Pov TohaDi kantor pikiran sama sekali tidak fokus sehingga teguran keras kudapat dari Pak Wira--bosku. Sial! Di pikiranku hanya ada tentang bagaimana menjelaskan pada Hasna, memperbaiki hubungan kami dan membujuknya agar ia menerima Siska sebagai adik madunya. Bisa kah? Oh Tuhan, semoga saja Hasna mau.Setelah meeting usai, aku kembali ke ruangan, mengenyakkan tubuh di kursi kebesaran yang sudah beberapa bulan ini kududuki, sangat empuk dan nyaman. Aku mendongakkan kepala ke atas, menatap langit-langit ruangan ini.Berbagai pikiran buruk menghinggapi, bagaimana kalau Hasna tidak memaafkanku, dan perkiraan terburuk jika ia minta cerai, maka aku akan mendapat cap lelaki tak bertanggung jawab di mata orang.Ah, itu tidak mungkin, bagaimana dia akan hidup tanpaku, sedangkan selama ini aku yang membiayai hidupnya dan Alya, Hasna hanya seorang gadis miskin yang tak berpendidikan.Jika berharap pada orang tuanya pun tak mungkin, mereka sama-sama miskin. Segaris senyum penuh kemenangan terpa
Selamat membaca!Pov Toha (last)*****Dengan langkah pasti aku menghampiri Hasna saat CEO itu pergi dari sisinya, begitu melihatku dia langsung berbalik hendak pergi, tapi ia kalah cepat, aku lebih dulu meraih tangannya. Mantan istriku beralih menatap dengan tajam, dia menyentak tangannya hingga terlepas, kentara sekali dia sedang menahan emosi. Lalu tanpa terduga wanita itu malah tersenyum, kuakui itu sangat manis hingga membuatku terpana untuk beberapa saat, tapi segera mengesampingkan rasa yang mulai bersemi lagi, tujuanku bukan itu."Kenapa? Kau merindukanku, hem?" ucapku yakin, aku tahu dia merasakan itu, semua perempuan pasti punya naluri merindu. Namun Hasna malah tertawa mengejek sembari menggelengkan kepala, Ah, Hasna. Aku tahu kau malu, dengan lancar mulutku melontarkan penghinaan, tujuanku agar dia tersulut emosi, lantas membuat kegaduhan hingga menyerang dan memakiku, kemudian para penjaga akan mengusirnya dari sini.Wajah mantanku itu berubah marah, kena kau, Hasna! Ayo
Selamat membaca!*****Sepeninggal mantan mertua dan iparnya, Hasna mendapat panggilan dari Puspa, wanita itu mengajaknya bertemu, Hasna menyetujui, ia berpamitan pada sang ibu, lantas melaju pergi menggunakan BMWnya. Rani berkeras agar Hasna tidak membawa Alya sebab menyetir sendiri, wanita paruh baya itu takut terjadi hal yang tak diinginkan pada anak dan cucu satu-satunya.Tak lama wanita dengan hijab warna mint itu tiba di pelataran parkir sebuah kafe, ia beranjak masuk, di sudut ruangan terlihat Puspa sedang menunggunya, gegas ia menghampiri setelah sahabatnya itu melambaikan tangan, tak perlu waktu lama Hasna telah mengenyakkan pinggulnya di kursi. Puspa mengangkat tangan memanggil pelayan, ia memesan dua cappucino dan dua porsi stik, wanita itu sudah hafal sifat Hasna, jika sedang begini ia akan menyerahkan semua padanya, termasuk memesan makanan sekalipun."Hei! Whatsup, hum!" sapa Puspa seraya mengulas senyum. Hasna mengibaskan tangan ke udara."So bad! Banyak sekali kejadi
Selamat membaca!*****"Minggir! Aku mau pergi," ucap Hasna lagi."Tidak semudah itu setelah kau menghina seorang Siska," ucap wanita itu seraya menyeringai licik ke arah Hasna, dia melangkah semakin dekat, lalu kedua tangannya mencengkeram lengan Hasna."Kau mau merasakan amarahku rupanya," dengan gerak cepat wanita berambut panjang itu menyeret Hasna ke toilet, ia turut masuk lalu mengunci pintu dari dalam. Hasna kaget dengan perlakuan Siska, pikirannya tengah menerka-nerka, apa kemauan wanita itu sebenarnya."Mau apa kamu, Siska?" tanya Hasna memasang ekspresi datar, wanita berhijab itu sama sekali tak gentar menerima tatapan maut yang dilayangkan Siska."Tentu saja memberimu pelajaran," sahut yang ditanya dengan seringai lebar, Hasna memutar bola mata, Alya sudah menunggunya di rumah, tapi wanita tak tahu diri itu malah menghalangi jalannya."Minggirlah! Aku tak mau menyakiti fisikmu," ucap Hasna malas, ia menghela napas dalam, "Bang Toha sudah jadi milikmu, lantas apa yang kau in
