William Mackenzie menanggalkan gelar dan jabatannya sebagai seorang Jenderal perang di Kerajaan Ans De Lou. Ia menyembunyikan identitas aslinya, memulai hidupnya sebagai orang biasa lalu menikah dengan seorang Nona dari keluarga kaya lantaran sebagai balas budi. Dikarenakan identitas yang dianggap tidak jelas itu, orang-orang kerap menghina dirinya, bahkan istrinya pun tidak menghargainya. 3 tahun berlalu, salah seorang anak buahnya mendatangi dirinya lalu memintanya kembali ke Kerajaan dengan suatu alasan. Lantas, apakah William akan menerima perintah itu? Bagaimana jika keluarga istrinya tahu jika orang yang mereka hina merupakan Dewa Perang yang dipuja-puja?
Lihat lebih banyakSaat ini keluarga Wood sedang berkumpul bersama di ruang keluarga mereka setelah melakukan prosesi acara pertunangan antara Shirley, si bungsu dari keluarga Wood dan Peter Green, seorang putra dari pemilik tambang emas di Carlo Hill.
Cassandra Wood, istri Bill sedang duduk di bagian pinggir dan terlihat tidak terlalu menyukai berada di sana. Beberapa kali ia melihat suaminya diperintah oleh keluarganya dan hanya menurut. Ia kesal. Sangat kesal.
Bagaimana tidak, suaminya itu tidak memiliki wibawa sedikit pun dan kerap menjadi bulan-bulanan keluarganya. Ia begitu ingin sekali melihat suaminya melawan, setidaknya sekali saja. Tapi, nyatanya sampai mereka menikah selama hampir tiga tahun lamanya, Bill masih juga sama. Masih menjadi seorang pencundang yang tidak berguna.
"Cepat isi gelas ini, Bill!" perintah Shirley pada kakak iparnya.
Bill dengan tenang mengambil botol wine merah dan membukanya dengan cepat lalu mengisi gelas Shirley kembali. Dia lalu berdiri di samping lelaki tua yang merupakan kakek Cassandra, Christopher Wood yang berwajah runcing mirip burung gagak.
Shirley pun tersenyum senang dan menyesap wine-nya perlahan.
"Kau lihat kan, Sayang? Kakak iparku ini sangat baik hati mau melayani kami semua dengan baik," ujarnya pada Peter.
Peter Green, laki-laki yang akan segera menikah dengan Shirley itu ikut tersenyum puas, "Benar. Kau sangat beruntung sekali, Sayang."
"Tentu. Bill kami memiliki hati yang tulus, dia akan mengerjakan apa saja yang kami perintahkan," ucap George Wood, kakak laki-laki Shirley yang juga merupakan kakak ipar Bill.
Bill sama sekali tidak menanggapi dan beralih pada istrinya, "Cassie, apa kau mau aku mengisi gelasmu lagi?"
"Tidak usah," jawab Cassandra ketus.
"Mau camilan?" tanya Bill.
"Tidak perlu," sahut Cassandra dan ia pun bangkit dari kursinya.
"Kakek, maaf, aku harus ke kamar, sangat lelah," pamit wanita cantik dengan rambut pirang itu.
Tidak menunggu jawaban, dia langsung meninggalkan ruang keluarga itu. Bill segera melepaskan celemeknya dan menyusul istrinya. Wanita itu ternyata tidak ke kamar mereka, melainkan pergi ke rooftop.
Cassandra tahu suaminya sedang mengikutinya, dan sontak mendorong Bill dan memukulnya dengan badannya.
"Kenapa, Bill? Kenapa kau harus bersikap pengecut terus? Apa kau tidak memiliki harga diri sedikit saja? Kenapa tidak melawan mereka?"
Ia tidak berhenti memukul dan Bill tampak tidak ingin mengganggu istrinya melampiaskan kemarahannya itu. Ia hanya menunggu sampai istrinya lelah memukul dirinya.
"Apa salahku sampai aku harus menikah dengan lelaki tidak berguna sepertimu?"
Bill hanya terdiam. Ia pikir menjawab perkataan istrinya sama malah membuat istrinya itu lebih marah.
"Kenapa kau mau-mau saja menjadi pembantu mereka, Bill? Katakan padaku, kenapa?" desak Cassandra, sudah tidak tahan.
