Pernahkah kalian jatuh cinta?
Pasti menyenangkan, serasa ada kupu-kupu beterbangan di dalam dada. Seperti itulah yang Davina Ayudia rasakan. Seminggu setelah resmi menyandang gelar pacar, Vina selalu bangun lebih pagi untuk menyambut mentari yang masih malu-malu menampakkan diri. Vina masih tak menyangka, jika dirinya berpacaran dengan Sean Davichi. Seniornya, cowok yang selalu di idolakan setiap cewek di sekolahnya. Meski rasanya aneh, jika Sean memilih dirinya ketimbang cewek-cewek di sekolahan yang jauh lebih cantik dan menarik. Tapi, bukankah cinta itu soal hati bukan fisik. Jadi, bisa saja Sean mencintainya karena hati dan tak mempermasalahkan fisik Vina. Dengan senyum semringah, Vina melangkahkan kakinya memasuki gerbang sekolah. Ia tak sabar ingin bertemu dengan Sean pagi ini. Vina berjalan menelusuri koridor kelas XII, ia terus memandangi kotak bekal di tangannya. "Kak Sean pasti seneng deh aku buatin sushi." Vina tersenyum lebar, mengingat Sean sangat menyukai makanan khas Jepang. Vina sampai rela bangun pagi hanya untuk menyiapkan bekal ini, setelah semalaman suntuk menonton tutorial membuat sushi di youtube. Langkah Vina melambat, ketika netranya melihat Sean tengah berkumpul dengan teman-temannya. Tapi, Sean terlihat sedang merangkul cewek yang duduk di sebelahnya. Siapa? Vina mencoba menerka-nerka siapa cewek yang bergelayutan manja di lengan Sean. "Jadi, kalian jadian?" tanya cowok yang jongkok di depan pintu kelas. Seketika langkah Vina terhenti, ia mematung di tempat. Tatapannya kosong memperhatikan perubahan ekspresi Sean. Vina menajamkan pendengarannya. "Yoi. Kita baru jadian semalem. Iya kan Sean," sahut cewek itu, meminta persetujuan. Sean mengangguk, membenarkan pernyataannya. Jantung Vina seolah berhenti berdetak, seketika air matanya meluruh. Begitu cengengnya Vina, mengetahui kekasihnya menduakan dirinya. Tak pernah terlintas dipikirannya, jika Sean akan melakukan hal sekejam itu. Selama ini Sean begitu baik padanya, tapi sepertinya itu hanya topeng semata. "Wuah makan-makan nih. Makan besar!" seru teman yang lain. "Yoi. Booking kantin nih. Anak sultan!" timpal yang lain. "Terus, si Davina apa kabar?" celetuk cowok yang jongkok di depan pintu. Ekspresi Sean berubah datar, ia mengedikkan bahunya. "Gak tahu," kata Sean. "Lo gantungin dia?" Sean langsung menggeleng, memberikan respon atas pertanyaan temannya. "Belum sempat gue putusin. Lagian nanti juga bisa," ucap Sean dengan entengnya. "Kak Sean," panggil Vina. Semua anak menoleh, mereka melotot saat melihat Vina berjalan menghampiri Sean. Teman-temannya saling berbisik, sementara Sean hanya menatap Vina dengan ekspresi tak terbaca. Terlalu sulit menjabarkan ekspresi Sean saat ini. "Kebetulan lo di sini, ayo putus." Semua anak melongo mendengar ucapan Sean. "Gue udah punya cewek baru, lebih cakep dari lo." Sean merangkul cewek di sebelahnya. Cewek itu tersenyum miring, seolah menertawakan Vina. "Putus?" beo Vina, tak menyangka jika Sean akan memutuskannya di depan teman-temannya. Bahkan dengan bangga memamerkan pacar barunya. Vina tersenyum miris. "Kenapa? Beri gue alesan ...." "Karena lo gak cantik, lo gak ngaca muka lo berminyak. Bahkan lo gak ada apa-apanya dibandingin para cewek yang mengemis cinta gue. Lo gak se glow--" "Lo putusin gue? Karena gue gak glowing?" Ketika