Home / Romansa / Dekapan Panas Ceo Arrogant / 64. Hanya karena Janji!

Share

64. Hanya karena Janji!

Author: Amy_Asya
last update Last Updated: 2025-05-09 21:10:09

“Kau mau ke mana pagi-pagi begini?”

Laura menoleh begitu mendengar suara berat milik Harry, dan melihat pria itu yang sedang mengucek mata.

Harry baru saja bangun, sedangkan Laura sudah bersiap-siap, dan tampak begitu rapi.

“Aku ada urusan sebentar.” Laura memasukkan ponsel ke dalam tasnya. Dia tampak terburu-buru.

“Sangat penting?”

“Ya. Sampaikan salamku pada ayah dan ibumu ya.” Laura tersenyum tipis ke arah suaminya. “Aku pergi dulu. Bye!”

Harry melambaikan tangannya dengan berat. Dia melihat ke arah jam di ponselnya yang masih menunjukkan jam enam pagi.

Mau ke mana Laura sepagi ini?

Istrinya tidak bekerja, dan belum menemukan sesuatu yang bisa dikerjakan, lantas ke mana Laura pergi dengan terburu-buru seperti itu?

“Aku akan mengabaikannya saja. Lagi pula aku punya banyak pekerjaan di rumah hari ini.”

***

“Dengar, C
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   76. Perubahan Sikap Harry

    “Maksudmu?” tanya Laura yang tidak mengerti, atau pura-pura tidak mengerti. Harry berhenti sejenak. Dia menoleh hingga kini bisa saling berhadapan. Tidak hanya itu, jarak wajah mereka juga hanya tinggal beberapa senti saja. “Aku ingin memperbarui semua aturan dalam kontrak pernikahan kita. Tentang masa akhir kontrak, misalnya.” “Kenapa harus diperbarui?” “Kau pasti tau alasannya.” Setelah itu Harry kembali berjalan, menyisakan Laura yang sibuk dengan pikirannya sendiri. Tentang masa akhir kontrak mereka? Maksudnya mereka tidak harus mengakhiri kontrak pernikahan ini? Atau justru sebaliknya? *** “Hati-hati,” ujar Harry ketika menurunkan Laura dari punggungnya, dan membantu wanita itu untuk duduk. Setelah menggendong Laura hampir lebih dari dua jam, mereka akhirnya sampai ke resort. Beruntung saja sinyal ponsel Harry tidak hilang l

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   75. Semakin Dekat

    Langit malam mulai memudar dari yang tadinya gelap menjadi jingga pucat. Cahaya pagi mulai menyusup di antara pepohonan dengan suara burung-burung yang terus berkicau merdu.Api unggun yang semalam membara, kini sudah padam, meninggalkan hawa dingin, meski tak sampai menusuk tulang seperti semalam. Harry sudah membuka matanya entah sejak kapan. Yang pasti yang dia lihat sekarang adalah Laura yang masih terpejam—menghadap ke arahnya.Harry tak langsung membangunkan Laura. Pria itu masih terus saja menatap bagaimana wajah damai istrinya. Ya, istrinya. Tak apa jika Harry benar-benar menganggap wanita itu istrinya, kan?Ketika melihat wajah damai itu, barulah Harry sadar jika ada sesuatu yang lembut di sana. Ada sesuatu yang berbeda, bahkan jauh berbeda dari sebelumnya.Apakah ini efek dari obrolan mereka semalam?Ya, Harry tahu mereka telah melewati batasan-batasan dari semua aturan kontrak yang mereka buat sendiri.