Bill tidak mungkin cerita kejadian yang sebenarnya. Hal itu masih menjadi rahasia besarnya.
"Katakan! Kenapa kau tidak pernah membela diri? Aku muak melihatnya, Bill. Sangat muak melihat lelaki lemah sepertimu."
Wanita itu kemudian mulai menangis kesal. Saat Bill berniat menyentuhnya, Cassandra menjauhkan diri.
"Membela dirimu saja kau tidak becus, bagaimana mungkin aku bisa tahan denganmu? Ayo, kita cerai saja, Bill!"
Bill membeku di tempatnya begitu mendengarnya.
"Cerai?"
"Ya. Ayo bercerai! Aku benci lelaki sepertimu!"
"Kenapa harus bercerai?" tanya Bill.
"Kenapa, tidak? Toh, kita menikah hanya karena permintaan nenek, bukan karena saling suka."
Cassandra memutar badan dan menatap ke arah lain. Bill mendekati istrinya dan menyentuh lengannya tapi masih ditolak.
"Aku tahu, tapi-"
"Tapi apa? Sudahlah, lebih baik kita berpisah. Tidak ada gunanya bersama," ucap Cassandra, masih tidak mau menatap wajah suaminya.
"Aku tidak bisa."
Cassandra tertawa sinis, "Tidak bisa katamu? Lihatlah dirimu! Kau hanya seorang pekerja di kios buah di pasar. Apa yang bisa aku harapkan darimu?"
Wanita yang menggerai rambutnya itu lalu duduk di kursi, menatap ke arah depan. Bill mengikutinya dan duduk di samping meskipun ia tahu istrinya tidak menyukainya.
"Apa yang salah dengan hal itu, Cassie?"
Cassandra sungguh ingin sekali mencekik suaminya itu.
"Apa yang salah? Jelas salah. Kau tahu aku bekerja di kantor, aku seorang sekretaris di perusahaan besar. Apa kau tidak pernah memikirkan betapa malunya aku memiliki suami yang memiliki pekerjaan rendah begitu?"
Cassandra berhenti sejenak, sebelum melanjutkan, "Kau tidak tahu bagaimana mereka mengejekku. Suami pecundang, tidak punya harga diri, hidup hanya menumpang. Aku yang-"
"Cassie-"
"Jangan menyelaku dulu! Biarkan aku bicara," pinta Cassandra yang kini sudah kembali berdiri.
Wanita itu sepertinya sudah siap meledak kembali, Bill pun juga bisa melihat hal itu dengan begitu sangat jelas.
"Karena kau, aku dipandang sebelah mata, Bill. Jadi, sudahlah, kita akhiri semuanya saja. Aku sudah tidak tahan."
Bill menggeleng dan nekad menyentuh tangan istrinya. "Tidak. Aku tidak akan pernah mau."
Cassandra mendecak lidah jengkel, "Kalau kau tidak mau, berarti aku yang akan menuntutmu di pengadilan."
"Jangan. Tolong, Cassie. Beri aku kesempatan untuk berubah!"
Cassandra mendesah lelah. Andai saja sang suami mengatakan hal itu sejak dulu, dia pasti akan langsung mendukungnya. Namun, sekarang ini dia sudah benar-benar sangat lelah.
Menunggu Bill berubah selama 3 tahun itu bukanlah waktu yang sebentar. Dia sudah melewati begitu banyak ujian dan hinaan atas pernikahannya dengan Bill, dia tidak ingin mengalaminya lagi. Baginya semuanya sudah cukup.
"Kesempatanmu sudah tidak ada," ucap Cassandra.
Bill mulai putus asa, "Beri aku kesempatan untuk berubah!"
Cassandra masih terdiam, tidak juga berniat membalas.
"Satu kali saja," ucap Bill serius.
Lama berpikir, Cassandra yang semula terlihat ragu itu pun akhirnya menjawab, "Oke. Satu kesempatan, kalau kau tidak kunjung berubah juga, aku akan mengajukan cerai."
Sebuah senyum pun terbit di bibir Bill.
"Oke."
Selama ini dia tidak bisa melamar pekerjaan yang bagus karena itu artinya dia harus menggunakan identitas aslinya. Hal itu tidak bisa ia lakukan karena sama saja ia mengungkap identitasnya ke publik. Ia belum bisa melakukannya, masih ada satu hal yang membuatnya harus menyembunyikan identitas aslinya.
