"Siapa yang menelpon?"tanya Markus, melangkah masuk ke dalam kamarnya. Mendekati Megan saat wanita itu memutar tubuhnya.
"Daddy. Mereka hampir menarik uang tabungan agar bisa datang ke sini, mommy marah besar dengan kekacauan yang dilakukan Allison,"balas Megan sembari meletakkan ponselnya di sisi nakas.
"Orang tuamu selalu berlebihan,"kecam Markus.
"Aku stress,"aku Megan sambil menelan ludahnya kasar.
"Kau ingin kita pindah ke Spanyol?"tawar Markus, membuat Megan langsung terkekeh.
"Jangan konyol. Berada di kota ini sudah membuatku aman."
"Aku hanya menawarkan tempat yang lebih layak."
Playlist: Sam Smith - Writing's On The Wall•••••"Kau sepertinya sangat menyukai mereka,"tutur Leon, menangkap perilaku baik Allison pada seekor kuda putihnya. Hewan itu memiliki tanda, kalung liontin yang ia beri nama."Hmm..."jawab Allison tidak terlalu menimpali. Ia fokus, meskipun sesekali melirik ke arah lain."Allison..."tegur Megan, membuat kedua pasang mata Leon lebih dulu menangkap pergerakan orang asing untuknya."Mom...""Kau siapa?"tanya Megan, mengerutkan kening tanpa melepaskan pandangan da
Playlist : Amber Run- I FoundPandangan Taylor kosong, mata biru wanita itu tertanam lekat pada pembaringan terakhir Sergio. Ia bergetar, meremas-remas kuat tiap sudut jemarinya. Sungguh, Taylor merasa begitu sulit untuk membuang napasnya. Sesekali, wanita itu mengusap derai air mata yang terasa sulit untuk dikendalikan. Harus diakui bahwa Taylor begitu kehilangan, perasaannya campur aduk sama seperti keluarga yang ditinggalkan pria tersebut."Aku turut berduka atas kepergian salah satu orang kepercayaan ku. Sergio, bekerja dengan sangat baik dan—"suara Markus menggema di tengah ruangan, namun, semua kalimatnya terputus saat pandangan mata hijau pria itu teralih pada Taylor yang menyeka air mata tanpa henti. Bibir wanita itu berkedut-kedut, berus
"Hey, Nak. Apa yang kau lihat?"tegur George saat mendapati pandangan kosong putranya yang mengarah ke jalan kota. Leon berpaling, lantas bergerak ke sisi George dan memeluk pria itu erat."Kenapa kau tidak tinggal bersama kami, dad?"tanya Leon parau."Aku ingin. Hanya saja, waktunya belum tepat.""Why? Apa karena aku nakal?"tanya Leon, melepas pelukannya dan menatap wajah George. Pria itu menggelengkan kepala, mengusap sudut wajah pria kecilnya yang polos."No. Kau sama sekali tidak nakal. Daddy sedikit butuh waktu untuk membujuk mommy mu,"tutur George."Mommy? Dia selalu merindukan mu,"sanggah Leon cepat, membuat senyuman di waja
"Kau senang karena aku bisa kembali ke sini Mrs. Grint?"tanya Taylor, meletakkan segelas orange juice di sisi meja wanita itu. Megan tengah bersandar bersama bikini putihnya di sudut kolam, membaca buku yang membuat jiwanya tenang."Tidak juga. Tapi setidaknya Allison punya pengasuh,"celetuk Megan, melirik ke arah minuman pemberian wanita tersebut."Aku harus digaji double, jika harus mengasuh anak nakal itu,"tutur Taylor begitu jujur."Kalimatmu membuat telingaku gatal, minuman ini tidak di racun, 'kan?"tanya Megan, menunjuk ke arah gelas."Aku tidak mungkin meracunimu, tidak ada gunanya,"balas Taylor sarkas. Megan terkekeh, meraih Juice itu dan meghisap lewat straw-nya.
"Silakan, sir. Duduklah! Aku Dokter Rayan Manaff, "tegur seorang pria berperawakan tinggi, dengan alis tebal, rahang tegas dan memiliki bola mata coklat gelap. Ia mengulum senyuman, meminta Andrea agar bisa berada lebih dekat. Andrea hanya mengangguk, menggeser kursi besi berwarna hitam dan segera mendudukinya."Aku sudah memeriksa keadaan nona Taylor Britania....."dokter itu mendadak diam, dan menoleh ke arah perawat wanita yang berdiri di samping nya. Mereka terlihat membicarakan sesuatu hal penting, mengenai sebuah berkas yang sudah sejak tadi berada di hadapan Dokter itu. Andrea mengeluh kasar, bersikap 'ekspresif' untuk menunjukkan kekecewaannya. Ia ingin segera tahu, apa yang terjadi pada Taylor. Kepalanya hampir meledak, memikirkan sesuatu hal yang membuatnya begitu terganggu."Ah. Maaf karena membuat mu menunggu."
Allison melompat girang, menuruni anak tangga satu persatu dengan hapalan hitungan yang ia serap dengan mudah. Sementara Megan tertawa gurih, memastikan putrinya menapaki pekarangan luas mansion terbesar di kota Biloxi dengan aman. Semua hal itu, sama sekali tidak luput dari pengawasan Markus yang berdiri dari kejauhan. Pria itu memegang sebuah camera, mengambil gambar sebanyak mungkin untuk mengenang masa kecil Allison."Daddy...."pekik Allison mengelak dari pelukan Megan dan berlari kecil ke arah Markus. Dengan cepat, ia menarik camera di pinggir meja yang ada di depannya untuk menyambut Allison."My beautiful angel,"puji Markus, mengecup tiap sudut waj
"Allison. Honey, kau harus makan, paling tidak sedikit,"pinta Megan dengan suara serak. Allison hanya menggeleng, mendorong piring berisi makanan nya menjauh."Alli... Mommy tahu perasaanmu, tapi—""Why Leon Mom? Why?"teriak Allison lantang, menatap ke arah Megan dengan sudut mata yang berkaca-kaca."I don't know Alli— mungkin karena Leon adalah kuda yang paling tangguh di antara yang lainnya,"jelas Megan tanpa mengalihkan matanya sedetikpun. Allison terisak dan merasakan tangan-tangan lembut Megan menghapus air matanya."Believe me. Daddy akan menemukan dan menghukum pelakunya, dan Leon.... Leon pasti bisa selamat, kau memelihara kuda yang hebat honey
Dua mata Markus terlihat awas, menunggu elevator nya tiba di lantai dasar sambil mengusap bulu halus yang ada di dagunya. Kata Megan; ia mengagumi bagian itu, lalu ke bibir yang terasa selalu nikmat untuk di cium.Ting!Tanda elevator sampai, segera pintu baja itu terbuka dan Markus tanpa sengaja menangkap sosok Taylor yang berdiri dengan pandangan gusar. Markus bergerak keluar, melewati Taylor tanpa suara sepatah pun."Aku hamil, dan ini anak Andrea. Aku mohon! Setidaknya kau bisa membiarkan nya hidup,"pinta Taylor terdengar begitu berat namun pasti, Markus diam, mendengarkan keseluruhan ucapan Taylor yang terdengar seperti kalimat permintaan.