Share

BAB 2 TAWARAN PERNIKAHAN UNTUK MAUREEN

 Beberapa menit kemudian, setelah Patrick turun ke bawah menyusul Ibunya. Maureen keluar kamar Patrick dengan perasaan gugup dan takut. Sesampainya dii ryangan di mana Patrick dan kedua orang tuanya sedang duduk Maureen ragu untuk bergabung dengan mereka.

“Duduklah bersama kami Maureen dan jelaskan kepada kami apa yang sebenarnya terjadi tadi malam antara kamu dan Patrick! Jangan ragu untuk mengatakannya kami akan besikap tebuka dan bisa menerima, kalau Patrick memang melakukan kesalahan!" Ayah Patrick menunjuk kursi yang tepat berhadapan dengan kursi di mana Patrick duduk.

Dengan langkah kaki yang ragu Maureen beranjak dari tempatnya berdiri menuju kursi yang ditiunjuk ayah Patrik, lalu duduk di situ. Maureen menautkan kedua tangannya di atas pangkuan untuk mengusir rasa gugup, karena dirinya merasa diamati dan bagaikan menjalani interogasi oleh kedua orang tua Patrick. 

"Saya sebelumnya sudah mengatakan, kalau semua ini memang karena kesalahan tuan Patrick yang pulang dalam keadaan mabuk dan saya membantunya menuju ke kamarnya di lantai dua. Semua terjadi, karena situasi yang belum pernah saya alami sebelumnya, sehingga membuat saya merasa melayang mendapatkan perlakuan romantis dan membius dari tuan Patrick, sekalipun ketika pagi hari tuan Patrick melupakan apa yang dilakukannya." Maureen menudukkan wajah tidak mau kedua orang tua Patrick dan Patrick sendiri mengetahui, kalau dirinya merrasa terluka, karena dirinya dilupakan begitu saja oleh Patrick.

Mata ayah Patrick menatap tajam putranya itu, dengan raut wajah yang dipenuhi kemarahan ia pun berkata, “Tidak peduli, kau mabuk atau tidak. Kau harus menikahi Maureen, karena kau sudah menidurinya! Kau harus bertanggung jawab kepada Maureen!"

Jantung Maureen rasanya berhenti berdetak. Ia tidak mau dipaksa menikah dengan Patrick karena kesalahan pria itu. Ia tidak akan sanggup hidup bersama lelaki yang selama ini selalu bersikap dingin kepadanya. 

Bagaimana mungkin ia akan merasa tenang hidup dengan pria yang ia kenal sering berganti-gatni kekasih. Tidak, ia tidak akan sanggup menikah dengan pria yang sering berganti kekasih. Ia menginginnkan kesetiaan dalam sebuah pernikahan dan tidak menginginkan adanya perselingkuhan.

“Ayah sangat kecewa kepadamu, karena sebagai seorang pewaris sudah seharusnya kau menunjukkan sikap.”

Patrick berdiri dari duduknya, ia melihat ayahnya dipenuhi kemarahan. “Aku benci dengan ancaman Ayah! Aku tidak akan pernah membiarkan warisan yang seharusnya menjadi milikku jatuh ke tangan Lukas! Aku dan Maureen tidak melakukan hal-hal yang seperti Ayah pikirkan! Mengapa kalian membesarkannya?!”

Ayah Patrick menjadi tersulut kemarahanya, karena Patrick yang membawa-bawa nama putra dari wanita yang diam-diam ia kencani tanpa sepengetahua istrinya. Wanita yang sudah memberikannya seorang putra, dengan usia yang hanya terpaut beberapa bulan saja dari Patrick.

 “Tentu saja ayah membela Lukas, karena ia tidak sepertimu! Lukas anak yang baik dan ia tidak pernah membuat malu ataupun kecewa ayah! Ia tidak sepertimu, yang selalu berganti kekasih, seperti berganti pakaian!”

Patrick tersenyum sinis ke arah Ayahnya ia melayangkan tatapan yang dingin. “Mengapa ayah menyalahkannku yang tidak bisa setia pada satu wanita? Bukankah aku hanya meniru apa yang ayah lakukan, dengan berselingkuh dari ibuku? Kita sama bukan, ayah? Jangan pernah membandingkan diriku dengan orang lain, karena aku melakukan apa yang ingin kulakukan!”

Terdengar suara gigi ayah Patrick bergemeretak menahan kemarahan. Tanpa sadar tangannya terangkat untuk menampar wajah Patrick. Suara kesiap terkejut terlontar dari bibir ibu Patrick dan juga Maureen, melihat apa yang dilakukan oleh ayah Patrick.

Patrick menatap ayahnya dengan mata yang menyala-nyala dipenuhi kemarahan. Diusapnya pipinya yang terasa berdenyut nyeri, tidak mungkin ia membalas apa yang dilakukan ayahnya..