"Ya sudah, Sayang. Aku turun."
Cassandra mengerang kesal lagi tapi sudah malas mengeluarkan kata-kata sehingga ia hanya diam saja saat melihat suaminya meninggalkan rooftop.
Ketika Bill kembali ke ruang keluarga, sang kakek mertua sudah mendelik kesal terhadapnya. "Dari mana saja kau? Gelas tamu sudah kosong."
"Berbicara dengan Cassie sebentar, Kek."
"Hm, cepat sana isi gelas Peter!"
Bill menghela napas, berusaha menahan diri lalu segera mengambil botol wine dan menuangkan minuman itu ke gelas kosong Peter.
Peter tersenyum mengejek.
"Kemarilah sebentar, calon kakak ipar!" ucap Peter, meminta Bill mendekat.
Pria itu sebenarnya enggan menanggapi tapi dia juga ingin tahu apa yang diinginkan oleh Peter sehingga ia sedikit menunduk.
"Istrimu sangat cantik, apa aku boleh mendekatinya?" bisik Peter dengan suara pelan.
Bill seketika menegang.
"Kau ... brengsek!" teriak Bill.
Mendengar raja muda yang sedang mengamuk itu, Dylan yang berdiri paling dekat dengannya itu pun berkata pelan, “Tenanglah, Yang Mulia.”“Tenang? Bagaimana bisa aku tenang? Wilayah inti kerajaan ini sedang diserang oleh kerajaan lain. Bagaimana bisa kau berharap aku diam saja?” balas Xylan dengan nada suara keras.Setiap orang yang mendengarkan perkataan Xylan, sudah tentu langsung tahu bahwa raja muda itu sedang tidak bisa menahan marah. Dengan kata lain, amarahnya sedang memuncak.Sebetulnya mereka pun tahu bahwa reaksi Xylan tergolong sangat wajar. Tidak mungkin ada yang mau kerajaannya diacak-acak. Apalagi istana itu memiliki banyak sekali kenangan penting dan merupakan tempat kendali utama.Xylan tentu saja tidak mungkin membiarkan musuh mereka melakukan keinginannya.“Yang Mulia, maksud saya … tidak seperti itu,” kata Dylan dengan terbata-bata.Xylan mendengus kesal, tapi tidak mengeluarkan perkataan apapun.Jim yang berdiri di samping Dylan pun mencoba berbicara, “Yang Mulia, sa
Sang prajurit hendak menjawab, tapi ternyata Xylan tidak memberikan kesempatan itu. Malahan, dengan sedikit emosi Xylan berkata, “Dia … berani sekali memintaku untuk tidak keluar? Oh, ini bukan permintaan, tapi sebuah pemaksaan.”Jim langsung melirik ke arah tiga temannya yang terkejut dengan perkataan Xylan. “Yang Mulia, Jenderal Gardner pasti memiliki alasan untuk hal ini,” kata Dylan, berusaha untuk menenangkan sang raja.Xylan mendengus, masih terlihat tidak sabar sementara sang prajurit pembawa pesan itu hanya tertunduk seakan tidak berani membuka mulut jika dia tidak diizinkan.Doris menambahkan, “Situasinya mungkin sedang tidak baik jadi beliau ingin Anda tetap berada di tempat persembunyian ini sampai situasi benar-benar aman, Yang Mulia.”Xylan mendecakkan lidah dan menanggapi dengan cepat, “Hei, situasi tidak baik? Bukankah kau juga dengar kalau dia berhasil menangkap Gary? Lalu, apa yang perlu dikhawatirkan lagi?”“Sangat aneh dia menahanku di sini,” tambah Xylan terdengar
Reiner terdiam dan kemudian tertawa canggung, “Eh, aku tidak tahu juga. Tapi … kemungkinan itu tetap ada kan?”Riley memasang ekspresi serius dan terlihat tenggelam dalam pikirannya. Reiner menelan ludah dan memilih untuk tidak mengganggunya.Beberapa detik kemudian Riley manggut-manggut dan berkata, “Kau benar.”Reiner hampir bertepuk tangan tapi kemudian dia mendengar Riley berujar lagi, “Tapi tidak sepenuhnya benar.”Reiner memutar bola matanya, “Apa maksudmu? Kenapa plin-plan sekali?”Riley menjawab dengan nada tenang, “Kau benar bagian Raja De Kruk mungkin mengawasi kita dan berpura-pura bersikap tunduk. Tapi, pada kenyataannya dia mungkin sedang memikirkan sesuatu di dalam otak kecilnya.”Reiner bersiul tapi tetap mendengarkan Riley yang berkata lagi, “Keluarga Pangeran Gary dulunya tinggal di luar istana dan selama bertahun-tahun tidak ada masalah dengan itu. Tapi … tiba-tiba saja dia masuk ke dalam istana dan akhirnya melakukan rencana besarnya ini.”Reiner cepat-cepat menangg