Selamat membaca!*****Hasna telah merampungkan dua desain terbaru, kerja kerasnya dari kemarin selesai juga siang ini. Gegas ia menghubungi Puspa, berniat mengajak wanita itu menemui Toha sore nanti, ia merasa tidak tenang jika harus pergi sendirian mengingat aksi mantan suaminya itu beberapa waktu lalu."Halo, Kak" sapanya setelah panggilan terhubung.[Ya, Hasna, ada apa?] tanya wanita itu di balik telepon."Eng, itu ... Kakak ada jadwal sore nanti?" tanyanya lagi.[Ada, Mas Arya ngajak ketemu, kenapa? Kalau mendesak kakak bisa batalin,] ucap Puspa bersungguh-sungguh."Eh, jangan! Bukan sesuatu yang penting kok," sahut Hasna mantap, ia tak mau mengacaukan acara Puspa demi menemaninya. Tak apa jika harus pergi sendiri, Allah akan melindungi di mana pun ia berada.[Benar? Kamu yakin?] tanya Puspa memastikan."Iya, Bu Puspa Arianaaa!" kelakar wanita berhijab itu tergelak.[Ish, kamu. Ya sudah kakak tutup ya? Mau kerja lagi,] ucapnya, Hasna mengiyakan, membalas ucapan salam Puspa lalu m
Selamat membaca!*****"Kurasa kau akan berubah pikiran setelah ini," ucap Toha lagi, ia menjeda ucapannya seraya menatap Hasna penuh misteri. Wanita berhijab itu mengangkat alis seraya membuang pandangan."Siska! Kemari, Sayang!" Seruan itu membuat Hasna menoleh, ia sedikit tersentak kala melihat Siska berdiri tepat di samping mejanya. Pasangan suami-istri itu saling melempar senyum penuh misteri.'Allahu ... apa lagi sekarang?' batin Hasna menatap keduanya bergantian, wanita berhijab itu masih bergeming, menunggu reaksi dua pengkhianat yang kemungkinan besar telah melakukan sesuatu yang merugikannya kali ini."Duduk, Sayang!" ucap Toha seraya menepuk kursi di sebelahnya, Siska menuruti ucapan suaminya."Tunjukkan padanya!" ucap pria itu dengan seringai makin lebar, Hasna menampakkan raut bingung, sedang Alya, bayi itu terus menggeliat tak nyaman.Siska mengambil kamera lalu memperlihatkan pada Hasna, wanita cantik itu mengernyitkan alis, apa ini? Semua percakapannya dengan Toha beb
Selamat membaca!*****Setelah memasuki rumah, Hasna segera menidurkan Alya di ranjangnya. Kening bak wulan sabit miliknya berkerut dalam, bibir ranum itu bergetar, gumpalan kaca membanjiri kedua netranya, luruh sudah semua pertahanan bersama air hangat yang merebak keluar dari telaganya, Hasna jatuh tergugu dengan kedua telapak tangan menopang lantai.Dia merutuki dirinya, "Bodoh! Bodoh! Kenapa aku harus datang menemuinya? Allahu ...." gumamnya lirih, rasa bersalah menyeruak seketika, sampai mati pun ia tak 'kan lupa bagaimana putrinya kesakitan ketika direbut paksa oleh Toha.Kedua tangan itu terkepal erat, ia merasa gagal. Merasa tak berguna sebagai ibu yang tak dapat melindungi putrinya, ia tergugu cukup lama hingga tenggorokannya sakit.Sadar terlalu larut dalam tangis, ia bangkit, mengusap sisa air mata seraya beristigfar berkali-kali. ‘Aku harus shalat, hanya dengan shalat hati ini akan sembuh.وَاسۡتَعِيۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَالصَّلٰوةِ ؕ وَاِنَّهَا لَكَبِيۡرَةٌ اِلَّا عَلَى الۡ
Selamat membaca!*****"Duduk!" titahnya pada bungsu lelaki kebanggaannya. Yuta langsung duduk di hadapan sang papa, kepalanya terangkat menatap lurus wajah berkeriput yang masih menyisakan gurat-gurat ketampanan itu, menanti reaksi apa yang akan diterimanya."Bawa wanita itu kemari!" Sontak pria jangkung itu melebarkan mata, seolah tak percaya dengan ucapan sang papa, ia menatap lekat wajah Prasetya, sorot kesungguhan terpancar di kedua bola mata yang tetap tenang dalam kondisi apa pun."Tapi untuk apa, Pa?" tanya Yuta berdecak, ia tak ingin melibatkan Hasna lebih jauh lagi dalam hidupnya, wanita itu bahkan teman-temannya tak pernah tahu, hidup yang dijalani Yuta jauh dari kata normal. Kesuksesannya kini membuat pria itu hidup berdampingan dengan maut yang bisa datang kapan saja."Berkenalan tentunya, papa suka cara kamu memilih calon istri, matang dan sukses, good!" ucapnya manggut-manggut. Sedang Yuta memutar bola mata malas, Prasetya telah salah paham."Ayolah, Pa! Itu hanya kebe