Halo para pembaca setia novel "Menikahi Pangeran Angkuh Karena Sakanda." Terima kasih telah sejauh ini mengikuti kisah Alisya. Ikuti terus kisahnya hanya di GoodNovel. Jangan lupa untuk memberikan review bintang 5, vote karya ini, komen dan share, Ya. Terima kasih.
Dengan wajah cemberut, Alisya mengikuti langkah Dafandra yang cepat. Sementara itu Dafandra mencengkeram tangan Alisya dengan begitu erat hingga tidak mungkin untuk melepaskan diri. "Pelan sedikit!" Sudah berulang kali Alisya merengek, Sayangnya Dafandra tidak peduli. "Suamiku, berhentilah!" teriak Alisya. Seketika Dafandra berhenti dan menatap tajam Alisya. "Apa kamu bilang?" tanya Dafandra. Telinganya begitu geli mendengar sapaan Alisya yang tidak biasa. Yah, mereka memang baru dua hari menikah. 'Apa aku salah bicara? Apakah dia marah?' tanya Alisya dalam hati. "Suamiku berhentilah ...." Alisya mengulangi kata-katanya. Kemudian dia tersadar telah memanggil Dafandra dengan sebutan 'suami'. Setelah menikah memang Dafandra telah menjadi suami bagi Alisya. Akan tetapi, Dafandra hanya menjadikan pernikahan itu sebagai sandiwara. Hatinya terlalu dingin untuk menerima kehangatan cinta seorang wanita. Lebih tepatnya, belum ada wanita yang membuat hatinya terbuka dengan cinta. Meskipu
Dafandra memandang rambut Alisya yang bergoyang mengikuti irama langkah kakinya. 'Berlarian di koridor. Apakah ini etika seorang putri?' batin Dafandra tertawa. "Dasar tidak tahu diri, kamu mengajak bermain orang yang salah," gumam Dafandra. Pangeran kedua Kosmimazh segera berlari mengejar Alisya. Sekuat tenaga Alisya berlari. Nafasnya memburu, beradu dengan kecepatan langkah kaki. Semakin lama semakin dekat Alisya menuju tembok. Kemenangan sudah di depan mata. Hanya tinggal beberapa langkah lagi Alisya memenagkan perlombaan. Akan tetapi, sebelum Alisya menuju tembok matanya dikejutkan dengan keberadaan ratu di koridor sebelah kiri. Ratu terlihat berjalan di koridor bersama Maulvi dan rombongan dayang yang selalu mengikutinya. Hubungan Maulvi dan ratu sangat baik karena ratu tidak mempunyai anak perempuan. Ratu kerap kali mengundang Maulvi untuk menemaninya bicara atau sekedar minum teh di sore hari. Sayangnya kedekatan Maulvi dengan ratu juga tidak membuahkan manfaat bagi hubunga
Keesokan harinya, Alisya dan Dafandra melakukan sarapan bersama keluarga kerajaan. Mengangkat gaun berwarna biru, Alisya berusaha menyamakan langkah dengan lelaki berambut pirang sambil memaki-maki di dalam hati. Sebelum sampai di ruang makan raja, Maulvi menghadang langkah pangeran kedua Kosmimazh. Dengan wajah ceria, gadis berambut hitam menyapa, "Selamat pagi, hormat kepada pangeran kedua." "Selamat pagi," jawab Dafandra datar. Tanpa menghiraukan Alisya yang berada di belakang Dafandra, Maulvi mendekati kakak sepupunya. "Aku dengar kamu akan pergi ke kastil milik kakek di Tigryzh," kata Maulvi dengan wajah antusias. Tigryzh adalah nama daerah pesisir di pulau Karcharizh. Di pulau ini pusat pemerintahan kerajaan Kosmimazh berada, tepatnya di kota Asteryzh. Perlu waktu satu pekan perjalanan dengan kereta kuda dari Asteryzh menuju Tigryzh. "Itu benar." Dafandra membenarkan ucapan Maulvi. Alisya yang tidak mengerti dengan apa yang Maulvi bicarakan memilih untuk tidak peduli. "I
Selepas sarapan selesai, Alisya berjalan ke luar ruangan bersama Dafandra. Setelah berada di taman yang cukup sepi, Alisya menghadang langkah pangeran kedua Kosmimazh. "Yang Mulia, tolong jelaskan! Apa maksud dari bulan madu ini? Kenapa Yang Mulia tidak mengatakan apa pun?" tanya Alisya setengah berteriak. Raut wajah sang putri tampak jengkel. Dafandra menatap Alisya dengan tatapan tidak peduli. "Aku telah mengatakannya, kamu malah tidak percaya," jawab Dafandra Datar. "Jangan gila! Aku tidak mau bulan madu!" kata Alisya kesal. "Ternyata begitu." Dafandra mengangguk-anggukkan kepala. "Apa kamu menikmati setiap perhatian yang kuberikan?" tanya Dafandra sinis. Mata Alisya terbelalak mendengar tuduhan pangeran kedua Kosmimazh. Rasanya dia ingin muntah begitu mendengarkan ucapan memuakan itu. "Enak saja! Siapa juga yang menikmati!" jawab Alisya dengan melipat kedua tangan di dada. Dafandra hanya menyeringai melihat tingkah kesal putri dari Crysozh. Bersamaan dengan itu, mata Dafa