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   74. Camping di Tengah Hutan

    Langit berubah gelap lebih cepat dari perkiraan mereka. Pepohonan yang tinggi menghalangi sinar bulan yang mencoba menerobos masuk, membuat hutan terasa lebih sunyi senyap. Suara gemerisik dari balik semak juga mulai terdengar dengan udara yang semakin dingin. Pada akhirnya, Laura dan Harry harus pasrah dan menerima kenyataan jika mereka benar-benar tersesat, dan belum bisa pulang malam ini. Harry mengabaikan Laura yang duduk dengan wajah muram. Pria itu masih sibuk mengumpulkan ranting-ranting kecil, lalu mengambil korek api dalam saku celananya—membuat api unggun sebelum pada akhirnya dia menyusul Laura. “Aku tidak pernah membayangkan jika akan bermalam di hutan seperti ini. Maksudku, waktu kuliah aku hanya akan pergi pagi dan kembali sore hari.” “Dulu aku sering camping seperti ini, tapi bukan karena tersesat,” ujar Harry yang seperti menyindir Laura. Laura mencebikkan bibirnya. Dia membuka ransel dan mengambil energy bar—makanan mereka yang cukup mengenyangkan. La

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   73. Tersesat?

    Hutan hujan tropis itu tampak begitu indah. Hanya saja, jalan setapak yang tadinya tampak jelas kini mulai hilang—tertutupi oleh rimbunnya dedaunan yang jatuh ke tanah.Laura membuang napasnya dengan kasar. Wanita itu berjongkok sembari melihat matahari yang mulai merunduk, menyisakan cahaya jingga yang menembus lebatnya pepohonan.Mereka berangkat siang tadi, dan ini sudah lebih dari tiga jam perjalanan, tetapi baik Laura maupun Harry sama sekali belum mendengar suara air.Seharusnya pasangan suami istri itu hanya melakukan hiking ringan, untuk bisa mendapatkan suasana indah dari air terjun yang diceritakan oleh pegawai resort kemarin, tetapi entah mengapa yang terjadi justru sebaliknya.Baik Harry mau Laura merasa jika mereka semakin jauh masuk ke dalam hutan.Laura berdiri, meletakkan tangan di pinggul dengan tarikan napas yang panjang. “Baiklah. Harus kuakui jika kita … tersesat.”Harry mendengus mendengar kata-kata yang dilontarkan oleh Laura. Dia segera melihat ponsel—melihat pe

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   72. Laura si Keras Kepala

    “Harry!” Lagi-lagi panggilan Laura diabaikan oleh suaminya begitu saja. Sejak Laura menyinggung tentang masa lalu pria itu, Harry sama sekali belum berbicara sepatah kata pun. “Harry, aku benar-benar minta maaf. Bukan maksudku ingin mengingatkanmu pada masa lalu. Aku—“ Langkah kaki Laura terhenti dengan mata melotot ketika Harry tiba-tiba saja berhenti di depannya. Dia hampir menabrak punggung lebar pria itu. “Diam!” Harry berbalik. Dia terkejut ketika mendapati Laura berada sangat dekat dengannya. “Kau sangat berisik, Laura.” Laura terdiam. “Menjauh dariku!” Harry mendorong bahu Laura dengan jari telunjuk—meminta agar wanita itu menjaga jarak. “Kau ini kenapa selalu mengikuti aku sejak tadi?” “Kau mengabaikan aku dari tadi.” “Sekarang tidak lagi, kan? Jadi, menjauh dariku!” “Katakan kalau sudah memaafkan aku dulu.” Bukannya menj

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   71. Pria Tidak Peka!

    Nyatanya Laura benar-benar tidak bisa diam setelah insiden tenggelam di laut dua hari yang lalu. Wanita itu jenuh terus berada di resort sesuai dengan permintaan Harry.“Aku bosan terus berada di tempat terkutuk ini.”“Aku sudah bosan sejak pertama kali kita tiba di sini.”Laura menatap Harry yang masih sibuk dengan laptopnya. Pria itu tidak benar-benar bosan karena dia masih punya pekerjaan yang bisa dilakukan, sedangkan Laura … dia sama sekali tidak punya kegiatan apa pun.Setelah insiden tenggelam kemarin, Harry benar-benar bersikap protektif padanya. Dia sama sekali tidak membiarkan Laura mendekati pantai.“Jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang?”“Tidak tahu. Ini sudah pertanyaanmu yang kelima kali dalam pagi ini.”“Aku benar-benar bosan, Harry. Aku bukan tipe orang yang bisa berdiam diri di rumah seperti ini,” rengek Laura sangat kesal. Wanita itu bahkan menghentakkan kakinya berulang kaki seperti anak kecil. “B

