"Awas kamu, Rumi! Lihat saja pembalasan saya nanti!"
Brugh!
Lana menabrak tubuh Rumi, saat akan pergi ke kamar mandi. Rumi terhuyung dan hampir saja terbentur dinding penyekat antara kabin dan kamar mandi. Untunglah Angkasa menahan tubuh Rumi sehingga istrinya tidak harus terbentur.
"Kamu gak papa? Ayo, kita duduk lagi." Angkasa memperhatikan wajah Rumi yang masih memberengut kesal. Ia menuntun wanita itu untuk duduk kembali di kursinya, lalu memasangkan kembali sitbelt.
"Rumi, kamu gak papa'kan? Itu tadi ... terima kasih," ujar Angkasa dengan hati yang berbunga-bunga.
"Karena saya sudah menampar Tante Lana. Berarti nanti malam saya tidak perlu tidur memeluk Bang Angkasa ya?" tawar Rumi dengan menyeringai tipis. Angkasa tergelak sambil menggelengkan kepalanya.
"Untuk hal itu, tidak ada negosiasi. Tetap seperti kesepakatan awal. Lagi, di Lombok itu dingin. Kalau gak pelukan nanti masuk angin loh."
"Huu! Modus!"
Pukul enam pagi, Rumi terbangun dan tidak menemukan Angkasa di sampingnya. Kepalanya menoleh ke kamar mandi dan pintu kamar mandi terbuka. Tidak mungkin suaminya ada di dalam sana jika pintu dalam keadaan terbuka.Rumi menggeser dengan malas badannya untuk segera turun dari ranjang. Sejak semalam darah kotornya sudah tidak ada dan ia memutuskan untuk mandi hadas besar pagi ini.Rumi berjalan ke arah lemari untuk melihat pakaian apa yang bisa ia kenakan, tetapi tidak ada satu pun yang bisa ia pakai untuk turun sarapan bersama suaminya. Rumi akhirnya mengambil baju kaus besar dan juga celana boxer suaminya untuk dibawa ke dalam kamar mandi.Tubuhnya terasa segar dan bertenaga saat air dingin mengguyur rambut hingga kakinya. Rumi membungkus kepalanya dengan handuk bersih, lalu ia berjalan keluar dari kamar mandi."Selamat pagi," sapa Angkasa sambil tersenyum. Rumi menelan ludahnya saat menyadari tubuh gagah suaminya dengan baju olah raga yang pad
Tidur malam paling berkualitas bagi seorang Angkasa. Menduda lebih dari lima tahun dan sempat menjalin hubungan dengan berbagai wanita, tetapi siapa sangka tempat ternyaman malah pacar anaknya. Sangat lucu, tetapi juga seru.Rumi sudah tidak kuat menahan kantuk, sedangkan Angkasa masih terjaga memeluk Rumi sambil memandangi wajah istrinya. Pria dewasa itu mengambil sejumput ujung rambut Rumi yang tergerai, lalu menciumnya.Tangannya meraih ponsel, lalu memotret momen manis Rumi ketika tidur. Angkasa merasa perlu banyak mengoleksi foto istrinya, agar saat ia berpisah nanti, ada foto yang bisa ia jadikan pengobat rindu.Bep! Bep!Tiba-tiba saja, ada sebuah nomor tanpa kontak mengirimkan pesan WA kepada. Padahal sudah sangat larut. Angkasa membukanya dan menemukan semua pesan sedikit memaksa.Bang, kenapa nomor ponselku Abang blokir? Kita perlu bicara. Aku ingin kita bertemu.Melihat isi pesan tersebut, ia yakin bahwa pesan ini diki
"Rumi, kembali ke kamar!" suara berat penuh penekanan milik Angkasa membuat Rumi gemetar dan seketika pucat. Ia berjalan dengan sedikit terhuyung sambil memegang secangkir teh yang diminta Angkasa tadi."Bari, Papa rasa kita harus bicara." Angkasa tidak ingin melihat wajah putranya. Ia berjalan ke belakang rumah, tempat kolam renang berukuran sedang berada. Angkasa duduk di pinggir kolam dengan tatapan lurus. Baru menyusulnya dari belakang dengan perasaan yang resah.Ia mengira hanya ingin menggoda Rumi, tetapi kenapa malah mencium bibir pacarnya yang kini sudah menjadi ibu sambungnya? Bari berdiri di dekat papanya sambil menunduk."Maksud kamu apa mencium istri Papa? Kamu ingin menjadi pebinor? Papa orang tua kamu, Bari. Jangan pernah kamu menjadi durhaka pada orang tua hanya karena cinta. Papa bilang sabar, Papa hanya minta waktu tiga bulan menikmati kebersamaan dengan Rumi. Kamu tahu sudah lama sekali Papa menduda dan Papa gagal menikah hanya kare
