Share

Bab. 7

Arina melangkah pasti, memasuki gedung kantor tempatnya dua tahun lebih ini mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Apalagi yang dilihatnya kemarin malam cukuplah memantapkan hatinya untuk terus melangkah tanpa melihat kembali ke belakang apalagi menunggu masa lalu yang mulai mengganggu.

Ditaruhnya tas pada meja kerja, tak dilihat lagi Wiwid pagi ini, ya hari ini Wiwid akan lamaran. Sebentar lagi sahabatnya itu akan dipersunting pria pujaannya yang tentunya saling mencintai, tak seperti dirinya yang menikah karna dijodohkan lalu berpisah karna hanya dirinya yang berusaha mencintai.

Semoga kebahagian dan kebaikan menaungi rumah tangga sahabatnya itu. Do’a tulus terucap dari dalam hati Arina.

Arina berjalan menuju pantri bawah, pantri khusus staf, dibawanya gelas keramik berwarna putih untuk diisi air minum, saat berjalan menuju pantri, dari arah pintu tengah yang dekat tangga menuju lantai atas, muncul Damar dengan kemeja hem warna biru cerah  dengan celana kain warna hitam sembari menenteng jas tas laptop. Nampak gagah dan rupawan, sedetik Arina berdesir juga namun segera dialihkan pandangan seolah tak mengenal. Ringan langkah Arina tanpa memperdulikan tatapan tajam Damar dan tanpa salah tingkah seperti biasa.

Hujan dan gerimis tak lagi sering menyapa bumi, pelan berganti cahaya mentari yang mulai terik memberikan hawa panas tak hanya pada bumi yang dipijak manusia namun juga pada penghuninya, sepert pada Damar, rasa panas sudah menjalar di kepala dan hatinya demi melihat Arina yang nampak sumringah di boncengan pria itu sepulang dari mall.

Damar bergegas mengikutinya saat itu, namun kehilangan jejak saat di perempatan lampu merah. Damar mengumpati macet yang seolah tak ada habisnya.

Tak diperdulikan Yasmin yang langsung duduk dihadapannya saat itu.

“Lho mau kemana mas?” Yasmin heran saat Damar menggeser kursinya dan terburu hendak keluar.

“Mas tunggu, aku kangen sama kamu, baru ketemu juga. Susah banget ketemu kamu sekarang Mas.” Yasmin menahan lengan Damar saat itu. Hatinya masih berdesir kala bersentuhan, bahkan semakin menambah rasa kagumnya pada pria ini yang tampak dewasa dari terakhir mereka bertemu.

“Sory, mamanya anak-anak lagi tungguin.” Damar melepas cekalan Yasmin dan segera mengambil bungkusan sop konro yang tadi dipesannya.

Meninggalkan Yasmin yang melongo dengan seribu tanya.

“Anak? Mas Damar udah nikah lagi?” Yasmin bermonolog sendiri, tak percaya bila Damar sudah menikah lagi dan memilik anak. Dengan siapa menikahnya? Bukankah dulu dirinya sukses membuat kekasihnya itu bercerai dari wanita pilihan ibunya?

Yasmin tertohok. Sudah dua kali Damar menikah namun bukan dirinya yang dipilih.

Kecewa.

Dengan menyibakkan rambut yang dipirang warna coklat, Yasmin memutuskan berjalan ke arah rumah bernyanyi menunggu seseorang yang baru saja dia iyakan ajakan kencannya.

--

“Rin, dipanggil bos Damar  ke ruangan beliu!” Rahma menghampiri meja Arina sambil membawa map, nampaknya baru dari ruangan bos.

Arina menarik nafas panjang, jengah. Namun tetap tersenyum dan mengucap terima kasih pada Rahma, karyawati berambut cepak bagian pengarsipan nota – nota.

“Dipanggil buat lagi coba?” Arina bergumam jengkel.

Suara Damar dari dalam mempersilahkan masuk. Tak mau masuk dengan tangan kosong dan agar tgak jadi perhatian karyawan yang lain, Arina membawa map laporan stok saja, padahal seminggu yang lalu sudah di laporkan.

“Duduk Rin!,” Damar mempersilahkan Arina untuk duduk di sofa panjang dekat jendela.

Tak ingin membantah agar tak terjadi drama, Arina menurut saja berjalan duduk di kursi sambil memangku map berwarna biru yang tadi dibawahnya.