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   70. Perasaan Aneh yang Mulai Muncul

    “Laura!” panggil Harry. Dia langsung menceburkan dirinya sendiri ke dalam laut—menyelamatkan Laura yang sudah tenggelam, dan terbawa arus. Harry pikir Laura hanya bercanda tadi, tetapi kenyatannya wanita itu benar-benar tidak bisa berenang.Harry berenang dengan cepat, dia mencoba meraih tubuh Laura yang sudah lemas. Menyadari jika Laura sudah tidak sadarkan diri, Harry menggendong dan membawa Laura ke daratan.“Laura, buka matamu!” Harry menepuk pipi istrinya dua kali, mencoba membangunkan wanita itu, tetapi hasilnya nihil.Wajah Laura sudah pucat. Harry mendekatkan diri, dan mencoba memeriksa napas Laura dari hidung, dan denyut nadinya.“Dia masih bernapas.”Harry tidak punya waktu untuk memanggil tenaga medis sekarang. Perjalanan dari kota menuju pulau ini butuh waktu kurang lebih dua jam. Dia akan kehabisan waktu kalau seperti itu.Tanpa pikir panjang, Harry mencoba mendongakkan kepala Laura, dan membuka j

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   69. Bermain Bersama

    Pagi harinya udara benar-benar terasa dingin akibat hujan deras malam tadi. Laura keluar dari dalam resort dengan bertelanjang kaki—menginjak pasir pantai yang putih dengan mata yang menatap lautan di depannya. Tadi malam, dia bisa tidur dengan nyenyak. Setelah menghabiskan banyak waktu megobrol dengan Harry, setidaknya dia bisa mengenal pria itu lebih jauh. Ternyata Harry tidak searogan yang dia kira. Ya, itulah yang bisa dia lihat saat bicara dengan pria itu malam tadi. “Jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya Harry yang tiba-tiba muncul dari arah belakang, membuat Laura terkejut. “Kau membuatku terkejut, Harry.” “Sorry, aku pikir kau tau aku di sini.” Harry memasukkan dua tangannya ke dalam kantong celana. “Jadi, apa yang akan kita lakukan di sini sekarang?” “Memancing?” “Tidak ada alat pancing di resort.” Laura mendengus. Padahal dia sudah membayangka

  • Dekapan Panas Ceo Arrogant   68. Aku Ingin Punya Tempat Pulang

    Malam itu, Laura pikir dia bisa mendirikan tenda di luar—membuat api unggun, seraya melihat bulan bersinar terang. Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Sejak sore tadi, langit yang cerah mendadak mendung. Awan-awan hitam bergelayut manja di atas langit, dan tak lama setelah itu, hujan turun dengan begitu derasnya, membuat semua rencana Laura gagal total. Angin bertiup dengan kencang, membuat pepohonan di sekitar resort mereka bergoyang. Malam itu, Laura tidak bisa melakukan apa pun. Dia hanya duduk di kursi rotan yang ada di balkon, ditemani suara hujan di bawah lampu yang temaram. “Mau kopi?” Laura menoleh, dia melihat Harry yang datang dengan membawa dua gelas berisi kopi hitam yang masih mengepulkan asap putih. Tanpa menunggu jawaban Laura, Harry langsung saja duduk di salah satu kursi yang di dekat Laura—memberikan satu gelas yang dia bawa kepada wanita itu.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status