenek punya firasat dia akan pulang sendiri nanti. Nak Ilham, bisa bantu Nenek bukan?!"

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status