Lampu merah menyala dengan terang di persimpangan jalan sana. Jika ia memilih untuk lurus saja, maka ia tengah menuju kantor, tetapi jika ia memilih belok ke kanan, maka ia menuju jalan pulang ke rumah.Tangannya menggenggam stir mobil dengan kuat dengan berkali-kali mengembuskan napas berat. Ia bingung antara pulang ke rumah atau langsung ke kantor saja. Mobil akhirnya berhenti di lampu merah dan Angkasa pun memutuskan untuk langsung ke kantor saja. Sore nanti baru ia pulang ke rumah untuk bertemu dengan Rumi.Angkasa yang memiliki dua ponsel, hanya menyalakan satu ponsel khusus urusan kantor, sedangkan untuk urusan keluarga, ponselnya ia matikan. Itu pertanda sampai saat ini ia belum membuka pesan dari Rumi.Rumi merasa kepalanya sedikit pusing karena tidak tidur semalaman. Ia berbaring malas di depan TV sambil menunggu suaminya pulang. Suara pagar digeser dan seru mobil masuk ke pekarangan rumah, membuat Bik Susi yang tengah menyapu ruang tamu, menoleh
_Dewasa-21 plus minusDilamar 18 Rumi memberanikan diri mengangkat wajahnya sambil mengerutkan dahi. “Maksud, Abang?” Angkasa menatap Rumi dan mencoba membuka suaranya kembali, tapi akhirnya ia hanya tersenyum sedikit, lalu membuang muka. “Lupakan saja.” Angkasa bangun dari duduknya lalu menekan intercom. “Citra, buatkan jus jambu biji untuk istri saya. Tanpa gula.” Angkasa berpesan pada sekretarisnya untuk membawakan jus kesukaan Rumi, tetapi pria itu terus menatap istrinya. Matanya seolah-olah berbicara bahwa dirinya sudah banyak tahu tentang istrinya itu.
Rumi dengan cepat memakai kembali pakaiannya yang berserakan di lantai. Wajahnya pucat bak kapas dengan keringat sebesar biji jagung memenuhi dahi dan juga lehernya. Ia gugup bukan kepalang. Rasanya sama persis seperti seorang istri yang tengah ketahuan berselingkuh oleh suaminya."Kita bisa lanjutkan di rumah. Sekarang biar saya bukakan pintu untuk Bari dulu. Kamu jangan ketakutan seperti itu, karena kamu bukan tengah berselingkuh dengan orang lain," bisik Angkasa sembari mengusap pucuk kepala Rumi.Wanita itu itu hanya bisa mengangguk kaku, lalu mencoba mengatur napas agar rasa gugupnya segera hilang. Ia melirik takut-takut ketika Angkasa dengan ekspresi santai saja memutar anak kunci sebanyak dua kali, lalu membuka pintu lebar."Ada apa, Ri? Masuklah!" tanya Angkasa sambil mempersilakan Bari untuk masuk. Pemuda itu celingak-celinguk mencari keberadaan Rumi saat kedua kakinya menapak tegas di atas karpet ruangan Angkasa. Saat ia menemukan Rumi tengah dud
_Dewasa_"Sayang, aku kira kamu tidak akan datang," seru Bari yang baru saja sampai. Lelaki itu menarik kursi tepat di samping Rumi. Hanya Tuhan yang tahu betapa ia sangat merindukan wanitanya dan berkali-kali menyesali permintaan konyolnya waktu itu.Rumi hanya menanggapi perkataan Bari dengan senyuman tipis dan kaku. Baru kali ini ia benar-benar tidak nyaman berduaan saja dengan Bari. Seolah ini adalah dosa besar yang telah ia lakukan di belakang suaminya."Kamu sudah pesan makanan?" tanya Bari berbasa-basi sambil membolak-balik buku menu yang ada di depannya."Sudah, tapi hanya untukku," jawab Rumi pendek."Aku tidak begitu tahu keadaan perutmu saat ini, jadi aku hanya memesan makanan untukku," terangnya lagi sambil membetulkan posisi duduknya."Aku sudah makan, tetapi akan menjadi lapar kembali saat melihat kekasih hatiku yang semakin hari semakin cantik," puji Bari sambil mengusap pucuk kepala Rumi. Wanita itu me
Angkasa merasa hatinya mengembang karena bahagia, pikirannya melayang atas kekagumannya, dan fakta yang tidak dapat diganggu gugat, bahwa semua perasaan luar biasa sore ini disebabkan oleh seorang Rumi.Sebuah kesempurnaan rasa yang diberikan Tuhan lewat kecerobohan seorang Bari. Yah, Angkasa amat bersyukur atas perbuatan anaknya yang terlalu nekat untuk menghancurkan rumah tangganya.Pria dewasa itu tak hentinya bersyukur karena Tuhan menjaga Rumi untuknya dan menuntun dirinya berada di tempat yang hampir sama dengan Rumi. Angkasa merasa yakin dalam hatinya, bahwa Rumi memang Tuhan takdirkan untuknya.Sebuah kepuasan yang belum lama mereka lalui bersama, membuat Rumi kelelahan dan tertidur, namun Angkasa masih terus memandangi wajah istrinya dengan senang hati dan sesekali tersenyum. Angkasa mengusap rambutnya yang panjang dan sedikit berombak, menikmati napasnya yang hangat dan lembut, walau sedikit tercium aroma ikan te