Arina tak lagi menjerit atau protes saat melihat Damar mengunci pintu.

Arina diam menunggu apa yang akan dilakukan pria yang dianggap brengsek ini.

“Puas jalan – jalan sama pria lain?.” datar suara Damar menahan geram.

“Bukan urusan Bapak, kan. Kita punya kehidupan masing – masing.”  Arina tenang tak ingin terpancing.

“Jelas urusan saya Arina, apalagi menyangkut ibu dari anak saya.” Suara Damar rendah dan mulai berjalan kearah sofa.

“Saya tak menganggu kesenangan Bapak dengan wanita pujaan anda kan, jadi tolong tak usah mengrusi saya juga, dengan siapa saya jalan.” Arina mulai gugup mendapati Damar duduk tepat disampingnya.

“Wanita mana?” Suara Damar mulai meninggi, sudah dia duga bila Arina akan menyangka dirinya masih ada hubungan dengan Yasmin.

“Apa perlu saya ingatkan Bapak tentang wanita rambut pirang tempo hari di mall?” Arina berkata jengkel dengan bibir mengerucut yang nampak menggemaskan dimata Damar.

“Saya nggak ada hubungan apa pun dengan Yasmin Rin.” Damar merendahkan suara sambil menatap Arina.

Arina membuang pandang, menghalau rasa gugup.

“Sekarang tak ada hubungan, apa sudah bosan, bukankah dia wanita yang Bapak cintai hingga rela menjatuhkan talak pada saya di hadapannya?.” Arina mulai berkaca.

“Maafkan saya Rin. Sungguh saya menyesal.”

“Bapak tak mencintai saya, bahkan tak menginginkan pernikahan kita, saya kan orang ketiga yang menghalangi kalian bersatu. Mengapa tak menikahi dia saja pak? Agar tak mengganggu saya lagi dan anak saya.”

“Saya cintanya sama kamu Arina.” Pelan Damar mengucapkan, tangannya berusaha menyibak rambut hitam Arina yang menutupi sebagian wajahnya dari samping.

“Tolong jangan biarkan hatimu menerima cinta dari pria lain.” Damar mendekatkan dahinya pada pelipis kanan Arina.

Arina berdesir dan kaget, namun tak bisa berkutik karna pinggangnya telah ditahan tangan besar Damar agar tak bisa bergeser.

“Lepaskan saya, Pak. Jangan buat seperti ini, apa kata orang nanti, saya takut dikira janda gatal yang menggoda pacar orang.” Arina menggeliat, namun Damar enggan melepaskan.

“Kita pulang sama-sama sabtu nanti ke rumah ibu, saya kangen Davian.” Damar menduselkan keningnya pada pipi mulus itu.

“Kangen? Liat saya nggak pernah, aneh saja Bapak bisa kangen pada anak saya.” Arina jengkel.

Damar tersenyum mendengar kejengkelan wanita ini. Wanita yang takkan dilepaskannya.

Cup!

Satu kecupan diberikan pada pipi kanan Arina dan...

“Ih nyebelin, Bapak nyebelin banget, mesum, jangan sentuh – sentuh saya.” Arina mengamuk dan menghujami tububh Damar dengan pukulan bertubi, tentu saja tak rasa sakit bagi Damar. Apalah artinya tenaga dari tubuh mungil Arina dibanding tubuh tinggi dan bidang miliknya.

Arina terisak.

“Bapak udah lecehin saya,”

Damar semakin mengeratkan pelukan. Bukan begitu maksud Damar. Namun rasa cinta yang semakin membuncah dan rasa cemburu pada Alan yang membuatnya bertindak diluar kesopanan.

“Saya cinta sama kamu Arina, saya ingin kamu dan Davian kembali dan kita beri keluarga yang utuh untuk Davian, jangan biarkan anak kita memanggil papa pada pria lain. Saya tak rela Arina.” Damar memejamkan mata, menyesap aroma mint dari tubuh mantan istrinya itu.

Arina semakin terisak, dan Damar semakin mengeratkan pelukan, menumpahkan rasa sayangnya yang membuncah.

“Tolong jangan nangis lagi sayang.” Damar mengecupi sekali lagi yang mendapat pukulan sekali lagi juga.

Bersambung...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yanti Keke
pukulan sayang mah ituuhhhh hhhhhh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status