"Ada di rumah saudara, Pak. Saya dua hari off karena kemarin gantiin teman yang pulang kampung.""Oh, begitu. Kalau ada saudara atau teman yang mau jadi satpam ajak kemari.""Baik, Pak. Begitu ada, saya ajak ke sana."Hubungan telepon pun diakhiri oleh Pak Atmo. Eko tersenyum getir setelahnya."Kalopun ada orang yang ingin cari kerja, gak akan aku ajak ke sana. Bisa-bisa jadi tumbal,"ujar Eko yang langsung disambut tawa renyah oleh Salimah."Mas, boleh aku makan?"tanya Salimah seraya menunjuk di atas kotak nasi."Ayo, kita makan! Esti kirim ini karena di rumah gak ada masakan," balas Eko yang kembali memainkan ponselnya.Salimah menaruh satu kotak nasi di depan Eko. "Katanya ngajak makan?""Sebentar. Mas telepon Esti dulu." Tak berapa lama kemudian, Eko sudah asyik berbincang dengan saudaranya tersebut. Usai menelepon, pria berbadan tegap ini berjalan menuju ruang makan. Dia balik ke ruang tamu dengan membawa sebotol air dingin dan dua gelas kosong."Wah, pengertian banget. Aku lagi p
Salimah pun menjawab panggilan. "Iya, Mas. Ada apa lagi?" "Sali, maaf! Mas sama Esti pulang telat. Kami harus berteduh dulu. Sedang hujan deras dan jalan licin, takut motor terpeleset masuk jurang. Kalo sudah ngantuk tidur saja dulu. Tolong kuncinya dicabut, biar Esti bisa buka pintu dari luar." "Mas, kamu gak usah bercanda! Jangan buat aku takut!" Tubuh Salimah seketika gemetar dengan jari-jemari mendadak panas dingin memegang ponsel. "Becanda gimana, Sali? Aku dan Esti memang sedang terjebak. Kamu seperti orang ketakutan. Apa yang terjadi?"tanya Eko bernada panik. Pria ini mengirimkan sebuah video yang menampakkan keadaan di sana yang sedang rawan kecelakaan. Hujan lebat menggelapkan pandangan sekitar dan aspal terlihat licin. Sebagian besar kendaraan menepi untuk cari aman. Ada polisi yang berjaga-jaga mengatur lalu lintas. "Mas, kalau kamu ada di sana. Terus yang barusan datang tadi, siapa? Jadi siapa dia, Maaass?" Keringat dingin meluncur deras dari dahi dan leher Sa
"Diabetes, asam lambung dan lainnya." "Esti baru tahu soal ini,"sahut si tuan rumah dengan ekspresi heran sekaligus senang. Dirinya adalah penderita asam lambung, itu tandanya harapan bisa sembuh dengan memakan daun kelor. Untuk memastikan cara pemakaiannya, Esti pun bertanya,"Caranya gimana, Mas?" "Dimasak sebagai sayur," jawab Eko sambil mulai mengaitkan ranting dengan pisau pada galah. "Kok dimasak? Bukan, Mas! Dahan daun kelornya dipercik-percikan pada sekujur tubuh jenazah," protes Salimah yang telah berada di antara dua bersaudara sambil tersenyum. "Jenazah siapa, Mbak?"tanya Esti kaget dengan ucapan Salimah barusan. "Lah, memang untuk jenazah. Memangnya tadi Mas Eko bilang apa?"Salimah pun balik bertanya. Akan tetapi, sebelum Esti sempat menjawabnya, Eko buru-buru menarik tangan Salimah. "Udah dapat banyak. Buruan siap-siap! Begitu selepas Subuh kita pergi." "Kalian itu gak jadi nginap sini?"protes Esti dengan raut wajah kecewa. "Kami masih ada keperluan penti
Pak Markum menaburkan serbuk daun bidara pada air dalam ember. Dia mengaduk perlahan dengan dahan daun kelor seraya mengucapkan Basmallah. Pak Tua ini mengambil dahan daun kelor dari ember lalu menepuk-nepukannya ke seluruh permukaan kedua kaki jenazah. Percikan-percikan air bercampur serbuk bidara membasahi seluruh permukaan kedua kaki. Hawa panas menguar menyelubungi bagian dalam bilik. Hal itu membuat tubuh Pak Markum, Pak Pardi dan yang lain bagai dipanggang. Peluh berkeringat mengucur deras membasahi tubuh mereka. Pak Markum memercikkan air larutan serbuk bidara pada tubuh jenazah. "Tolong rapatkan kedua kaki lalu ikat tungkainya!"perintah Pak Markum yang langsung dilaksanakan oleh asistennya dan Pak Pardi Pak Tua ini sedang fokus berdoa, tiba-tiba telinganya berdenging. Dia merasa suasana seketika sunyi senyap. Tak ada suara tangisan dan doa-doa yang dilantunkan oleh para pelayan. Pak Markum seperti berada di dimensi yang berbeda. Dalam keheningan tersebut pria tua it