Reiner mendecakkan lidah dan menjawab tanpa menoleh, “Astaga! Kau sendiri tadi yang mengatakan jika alasan itu tidak penting sekarang. Yang terpenting bagaimana kita bisa keluar dari situasi ini.”Riley mendesah pelan, “Sebetulnya bukannya tidak penting.”Reiner memutar badan dan menatap Riley seraya menaikkan alis, “Lantas?”“Reiner, mengetahui motif seorang penjahat bisa membantu kita untuk-”“Ini bukan sebuah serial detektif, Riley. Kurasa … alasan apapun yang pasti intinya adalah tujuan utama jelas akan merugikan kita, begitu saja. Iya kan?” Reiner memotong dengan keyakinan yang penuh.Riley membuang napas dengan kasar, “Analoginya tidak tepat. Tapi, sudahlah. Kita akan pikirkan sambil berjalan.”“Berjalan? Berjalan ke mana?” Reiner bertanya dengan dahi mengerut.Sebelum Riley menjawab, Reiner cepat-cepat berkata lagi, “Kau tidak berpikir kita akan langsung ke luar dari tempat ini dan menyerang mereka kan?”Riley menjawab tenang, “Bukankah itu yang memang seharusnya kita lakukan?”
“Kenapa tidak?” Riley bertanya dengan nada rendah.Reiner menjawab pelan, “Kita tidak tahu mereka itu siapa, dari pihak mana. Kita perhatikan saja dulu. Bagaimana?”Riley Mackenzie sebenarnya sudah tidak sanggup lagi menahan sabar, tapi dia akhirnya mengangguk dan kemudian menyandarkan badannya pada dinding.Sesaat setelahnya Riley dan Reiner mendengar suara pintu ditutup. Reiner langsung mengernyitkan dahi, mulai waspada.Suara-suara pun mulai terdengar lumayan jelas sehingga kedua orang itu tidak perlu sampai terlalu memfokuskan pendengaran mereka.“Aku benar-benar tidak mengerti. Mengapa semuanya menjadi kacau seperti ini?” ucap salah seorang dari orang-orang yang berada di kamar Reiner itu.Suara lain menjawab cepat, “Tapi, aku lebih suka seperti ini. Perang antar saudara itu hanya membuat kita rugi saja.”“Iya, aku mengerti. Hanya saja … aku sudah berpikir kita akan saling bertarung dan berakhir dengan salah satu pemenang. Maksudku … setidaknya setelah kita dibuat terpecah menjad
Reiner sontak mendesah frustasi dan menatap jengkel Riley, “Kau sama saja dengan James. Senang sekali membuat teka-teki yang tidak diperlukan, astaga!”Riley menyeringai senang, “Mungkin itu juga yang menjadi salah satu alasan mengapa kami bisa bersahabat baik.”Reiner memutar bola mata malas.Tapi, Riley ternyata tidak membiarkan Reiner penasaran dalam waktu yang cukup lama. Pria itu malah berbaik hati untuk menjelaskan, “Itu mengarah pada … kediamanmu.”Reiner seketika melotot kaget, “Apa? Kediamanku? Ba-bagaimana caranya? Kau ….”Kata-katanya dibiarkan menggantung begitu saja karena Riley memintanya untuk menutup mulut. Beberapa orang yang terlihat seperti rakyat biasa berjalan lalu lalang di sekitar toko itu. Riley buru-buru membenarkan masker hitam yang menutupi sebagian besar wajahnya dan juga kacamata bening untuk melindungi matanya. Reiner melakukan hal yang sama, seakan memastikan dirinya tidak dikenali oleh siapapun di tempat itu.Setelah keadaan aman, Riley mengangguk pada
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen