Gimana ya reaksi Bagas dan Rista waktu ketemu Alena? Penasaran? Ikuti terus bab selanjutnya, ya
Alena mengangguk cepat sebelum Bagas menjawab. Sepersekian detik Alena bisa melihat ketegangan dalam wajah Rista. Wanita itu tampak terkejut dengan kehadirannya. Wanita itu juga terlihat tidak suka dengan kedatangannya, tapi dia berusaha menutupinya dan terlihat baik-baik saja. "Oh, sama siapa kamu ke sini?" Rista bersidekap memperhatikan Alena dari atas sampai bawah. "S-sendiri," jawab Alena singkat. Alena ingin mengatakan kalau dia sudah bertemu Alyssa dan Alyssa yang memintanya datang ke mari, tapi entah kenapa lidahnya mendadak kelu untuk bicara panjang lebar. Berhadapan dengan dua orang dewasa yang selama ini menjadi incarannya membuatnya gugup. "Tahu rumah ini dari mana?" tanya Rista lagi. "Dari Alyssa, Nek," jawab Alena. "Dari Alyssa?" "Iya, kemarin Alyssa--" "Eh, Mami, Papi, lagi ada tamu?" Ketiga orang yang berdiri di teras itu menoleh ke sumber suara. Seorang gadis mengenakan kaos ketat panjang dan celana jins terlihat menaiki tangga sebelum akhirnya mencapai teras.
"Alena." Alena sedikit terperanjat menyadari Bagaskara sudah berdiri di hadapannya. Pria itu menatapnya heran. "Kamu kenapa?" Pertanyaan itu justru membuat Alena bingung. Memangnya dirinya terlihat tidak baik-baik saja? Sepersekian detik Alena merasakan jempol pria itu mengusap pipinya. "Kamu kenapa nangis?" Alena langsung teringat kalau tadi dirinya sempat menangis dan mengusap kedua pipinya dengan tangan cepat, membersihkan sisa-sisa air matanya. Alena memaksakan senyum. "Nggak pa-pa, kok, Kek." Alena menatap pria itu yang merupakan ayahnya. Aneh rasanya dia memanggil pria itu 'Kakek' sedangkan dia tahu bahwa pria itu adalah ayahnya. "Ma-maaf a-aku jadi berdiri di sini, aku nggak bermaksud, a-aku--" "Nggak pa-pa," jawab Bagas tersenyum tenang. "Boleh duduk dulu? Ada yang mau Kakek bicarakan sama kamu." Alena mengernyit menatap pria itu. Ayahnya mau bicara apa? Apakah ingin melanjutkan pembahasan tentang dia yang menjadi Cleaning Service tadi? Apakah pria itu ingin memecatnya?
Alena menatap pepohonan di tepi jalan raya perkotaan yang seperti berlarian melalui kaca jendela mobil taksi yang dia tumpangi. Ya, gadis itu akhirnya pulang menggunakan taksi. Sebenarnya tadi Alyssa ingin mengantarnya pulang, tapi Rista melarangnya dan memesankan taksi online saja. Bahkan sempat terjadi perdebatan sebelumnya. Alena masih ingat jelas bagaimana Rista memarahi Alyssa. "Biar aku aja, Mi yang antar Alena pulang," tawar Alyssa waktu maminya mengatakan kalau Alena sudah mau pulang. "Nggak usah. Sebaiknya Alena naik taksi online saja. Biar Mami pesankan," larang Rista. Alyssa menghela napas. "Biar aku aja, Mi. Lagian masih ada banyak hal yang mau aku omongin ke Alena. Kita 'kan udah lama nggak ketemu. Pengin lepas kangen, Mi." "Mami bilang jangan, ya, jangan, Alyssa!" Rista membentak membuat Alyssa dan Alena sedikit tersentak. Alyssa langsung terdiam. "Kenapa, sih, nggak dengerin Mami? Sejak kapan kamu jadi pembangkang? Biarin Mami yang panggilin taksi, Mami yang bayar
"Alena, keluar yuk, Nak. Ada Kakek Bagaskara datang." Waktu itu Alena sedang duduk di ruang tengah sambil main masak-masakan menggunakan peralatan mainan ketika tiba-tiba Leyla menghampirinya, mengabarkan Kakek Bagas datang. Alena hanya menatap ibunya tanpa mau berdiri dan keluar seperti yang ibunya suruh. Tak lama kemudian, Alena melihat Kakek Bagas sudah berdiri di ambang pintu ruang tengah. Alena tersenyum menatap pria itu. Leyla pun menoleh dan baru menyadari Bagas malah masuk ke dalam. "Tuh 'kan malah Kakek Bagas yang ke sini." Leyla jadi merasa tak nyaman. "Nggak pa-pa." Bagas menunduk menatap Alena yang sedang bermain. Peralatan memasak mainannya terlihat berserakan di sekitarnya. Lalu pria itu berjongkok. "Alena lagi main apa?" "Main masak-masakan," jawab Alena pelan dan malu-malu. Gadis berusia lima tahun itu bahkan tidak menatap Bagas dan malah sibuk dengan mainannya. Bagas tersenyum. "Alena sudah makan?" Alena menggeleng sambil menunduk. "Nih, Kakek bawain sesuatu bu
Rista merenung di kamarnya, memikirkan kejadian hari ini. Semuanya berasa seperti mimpi. Teringat dulu bagaimana dia berupaya menjauhkan Alena dari keluarganya sampai dia mengajak suaminya pindah ke Jakarta. Suaminya juga telah berjanji tidak akan menghubungi atau mengunjungi Alena dan ibunya lagi. Namun, hari ini tiba-tiba Alena datang sendiri ke rumahnya. Dan lebih membuatnya kesal itu semua karena Alyssa, anaknya sendiri. Belum lagi Alena sekarang bekerja menjadi Cleaning Service di kantor Bagas. Kebetulan macam apa itu? Pikiran Rista langsung buyar ketika mendengar suara pintu kamar dibuka. Dia yang sedang duduk di tepi ranjang langsung menoleh. "Rista!" Bagas masuk dan menghampirinya. "Ada apa, Mas?" Rista mengernyit melihat gelagat Bagas yang tak biasa. Perasaannya mulai tak nyaman. "Ngapain kamu marahin Alyssa sampai segitunya buat nggak dekat-dekat Alena?" "A-aku nggak marahin, aku cuman--" "Alyssa yang bilang ke aku kamu melarang dia buat ngantar Alena pulang. Kamu juga
"Kamu itu benar-benar nggak punya malu, ya, Leyla, hmm, urat malu kamu udah putus? Ngapain kamu ngumbar-ngumbar aib sendiri? Menceritakan ke orang-orang tentang kehamilanmu buat apa? Minta dikasihani? Minta pembelaan?" Rista marah ke Leyla waktu tahu keponakannya itu menceritakan tentang kehamilannya pada sanak keluarga seolah sengaja mengumbar aib sendiri. Padahal Leyla melakukan itu semua hanya ingin mendapat keadilan. Dia takut kalau Bagas tak mau bertanggungjawab dan dia berharap keluarganya membelanya. Belum lagi Rista yang sempat tidak percaya kalau Bagas yang menghamilinya dan malah menuduhnya hamil dengan pria lain. Rista juga mengatakan kalau itu hanya akal-akalan Leyla untuk bisa memiliki Bagas karena Bagas merupakan pria kaya raya. Padahal itu tidak benar. Leyla hanya berusaha meluruskan kebenaran dengan meyakinkan orang-orang kalau itu memang hasil perbuatan Bagas, bukan lelaki lain. Rista juga sempat marah besar ketika Leyla mengatakan kalau dia dan Bagas saling mencint
Alyssa Alena, maafin gue ya kemarin gue nggak bisa antar lo pulang. Maafin Mami juga karena Mami udah marah-marah depan lo. Tapi lo nggak jera kan datang ke rumah gue? Alena menyunggingkan senyum membaca pesan itu. Lalu mengetik balasan. Iya nggak pa-pa. Tapi gue nggak janji ya bakal main ke rumah lo lagi. Kenapa? Pasti takut dimarahin Mami kan? Alena tercenung membaca pesan itu. Peringatan Rista tempo hari sekonyong-konyong melintasi pikirannya. "Saya nggak mau kamu mempengaruhi pikiran dan sikap anak saya ke depannya. Saya juga nggak mau kamu terlalu akrab sama anak saya. Kalau kamu masih mau main ke rumah ini, turuti apa kata pemilik rumahnya. Paham?" Namun, sejurus kemudian Alena tersadar. Buat apa dia mendengar omongan wanita itu? Tidak. Dia tidak takut. Dan dia akan manfaatkan Alyssa untuk bisa masuk ke keluarga itu. Alena pun mengetik lagi. Nggak kok. Tapi gue nggak bisa datang dalam waktu dekat ini. Lagi sibuk nih. Kalau hari Minggu aja gimana? Min
Gadis cantik berambut lurus sepinggang itu sedang duduk-duduk di ayunan di teras samping rumahnya sambil menatap layar ponsel. Gadis itu tak lain adalah Alyssa. Dia baru saja chatingan dengan pacarnya yang mengabarkan kalau pacarnya itu sudah on the way ke sini. Hari ini hari Minggu. Hari libur bagi semua pekerja dan anak sekolah. Hari yang ditunggu-tunggu semua orang tak terkecuali, Alyssa, Alena dan Andrio. Dan Minggu ini Alyssa sudah menyiapkan rencana. Yaitu mengenalkan Andrio ke Alena dan sebaliknya. Dan Alyssa membayangkan momen-momen itu akan menjadi momen yang menyenangkan karena melihat pacar kesayangannya bertemu dengan keluarganya. Apalagi kalau mereka bisa berhubungan baik. Kemarin Alena sudah berjanji, pagi ini akan datang. "Pokoknya rencana gue harus berhasil. Harus! Alena harus datang hari ini juga. Awas aja kalau nggak. Gue bakal marah!" Alyssa bersidekap di sandaran kursi ayunan, wajahnya cemberut. "Eh, anak Mami dicariin ternyata di sini?" Alyssa sedikit terkej