Eko langsung menghidupkan mesin lalu mengendarai motor menjauh. Sementara pria kurus tersenyum lebar sambil mengeluarkan selembar uang merah dari dalam saku celana."Gak perlu capek plus buang bensin. Uang pun di tangan,"ucap pria kurus lirih."Temani aku tidur! Di sini gelap!" Terdengar suara almarhum di telinga pria kurus diiringi deru angin dingin."Si-Siapa ka-kamuuu?"tanya pria ini dengan tubuh gemetar. Kedua mata memindai sekitar. Namun, tidak ada siapa pun. Sepi sunyi dan dia sendirian di tengah ladang kosong. Tiba-tiba di hadapannya muncul sosok tanpa kepala. Pria ini ingat betul itu adalah tubuh temannya barusan dikubur. Jaket dan celana yang sama saat si teman ditemukan tewas. Pria kurus ini berdiri terpaku dengan kedua kaki tidak bisa digerakkan. Dia seperti terhipnotis sosok tanpa kepala di hadapannya.Dia ingin lari, tetapi tubuhnya bagai terbelenggu tetap mematung. Keringat deras membanjiri sekujur tubuh. Tiba-tiba terdengar gelegar petir memekakkan telinga lalu diikut
"Bismillahirrahmanirrahim! Pergilah! Di sini bukan tempatmu,"ucap Pak Ustaz sambil mengusap-usap kening Jamal."Bismillahirrahmanirrahim! La haula quwata illah billah!"ucap kencang Pak Ustaz.Kedua mata Jamal terbuka. Pria kurus ini seperti orang linglung. Dia bingung dengan situasi di sekelilingnya."Assalamualaikum, Mas Jamal," ucap pelan Pak Ustaz."Wa'alaikumsalam, Pak Ustaz," balas Jamal."Tolong buka pintunya agar ada udara segar yang masuk."Jamal yang lemas diajak balik ke rumah Pak Pardi. Pria kurus ini dengan penuh penyesalan mengucapkan kata maaf lalu mengembalikan uang Pak Pardi."Kamu berikan ke Mas Eko! Dia harus dapat uang ini karena telah melarung barang itu ke laut,"ucap Pak Pardi kepada Jamal."Baik, Pak. Uangnya akan saya berikan ke Mas Eko,"balas Jamal dengan kepala menunduk karena malu.****Eko dan Salimah berboncengan menuju laut. Motor yang mereka kendarai begitu berat lajunya, bahkan beberapa kali mogok di jalan."Mas, masih jauh?"tanya Salimah dengan tubuh me
Penguasa Bukit Bajul itu ingin jadi pengicip pertama darah yang keluar. Bu Silvia melihat tali yang dibawa oleh Pak Atmo. Wanita itu langsung paham dengan yang akan dilakukan pria tua terhadap dirinya. Tubuhnya seketika bergidik dan hatinya deg-deg plas. Sosialita ini bergerak cepat dengan berlari untuk menghindari pria tua. Sedari kemarin, Bu Silvia telah berniat kabur dari gudang tua. Namun, dia tidak melihat pintu, jendela atau celah satu pun untuk meloloskan diri. Dia merasa aneh saja karena saat mendatangi gudang kemarin, masih ada pintu dan jendela. Bu Silvia telah berteriak-teriak minta tolong sejak kemarin dan teriakannya seperti tidak ada yang mendengarkan. Gudang ini telah ditutupi selubung ajaib lewat mantra yang dibaca olah Pak Atmo. Bu Silvia dari kemarin telah ditemani arwah-arwah penasaran dari tulang belulang yang berserak. Rasa sedih, ketakutan, marah serta keputusasaan menjadi satu dalam dada sosialita ini. "Apa kabar, Cantik? Ayo mendekat sini!"seru Pak Atm
“Nduk, kamu siap-siap tebar pesona lagi. Habiskan cairan ini!" Kemudian dengan corong kecil, pria tua mulai tuangkan cairan berwarna merah bening ke lubang hingga tandas. Sesaat setelah cairan sudah tak tersisa, tiba-tiba dari lubang keluar aroma wangi bunga. Dari lubang yang sama kemudian keluar asap putih lalu menyelimuti area gundukan. Pak Atmo tertawa bahagia. “Nduk, kamu udah cantik dan wangi kembali. Buruan kejar mangsamu kembali,” ucap Pak Atmo sembari bangkit menatap asap yang mulai menggumpal membentuk sesosok gadis cantik jelita. **** Esti dan Pras telah sampai di dermaga. Demi keselamatan Salimah, akhirnya wanita ini diharuskan menumpang mobil. Sedangkan Eko mengendarai motor mengikutinya. Sepanjang perjalanan, Salimah duduk dengan menyelonjorkan kaki. Dengan mata setengah terpejam. "Mbak, pengen beli sesuatu?"tanya Esti seraya mengamati Salimah dari kaca spion. Salimah hanya menggeleng lemah. Tubuhnya tampak benar-benar tidak ada tenaga. Untuk berucap sepatah