cinta berdasarkan fisik bukan hati. Vina tersenyum kecut. "Oke, kita putus!" Vina langsung berbalik, kemudian berlari sekencang mungkin. Menjauh dari tempat terkutuk itu. Vina bersumpah akan membuat Sean menyesal, ia berjanji pada dirinya sendiri. Bahwa suatu hari nanti, Sean akan menarik kembali ucapannya. Sean akan bertekuk lutut di hadapan Vina, mengemis cinta darinya. "Lihat saja Sean Davichi, lo bakalan nyesel!" Vina menyeka air matanya, kakinya terus berlari. Hatinya terus merutuk, menyumpah serapah Sean. Hari ini, hari patah hati terburuknya. Hari yang akan selalu dikenang olehnya. Hari yang merubah kehidupan Davina Ayudia.Setalah cuti kerja hampir dua minggu paska acarapernikahan dan honeymoon. Kini Sean kembali ke rutinitas, bekerja di perusahaan orangtuanya. Meski rasanya berat harus berpisah dengan istrinya, mengingat Vina sudah tidak diperbolehkan lagi jadi sekretarisnya oleh sang mama, dengan alasan agar Vina tidak kecapekan dan bisa segera memberi beliau cucu.Itu kenapa Sean terlihat nggak semangat di hari pertama kerja setelah cuti. Ia terlihat ogah-ogahan bangun dari tempat tidur, berjalan keluar kamar saat tak menemukan keberadaan istrinya. Aroma lezat masakan, menggiring langkah Sean menuju dapur. Seperti yang Sean duga, istrinya sudah menyibukkan diri di dapur.Sean terdiam di dekat bar kitchen, memandangi siluet tubuh istrinya yang tampak sibuk di depan kompor. Sean menelan ludah, bohong kalau ia tidak tergoda melihat penampilan Vina saat ini.Rambut panjang yang dicepol tinggi, memperlihatkan leher mulus yang mengundang Sean untuk menciumnya. Bahu yang terbuka, karena Vina hanya memakai t
"Maaf ya, Sean. Aku kayaknya nggak bisa sama kamu lagi.""Hah?""Maksud kamu apa, Vin? Nggak usah aneh-aneh deh!""Ternyata aku nggak benar-benar cinta sama kamu.""Nggak cinta?" Sean mengernyit, nggak habis pikir Vina yang baru seminggu jadi istrinya justru bilang seperti itu. "Vin, beneran nggak lucu ya. Kita baru seminggu loh nikah, terus kita lagi honeymoon. Bisa-bisanya kamu bilang begini? Kamu ngerusak suasana!""Maaf." Vina meminta maaf, tapi raut wajahnya yang datar sama sekali tak menunjukkan rasa bersalah sedikit pun. "Tapi aku tetep pengen pisah dari kamu.""Vin, seriously?" Sean meremas selimut yang menutupi setengah tubuhnya ke bawah. "Padahal kita baru saja—""Justru karena itu aku pengen pisah sama kamu," potong Vina, beranjak dari ranjang membiarkan selimut yang menutupi separuh tubuhnya merosot. Ia berdiri di dekat ranjang dengan hanya memakai pakaian dalam, menatap Sean dan kembali berkata, "aku merasa di-prank sama kamu. Kirain gede, tahunya mini-mini."What the hel
Alarm terus berbunyi, memenuhi ruangan. Suaranya yang nyaring memekakkan telinga, sangat mengganggu.Sean melenguh, tangannya terulur mematikan alarm. Ia perlahan membuka mata saat merasakan pergerakan di dadanya. Sean tersenyum tipis melihat siapa pelakunya.Sean bergerak hendak bangun, tapi tangan mungil itu melingkar di perutnya. Memeluknya semakin erat, bahkan sesekali mengerang dengan mata masih terpejam."Do not leave me alone," gumamnya."Baby I want to go to the toilet." Sean menangkup pipi Vina yang begitu menggemaskan.Vina menggeleng, menyembunyikan wajahnya di dada telanjang Sean. "Stay with me."Sean mendengus geli karena tingkah Vina yang seperti anak kecil, ia menyentil kening Vina sampai perempuan itu memekik."Oppa!! Sakit," rengek Vina mengusap keningnya, bibirnya mengerucut ke depan."Makanya jangan nonton drakor mulu, halu kan." Sean terkekeh geli. "Ayo bangun katanya mau lihat sunrise."Sunrise?"Ya ampun, jam berapa sekarang?" Vina mencari-cari keberadaan ponseln