“Ayah tidak akan meminta maaf, karena sudah menamparmu. Kau memang pantas mendapatkannya. Kau dan kebencianmu kepada Lukas yang tidak pernah ada akhirnya, padahal saudaramu itu sudah berulangkali mencoba untuk mengajakmu menjalin hubungan layaknya adik-kakak.”

Patrick melayangan tatapan yang tajam dan dingin kepada Ayahnya, “Baik, aku akan menikahi Maureen, agar Ayah merasa senang!” 

Maureen yang sedari tadi diam saja mendengarkan perdebatan Patrick dan ayahnya menjadi terkejut mendengarnya. “Tapi, Tuan! Kita tidak perlu menikah, maksud saya itu semua hanya kesalahan, sehingga saya dan tuan Patrick berada di satu tempat tidur yang sama!”

Dengan takut-takut Maureen melirik Patrick yang juga tengah menatapnya dengan pandangan yang dingin. "Saya tidak menginginkan terjadinya pernikahan, karena paksaan! Saya juga turut bersalah atas apa yang terjadi."

Hati Maureen terasa sakit menyadari tidak ada sepatahpun keluar kalimat pembelaan dari Patrick kepada dirinya. 'Mengapa tua Patrick sama sekali tidak peka, seandainya saja bisa memutar kembali waktu ia akan melakukan apapun juga untuk mencegah dirinya jatuh ke dalam jerat pesona Patrick.

Dalam hatinya Maureen berharap agar Patric menolak menikahi dirinya, karena ia tidak ingin menikah dengan pria yang arogan dan keras kepala, seperti Patrick.

"Saya benar-benar merasa, kalau tidak perlu sama sekali terjadi pernikahan di antara aya dan tuan Patrick. DI antara kami terdapat jurang yang sangat besar di mana saya hanyalah seorang pelayan dan tuan Patrick. Saya merasa tidak masalah sama sekali, jikalau kami tidak menikah," ucap Maureen lirih.

Dengan menundukkan wajah Maureen hendak menyembunyikan wajahnya, karena merasa takut dengan tatapan tajam Patrik yang seakan menuduh dirinya menginginkan pernikahan di antara mereka berdua. 

Ibu Patrick berdiri dari duduknya dan berjalan menuju lemari kaca yang ada di sudah ruang makan tersebut, lalu kembali lagi dengan gelas berisi anggur di tangannya.

Disodorkannya gelas berisi anggur tersebut ke tangan Maureen, yang langsung diterima olehnya. “Minumlah, kau tentu memerlukannya, setelah drama yang baru saja terjadi.”

Maureen mengangguk diciumnya aroma anggur dari dalam gelas yang ada di tangannya, lalu ia tenggak isinya, untuk membasahi tenggorokanya, yang baru saja ia sadari telah menjadi kering.

Patrick berdiri dari duduknya ia menatap tajam Maureen, seakan melalui tatapannya ia menuduh Maureen telah dengan sengaja menjebak dirinya. Ia kemudian mengalihkan pandagannya kepada Ayah dan Ibunya. "Kalian berdua sudah mendengar apa yang menjadi keputusanku, kalau aku akan menikahi Maureen! Dan sekarang kalian bisa pergi dari rumahku ini!"

Dada Maureen bagaikan disiram dengan air dingin dalam hatinya Maureen berharap, seandainya Patrick tidak bersedia membela dirinya, ataupun melontarkan kalimat yang manis tentang dirinya. Tidak perlu ia  memberikan tatapan yang seolah-olah menuduh dirinya.

"Ayah dan Ibu tadi sudah mendengar secara langsung, kalau Maureen sama sekali tidak menolak apa yang pada akhirnya berakhir di atas tempat tidurku!" Patrick menagatakan itu dengan gigi bergemeretak menahan kemarahan. Ia sengaja mengucapkan kalimat tersebut untuk menyakiti Maureen yang sudah membuatnya terpaksa harus menikahinya.

Wajah Maureen bersemu merah, ia merasa malu, karena diingatkan kejadian tadi malam, Ia bangkit dari duduknya, hendak kembali ke rumahnya sendiri, yang ia tempati bersama dengan ibunya. Ia merasa tidak sanggup lagi duduk bersama dengan Patrick yang terus saja menyudutkan dirinya.

Ia merasa terluka, karena kata-kata Patrick yang kasar dan tidak berperasaan. Akan tetapi, sebelum ia sempat beranjak dari tempatnya duduk terdengar suara kursi yang ditarik.

Ayah Patrick beranjak dari meja makan tempatnya duduk dan memberikan ultimatum kepada Patrick. "Maureen beritahu orang tuamu, besok kau dan Patrick akan menikah!"

   

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status