Persiapan keberangkatan Alisya dan Dafandra ke Tigryzh telah usai. Kini keduanya tengah berjalan menuju kereta kuda bersama. "Letakkan tasmu di dalam kereta barang!" perintah Dafandra ketika membantu Alisya masuk ke dalam kereta. "Maaf Yang Mulia, tas ini berisi peralatan medis. Aku tidak nyaman jika harus berpisah dengannya. Jika ada kondisi darurat, akan sulit menemukan tas ini jika diletakkan di kereta barang." Setelah mendapatkan penjelasan singkat, Dafandra mengizinkan Alisya membawa tas berwarna coklat ke dalam kereta. Sesaat setelah sepasang pengantin baru itu masuk ke dalam kereta, terdengar suara kusir memacu kuda untuk mulai melakukan perjalanan. Suasana di dalam kereta terasa canggung. Dafandra hanya duduk terdiam dengan melipat kedua tangannya di dada. Keduanya duduk berhadapan tanpa saling berbicara. Sementara Alisya mulai mengantuk karena terlalu bosan. Tidak lama kemudian Alisya tertidur. Di dalam mimpi dia berjalan di sebuah lembah yang dipenuhi dengan bunga lave
"Kamu memimpikanku?" tanya Dafandra asal menebak. Sepasang mata Alisya menatap pria yang duduk dia sebrang tanpa berucap apa pun. Rasanya begitu canggung untuk tiba-tiba mengobral soal mimpi. Dafandra menganggap diamnya Alisya sebagai jawaban. Pangeran kedua Kosmimazh mulai penasaran dengan mimpi Alisya. 'Kenapa dia begitu ketakutan setelah bangun tidur?' Saat tertidur Alisya terlihat gelisah dan berkeringat. Namun Dafandra ragu-ragu untuk mendekat, apalagi menyentuh sang putri. "Apa kamu takut?" tanya Dafandra lagi, tapi tidak ada jawaban apa pun dari putri berambut merah. Sebenarnya Dafandra bukan orang yang mudah peduli dengan orang lain. Akan tetapi, kali ini dia bersikap lain. Entah kenapa, rasa iba dan khawatir berkumpul di dalam dada. Bagaimana mungkin Alisya tidak gelisah? Meskipun hanya sebuah mimpi, tapi rasanya begitu nyata. Dengan mata kepalanya sendiri Alisya melihat Dafandra mati di tangan pangeran mahkota. Bahkan, wajah Alisya terasa begitu basah setelah te
"Kenapa? Bahkan kamu tidak memberikanku waktu meski sesaat." Meski mengucapkan kata-kata kekecewaan, tapi ekspresi wajah Fasya tidak berubah. "Tolong jangan begini, Yang Mulia ...." ucap Alisya sambil berusaha melepaskan tangan Fasya yang melingkari pinggang. Jantung Alisya berdebar kencang karena takut. Dia tidak tahu harus berkata apa. Kenyataannya, mereka memang sudah tidak mungkin untuk bersama. "Jangan bohongi dirimu sendiri! Kamu menderita bersamanya, 'kan?" Fasya mulai menyinggung hubungan Alisya dengan Dafandra. "Di matanya kamu hanyalah alat politik dan permainan," ucap pangeran mahkota dengan senyuman pilu. Meski ucapan pangeran mahkota benar, namun Alisya ingin mengelak. Rasa dalam hati Alisya mengatakan pangeran kedua tidak seburuk itu. "Maaf Yang Mulia, meski begitu hubungan kita sudah berakhir," jawab Alisya. Alisya kembali berusaha melepaskan diri dari Fasya. Sayangnya, tenaga Alisya tidak sebanding dengan cengkeraman kuat pangeran mahkota. "Berakhir katamu? Hany
Pria berbadan tegap bringsut mendekati Alisya hingga keduanya beradu pandang. Mata sebiru lautan itu memang seperti menghipnotis siapa pun yang melihat. Ketika jarak yang begitu dekat rasa canggung membuat sang putri menahan napas. "Aku akan memesan sebuah kamar lagi!" jawab Dafandra dengan suara tertekan. Dengan raut wajah kesal, Dafandra menyibak selimut hendak beranjak dari ranjang. Jika Dafandra benar-benar melakukan ucapannya, tentu akan berdampak buruk bagi mereka berdua. Tidak butuh waktu lama, gosip pengantin baru itu akan tersebar ke seluruh penjuru negri. Sudah pasti sandiwara bulan madu yang mereka buat akan hancur dalam sekejap. "Maaf jika aku mengganggumu. Tapi tolong jangan pergi dari kamar ini!" lirih Alisya sambil memeluk Dafandra dari belakang. Dia tidak menyangka sampai harus memohon pada pria berambut pirang yang membuatnya membeku seperti orang bodoh. 'Peluk aku lebih lama! Rasanya sangat nyaman,' batin Dafandra sambil menikmati tubuh belakangnya yang terasa h