Selepas acara akad nikah di Bandung, keesokan harinya dilanjutkan acara resepsi di Jakarta. Orangtua Sean menggelar acara resepsi pernikahan di ballroom hotel bintang lima di Jakarta.Davin memasuki ruangan, berjalan tertatih dengan bantuan tongkat dan teman-temannya."Hati-hati," kata Devan."Gue gak papa," tukas Davin yang enggan dibantu."Dasar keras kepala!" gerutu Andra, dibalas dengusan Davin.Mereka bertiga berjalan menghampiri sang mempelai pengantin yang ada di singgasananya. Senyum lebar menghiasi wajah Sean saat menyambut ketiga sahabatnya."Akhirnya Sean nikah, gak jadi karatan," seru Devan dengan kekehannya yang terdengar garing."Sial, lo kira gue besi tua," gerutu Sean."Emang, lo kan jomblo tua," balas Devan. "Tapi, selamat Bro. Gue ikut seneng akhirnya lo bisa menyelesaikan cinta lama lo yang belum kelar," ucap Devan sembari memeluk hangat Sean."Thank's Bro. Jadi kapan lo nyusul, gak baik nyebar benih di kloset." Sean terkekeh geli karena Devan langsung melepas peluk
Kimmy menggerutu sepanjang jalan, jika bukan karena Reyvan yang menyuruhnya ke butik maka ia tak akan mengalami kejadian naas seperti tadi.Arrggghhh!!!Bahkan Kimmy semakin kesal saat bayangan itu terus melintas, berseliweran di otaknya yang tiba-tiba dungu."Udahan?"Kimmy masuk ke kafe dan mengabaikan pertanyaan sang pemilik kafe. Ia langsung menuju sofa paling ujung, merebahkan diri di sana. Kimmy tak peduli jika keadaan kafe sedang ramai, mengingat ini jam makan siang."Arggg!! Sial!" erang Kimmy tiba-tiba. Ia sudah muak dengan bayang-bayang yang mengotori matanya, membuat hatinya terus merongrong untuk mengamuk.Waras Kimmy! Waras!Kimmy terus meneriaki dirinya sendiri."Move on, move on, move on." Kimmy terus merapalkan kata-kata sakral itu sampai tak sadar seseorang duduk di hadapannya."Mochachino?"Kimmy membuka matanya dan mendapati Reyvan sudah duduk di hadapannya. Pria itu menunjuk gelas besar di atas meja dengan dagunya."Cuacanya emang panas, cocok buat dinginin pikiran
Sean pikir acara lamarannya akan berakhir berantakan karena kedatangan Davin. Bahkan ia sudah sangat cemas melihat pria itu nekad melamar Vina. Tapi jawaban Vina memupuskan kegusaran Sean."Maaf Davin, aku tidak bisa. Aku sudah menentukan pilihanku dan pilihanku itu Sean."Jawaban Vina bagai pukulan telak untuk Davin. Kata-kata Vina seperti belati yang menusuk hati, menorehkan luka menganga di dalam sana."Tapi Vin ...," lirih Davin. "Apa tidak ada sedikit pun kesempatan untuk aku?" Davin melihat Vina dengan tatapan sayu, seakan memohon.Sean sudah muak melihat drama tengik buatan Davin, ia sudah akan menerjang Davin. Beruntung sang mama menahan dirinya, membuat Sean urung melakukan tindakan gilanya. Sean hanya bisa mengepalkan kedua tangan, menyalurkan kekesalannya pada manusia tidak tahu diri macam Davin."Gak." Vina menggeleng dengan cepat. "Dari dulu cuma Sean yang aku cinta. Kamu tahu itu."Terdengar helaan napas berat Davin, ia mengusap wajahnya dengan kasar. Haruskah ia berhent